Di sebuah Mall.
Ditengah hiruk-pikuknya manusia, Nathan diam-diam memperhatikan semua hal yang Rachel lakukan bersama Key dan Bella.
Tadi saat berhenti dilampu merah, Nathan yang sedang dalam perjalanan ke kantor melihat Key sedang bernyanyi riang di atap sebuah mobil.
Meski hanya terlihat separuh badannya saja. Hal itu membuat hati Nathan menjadi hangat.
Key sangat lucu.
Ia segera menyuruh Roy mengikuti kemana arah mobil itu pergi.
Dan di sini lah mereka sekarang. Nathan bahkan tak peduli jika kini dirinya sudah mirip dengan seorang penguntit.
"Boss, apa tidak sebaiknya kita datangi saja ?" Tanya Roy pada Boss-nya itu.
"Apa kau ingin membuatnya takut ?" Jawab si Boss.
"Tapi kita bisa pakai cara jitu Boss, seolah-olah pertemuan ini hanya sebuah kebetulan." saran sang ajudan kepercayaan itu lalu membisikkan sesuatu pada sang Boss.
"Tumben kau pintar. Tunggu saja disini, dan cukup awasi aku dari jauh. Aku akan coba mendekatinya." Boss mulai berjalan ke arah dua orang gadis dan seorang anak perempuan sedang bermain.
Ditempat bermain basket. Rachel, Bella dan Key sedang tertawa riang karena bola mereka selalu masuk kedalam keranjang saat dilemparkan.
Itu membuat Key sangat bahagia. Rachel pun sampai melompat kegirangan.
Tapi tiba-tiba saja,
Bruuukkkk...
Tubuh Rachel menabrak seorang pria tampan berpakaian kasual (karna tadi Roy membeli baju kaus dan celana santai. Agar tidak terlihat terlalu formal untuk masuk ke sebuah mall) dengan cepat pria itu menyambut badan Rachel sehingga dia tidak jadi terjatuh kelantai.
"Aduhhh sorry, sekali lagi sorry.. Aku tidak sengaja." kata Rachel spontan.
"Hai, kita bertemu lagi. Sepertinya kita berjodoh dan di takdirkan Tuhan untuk sering sering bertemu." canda pria itu santai dan sangat percaya diri.Rachel dan Bella seketika syok. Reflek Rachel menarik Key kedalam pelukannya.
"Apakah takdir sedang mempermainkanku?" Ujar Rachel dihati nya
"Nathan" pria itu mengulurkan tangan memperkenalkan dirinya pada Bella lalu Rachel.
Keduanya menegang sesaat, lalu tanpa aba-aba Bella langsung menyerang Nathan dengan kata-kata kasar.
"Dasar brengsek! Setelah sekian tahun menghilang, untuk apa lagi kau datang menemui dia? Berlagak seolah kau tak mengenalnya sama sekali? Ciiiihhh, dasar sampah. Sebaiknya jangan kau tunjukkan lagi wajah pengkhianat itu di depan sahabatku." cerocos Bella penuh emosi.
"Bell, apa-apaan sih? Ada Key disini, tolong jaga ucapanmu." tegur Rachel.
Pria yang dicaci maki hanya diam melongo tanpa tau harus berkata apa.
Ajudan yang melihat ada sesuatu yang tidak beres terjadi langsung bergegas menyusul Boss-nya.
"Tolong bicara yang sopan, anda tidak tau siapa Tuanku ini?" Seru Roy.
"Hah? Jauh sebelum kau mengenalnya, kami sudah lebih dulu mengenal bajingan ini ! Tentu kami tau siapa dia. Sebaiknya jangan pernah lagi kalian menampak kan wajah brengsek itu didepan kami terutama Rachel. Camkan itu! Ayo Ra, Key kita pergi saja dari sini. Bisa-bisa kena sial kita jika berlama-lama disini." lanjut Bella masih emosi.
Tapi tiba-tiba Key bertanya pada Nathan. "Apakah paman mengenal Aunty? Mengenal Momy ? Atau mengenal Key?" Tanyanya polos lalu mendekat pada Nathan.
"Tidak. Paman sama sekali tidak mengenal kamu manis. Juga Momy dan Aunty-mu." jawab Nathan sambil berjongkok dan membelai pipi Key dengan lembut.
Sontak pemandangan itu langsung membuat Rachel gugup dan menarik Key mundur.
