Adrian mendapatkan lokasi, di mana Aisha membawa Aurora.
"Aku akan jemput Aurora dari sana."
Syahlana mengangguk. "Iya, Mas. Mudah-mudahan, Aurora dalam keadaan baik."
Hari itu, juga, Adrian berangkat ke Serang. Ternyata, Aisha membawa Aurora ke sana. Sungguh tidak disangka memang.
Polisi yang ditugaskan mencari keberadaan Aisha dan Aurora, melacak ponsel Aisha dengan GPS. Bekerja sama dengan polisi siber. Nomor itu akan terlacak, apabila pemiliknya melakukan aktivitas internet.
Polisi bernama Yahya, yang masih rekan baik keluarga Sudiro, memberikan kabar baik ini pada Rosana. "Kami akan segera menemukan cucu Mbak Ros, dan menangkap pelakunya."
"Iya, Mas Yahya! Tangkap aja pelakunya! Hukum seberat-beratnya!" Rosana sangat jengkel, karena tahu, pelakunya adalah Aisha. Hal ini menjadi kesempatan baginya untuk menyingkirkan sang menantu yang tak diinginkan.
"Tenang saja, Mbak Ros. Kami akan pastikan cucu Mbak
Adrian belum bisa menerima keputusan Syahlana. Ketika wanita itu hendak beranjak dari duduknya, ia mencegahnya melangkah lebih jauh. "Tunggu dulu, Lana. Kalau persyaratan Mama seperti itu, dan kamu menolak. Lantas, bagaimana nasib Aisha?" Benarkah pertanyaan ini menandakan Adrian masih peduli pada Aisha? Atau hanyalah cara untuk membuat Syahlana berubah pikiran."Aku akan minya Zivara menangani masalah hukum untuk Aisha. Aku yakin, sesama wanita, Mama juga akan mengerti tentang keputusanku." Begitu jawab Syahlana."Kenapa sih? Apa yang membuat kamu gak mau kembali sama kami? Apakah kamu gak ingin dengar Aurora manggil kamu ibu?""Apa gunanya panggilan ibu untukku, kalau cuma aku yang bahagia, sementara ada orang lain yang menangis pilu meratapi nasib kehidupannya? Allah kasih aku dua anak sekaligus, kurasa bukan untuk menjadikan aku wanita yang tamak. Sudah benar, aku menyerahkan Aurora pada Aisha." Penjelasan macam apa yang keluar dari wanita seperti Syahlana i
Dalam perjalanan pulang dari makan malam itu, anak-anak tertidur di tempatnya masing-masing. Aurora di jok depan, samping Adrian, sedangkan San, di jok belakang, dengan kepala mereka di pangkuan Syahlana."Ee, itu tadi... soal Ilham, benarkah cuma begitu saja hubungan kalian?" tanya Adrian yang masih saja cemburu.Syahlana mendesah. "Aku udah jelasin semuanya. Kamu masih mau dengar yang seperti apa lagi?""Ya, engga, sih. Dia pasti menjaga kalian dengan baik," tandas Adrian."Sejujurnya, ya. Dia menjaga aku dan San sejak pertama kali kami bertemu kembali di Italia kala itu. Saat itu, San masih sangat kecil, dan berada dalam gendonganku." Syahlana menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Ilham tanpa sengaja. "Tapi pada kenyataannya dia memang teman lamaku."Meski sudah dijelaskan, tetap saja, Adrian masih merasa cemburu dan khawatir.Sesaat mereka sama-sama diam. Syahlana membelai kepala San. Adrian fokus menyetir. Kemudian, Syahlana bertany
Adrian mendengar kabar bahagia itu, dari Rosana. "Beneran, Ma? Syahlana udah gak lagi menolak kembali sama kita?" Rasanya hampir tidak percaya. Apalagi mendengar cerita tentang perubahan sikap Aisha. Rasanya seperti mimpi."Bener, Ian. Maka dari itu, Mama ingin kamu menjemput Syahlana dan San, untuk kembali melangkah masuk di rumah kita." Rosana juga terdengar begitu antusias.Memang, Syahlana menganggukkan kepala, menyetujui permintaan Aisha, agar bisa kembali ke keluarga Sudiro. Tetapi, ada hal lain yang menjadi beban pikirannya. Apa yang harus dia katakan kepada San, kenapa mereka tinggal di rumah keluarga itu? San adalah anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Pertanyaan "kenapa" tidak cukup satu kali diutarakan. Lagi pula, secara agama, hubungan Syahlana dan Adrian, bukan lagi suami dan istri.Zivara kembali ke Bandung. Acara tahlilan akan segera berakhir. Sesampainya di Bandung, ia menceritakan yang terjadi di Jaka
Ilham tidak habis pikir. Bagaimana Syahlana dengan begitu mudahnya setuju kembali pada Adrian. Setidaknya itu menurut Ilham. Bahkan anak-anak mereka sudah tahu siapa yang sebenarnya disebut orang tua kandung."Aku udah pikirin semuanya dengan serius, Ham. Tapi jalan ini yang akhirnya kutemukan." Syahlana menjelaskan. "Jadi, gak tepat kalau kamu bilang aku gampang memutuskan semua ini."Sebelum menjelaskan semuanya, Syahlana sudah meminta Gala untuk membawa San bermain di luar."Maksud aku tuh, setelah apa yang keluarga itu lakukan sama kamu, Lana," ungkap Ilham. "Tapi ini belum terlambat, kalau kamu mau berubah pikiran." Ia menatap Syahlana. "Setelah kelar acara tahlilan ayah kamu, ayo, kita balik ke Paris! Bawa San sekalian. Kita lanjutin kehidupan yang menyenangkan di sana. Kamu gak perlu pusing mikirin semua yang di sini."Sebelum ini, sejujurnya Syahlana sangat ingin melakukan apa yang Ilham sarankan. Namun, saat ini, pasti Adrian sudah menjelaskan pa
Dokter Zafran sudah mengizinkan Rosana meninggalkan rumah sakit, dengan syarat wajib control setiap dua minggu sekali. Hari itu, Adrian dan Syahlana, juga si kembar yang menjemputnya. Betapa bahagia hati Rosana melihat keluarga kecil putranya ini. Tampak, Adrian mendorong kursi roda, menuju keluar dari rumah sakit. Di samping mereka berjalanlah Syahlana yang anggun. Sedangkan San dan Aurora berjalan di depan mereka. "Mama seneng deh melihat kalian barengan kayak gini, sebagai keluarga," ungkap Rosana. Ia terus saja memegangi tangan Syahlana. "Kalian jangan lagi berpisah, ya. Kalau terjadi lagi, Mama gak akan mampu menerima situasinya." Syahlana membungkuk, dan bicara kepada mertuanya, "Ma, semua hal ada jalannya. Ada yang bisa kita rencanakan, tapi tetap Tuhan yang memutuskan." "Makanya, rencanakan yang baik-baik aja. Supaya hasilnya gak jauh dari yang baik-baik juga." Permintaan Rosana ini mendapat anggukan dari Syahlana. "Trus, kapan kamu akan tingg
Beberapa hari setelah pengajian, Ilham Bellamy pamit hendak kembali ke Perancis. Alasannya, ia mendapat telepon dari Abiel, kasir toko pastri, toko sedang sangat ramai, beberapa hari ini, menjelang Paris