"Jangan sentuh anakku. Jika memang kau tidak mengenal kami, sebaiknya bersikap lah seperti kita tidak pernah berjumpa sama sekali". ujar Rachel kesal lalu bersiap untuk pergi.
"Ayo Bell, kita pergi makan saja. Sepertinya sudah jam makan siang. Kasihan Key kalau terlambat makan." ajak Rachel pada Bella.
"Come on baby, anggap saja kita sedang sial bermain siang ini." jawab Bella ketus.
"Heii tunggu dulu! Apakah setelah mencaci maki ku di tempat umum seperti ini, kau pikir bisa pergi dengan bebas ?" Ejek Nathan sambil menyungging kan senyum jahatnya.
"Apa maksudmu?" Tanya Bella lalu melirik sekitarnya.
Terlihat beberapa orang membentuk kerumuanan menyaksikan kejadian tadi. Karena memang sepertinya suara Bella tadi cukup keras dan lantang.
Sehingga mengundang perhatian beberapa orang yang berada disekitar itu.
"Kau melontarkan kata kata kasar padaku, menuduhku dan mengatakanku brengsek! Apakah kau pikir itu tidak ada sangsinya ?apakah kau pikir aku akan membiarkanmu dengan mudah?" Tanya Nathan lagi.
"Katakan saja apa maumu ! Jangan bertele-tele. Jangan membuat semua ini menjadi semakin rumit." tiba-tiba Rachel angkat suara.
"Ckckckckck, ternyata temanmu ini lebih pintar. Okee, untuk kompensasinya aku hanya ingin kau dan gadis manis ini ikut bersamaku." seru Nathan pada Rachel sambil membelai lagi pipi lembut Key.
"Tidak! Kau tidak boleh membawa mereka kemana pun. Katakan saja berapa yang kau mau ?" Balas Bella lagi.
"Hahhahaha... Kau pikir aku ini kekurangan uang?" Tanyanya pada Bella.
"Jika anda ingin masalah ini berlanjut ke ranah hukum, silahkan cari pengacara hebat untuk memastikan anda menang di persidangan nanti dari Tuan Muda." ujar Roy dengan ekspresi angkuh dan percaya diri.
"Sudah lah Bell, biarkan saja aku pergi bersamanya! Toh klo terjadi apa-apa padaku, kau bisa menjadi saksi dan melaporkan bajingan-bajingan ini ke polisi." kata Rachel penuh kemarahan.
"Tapi Ra, aku takut mereka macam-macam sama kamu, apalagi Key" jawab Bella lagi.
"Aunty tenang saja, Paman ini baik kok. Dia tidak akan melukai Key dan Momy." sahut Key tiba-tiba hingga membuat semua orang tercengang.
"Gadis pintar! Tentu saja Paman tidak akan jahat pada anak manis sepertimu." sahut Nathan sambil tersenyum ramah.
Bahkan Roy heran melihat Boss - nya kenapa bisa selembut itu pada seorang anak kecil.
Apalagi sampai membuat Boss-nya itu tersenyum manis. Sungguh pemandangan yang sangat langka bagi Roy selama lima tahun bekerja pada Nathan.
"Roy, kau antar gadis cerewet ini pulang. Sementara aku akan pergi bersama dua gadis manis ini." Kata Nathan dominan.
"Baik, Boss." sahut Roy lalu menggandeng paksa Bella untuk menjauh dari tempat itu.
Nathan memimpin jalan, dengan enggan Rachel mulai mengikuti sambil menggandeng tangan mungil Keynara.
"Paman, kemana kita akan pergi?" Tiba - tiba Key memecah keheningan.
"Anak manis, hari ini kau bebas mau bermain dan makan apa saja. Paman akan mentraktirmu karena kau sangat pandai menyenangkan hatiku." jawab Nathan sambil berjongkok didepan Key.
"Benarkah? Sungguh? Kalau begitu, Key mau main itu (menunjuk wahana permainan istana balon)." ucapnya riang.
"Baik lah, mari kita membeli tiket." ajak Nathan.
"Key! Tidak boleh bersikap akrab kepada orang asing. Bukankah Momy sudah sering memberitahumu ?" Tegur Rachel yang langsung membuat Key cemberut.
"Tidak apa-apa anak manis. Paman bukan orang asing! Paman ini teman lama Momy-mu. Paman bukan orang jahat seperti katamu tadi." Nathan berkata penuh percaya diri.
"Apa-apaan ! Jangan berlagak seperti kita sangat dekat." protes Rachel.
"Sepertinya dulu kita lebih dari sekedar dekat." balas Nathan sambil menyeringai dan berhasil membuat wajah Rachel memerah karena menahan emosi.
"Ya sudah. Anak manis, main dulu di sana ya. Paman dan Momy akan menunggu sambil minum kopi di caffe depan itu." Nathan berhasil mengembalikan senyum cerah di bibir Key.
"Okee! Tolong jaga Momy Key yaa, karena Momy sering sekali tiba-tiba menghilang saat Key sedang bermain." sahut Key sambil tertawa lalu berlari masuk kedalam wahana setelah pintu pos penjagaan dibuka oleh pegawainya.
"Hahahaha... Apakah benar begitu ? Bukankah seharusnya seorang anak kecil seperti itu yang sering menghilang ditengah keramaian begini? Tapi ini seorang Momy ?" Gelak Nathan tak tertahan.
"Iyaa, seperti itu. Gelak tawa itu, dulu selalu kau perlihatkan padaku ! Kau bahkan akan terbahak-bahak hanya karena aku lupa dimana pintu keluar mall ! Aku selalu ceroboh, dan aku bahagia saat itu menjadi alasan kau tertawa." seru Rachel dalam hati.
"Sudah lah ! Ayo pesan minum. Aku sudah sangat haus dari tadi meladeni ocehanmu yang tak pernah habis." lanjut Rachel malu sambil berjalan duluan ke caffe.
"Gadis yang sangat menarik ! Aku pasti akan segera mengetahui bagaimana hubungan kita sebenarnya dimasa lalu." bathin Nathan sambil mengekori Rachel.
Nathan telah selesai menghidangkan sarapan, yang mungkin lebih tepatnya ini makan siang. Karena, jarum jam sudah di angka sebelas. Rachel turun ke ruang makan, setelah selesai membersihkan diri dan berdandan dengan cantik dan rapi. Aroma tubuhnya membuat Nathan yang sedang asik membuatkan jus stroberi melirik dan tersenyum. Rachel mendatangi Nathan, dan memeluk tubuh kokoh itu dari belakang. "Terima Kasih, Sayang. Kau selalu menuruti apa kataku. Haruskah aku merasa bersalah karena sudah memintamu sibuk di dapur seperti ini?" Ucap Rachel sungguh-sungguh. "Tidak masalah, Sayang. Selagi aku mampu, akan kulakukan semuanya untukmu. Bahkan, jika aku sanggup akan kupindahkan Gunung Fuji ke depan mansion ini." Sahut Nathan dan membalikkan badan. "Konyol. Bagaimana itu bisa? Jangan membodohiku." Ucap Rachel menjewer telinga Nathan. "Aaaa... Sayang, kau ini laki-laki atau perempuan? Kenapa kau selalu menyiksa suamimu yang polos ini?" Nathan berdrama ria.
Setelah melewati malam pengantin yang penuh gairah, pagi ini Nathan masih memandang wajah Rachel yang masih tidur dengan nyenyak. Rachel memimpin permainan dengan sangat agresif dan liar. Nathan tidak pernah melihat Rachel menjadi wanita yang seperti itu selama hidupnya. Tentu saja saat ini dia lelah dan butuh waktu tidur tambahan. Mengingat, mereka melakukannya berulang-ulang kali semalam suntuk. "Kau sangat cantik, bahkan saat sedang tidur tanpa busana sekali pun, Sayang." Nathan bermonolg. Nathan sudah bangun lebih dari dua jam, namun ia tak berniat turun dari ranjang. Karena Rachel tidur dengan tangan mengalung pada tubuhnya. Nathan takut gerakannya akan membangunkan Rachel. Sebesar itu lah cinta yang Nathan punya untuk Rachel. Nathan kembali mengingat dan membayangkan tahun demi tahun yang telah wanita dalam pelukannya ini lalui tanpa dirinya. Sendiri membawa anak dalam kandungan, sendiri berjuang di ruang bersalin, sendiri bekerja keras banting tu
Mereka saling menatap dalam waktu lama. Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Sampai akhirnya, Nathan dengan lembut mencumbu bibir Rachel. Cumbuan itu langsung dibalas oleh Rachel. Mereka saling melepaskan gairah melalui ciuman. Pemanasan yang cukup bagus. Mengingat, sudah lama mereka tidak melakukannya. Tangan Nathan mulai menjelajah bagian atas tubuh Rachel. Gaun yang seksi itu, memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Tangan Nathan bermain disana, tanpa melepaskan lumatan bibirnya. Nathan mengelusnya dengan pelan, sehingga membuat deru napas Rachel tak beraturan. Dadanya naik turun, mengikuti permainan lidah Nathan dan tangannya yang semakin liar menyapu dada montok itu. "Hmmpp.." desahnya di sela-sela ciuman yang menggairahkan itu. "Mendesah lah dengan keras malam ini, sayang. Tidak akan ada yang mendengarnya selain aku." Ucap Nathan seraya berbaring di sebelah Rachel. Lalu ia memiringkan tubuh Rachel, agar bisa lebih leluasa
"Kenapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan? Bukan kah sekarang, aku adalah Mertuamu?" Willy protes. "I-itu.. boleh kah aku memanggilmu Ayah Mertua?" Nathan bertanya dengan ragu. "Tentu saja. Aku Ayah mertuamu mulai saat ini." Willy menepuk bahu Nathan lambat. Frans dan Jeny sangat bersyukur, akhirnya Nathan mendapatkan kebahagiaan yang benar-benar dia harapkan sejak dulu. Jeny menyesal pernah menentangnya. Ternyata menantu yang sangat ia harapkan tak lebih dari wanita berhati iblis. "Nathan, Rachel, Mami dan Papi akan pulang sekarang. Lain kali kami akan berkunjung kembali, atau kalian bisa datang kapan pun ke rumah tua." Ucap Jeny ingin segera memberikan waktu untuk pengantin baru ini. "Mami benar, kami harus segera pergi. Karena kalian harus berusaha keras memberikan kami cucu kedua mulai sekarang." Frans pum tertawa dan beranjak dari kursinya. "Key, ayo ikut Nenek. Biarkan Momy dan Papi berdua saja beberapa hari ini." Ucap Je
Setelah pesta usai, kini hanya tinggal keluarga besar Nathan dan Rachel yang berada di mansion itu. Mereka duduk di satu meja bundar yang besar. Key terlihat sangat akrab duduk di pangkuan Willy. "Jadi, ketika kau baru saja lahir dlu, aku sengaja menitipkanmu pada kaki tangan kepercayaanku. Nana, Ibumu itu awalnya sangat menentang keputusanku. Tapi, setelah ia tau alasannya terpaksa dia menerima keadaan. Harus hidup layaknya sebagai suami isteri dengan Danu, yang notabane-nya adalah pengawal kami dulu." Willy membuka suara saat keadaan telah lama hening. "Apa alasanmu melakukan semua itu? Jadi, Ibu dan Ayahku..maksudku Danu itu tidak memiliki hubungan apa pun selama hidupnya?" Rachel tentu saja memiliki banyak pertanyaan untuk menanti penjelasan dari Nathan. "Ibumu rela melakukan semua itu, demi dirimu. Agar kau tidak kehilangan sosok ayah dalam hidupmu. Aku tidak berdaya saat itu. Aku dulu terlibat dalam satu gank mafia, jika lawan mengetahui keberadaan iste
"Apa maksudmu, Pak Tua? Siapa yang kau sebut sebagai putrimu? Katakan dengan jelas, dan jangan berbelit-belit." Tuntut Rachel tak sabar. "Kau... Putriku satu-satunya." Jawab Pak Tua itu. "Berikan aku bukti, agar aku bisa percaya." Pinta Rachel lagi. Rachel tidak terlalu terkejut, karena ia mengingat pesan dari mendiang neneknya. Sebelum meninggal, neneknya sempat berkata bahwa ayah kandung Rachel sebenarnya masih hidup. Apa pun alasannya meninggalkan Rachel, jangan pernah membencinya. Karena ia melakukan semua itu demi keselamatan hidup Rachel. Sebab itu Rachel bisa bersikap tetap tenang saat ini. "Siapa nama belakangmu?" Tanya Pak Tua itu. "Willona." Jawab Rachel. "Apa kau tau siapa namaku?" Tanya Pak Tua itu lagi. "Tidak, aku tidak pernah tau siapa namamu." Jawab Rachel. Pak Tua itu menyerahkan sebuah dokumen bukti kelahiran Rachel. Tertulis nama ayah kandung, Willy Horizon yang sama sekali bukan nama ayah yang membes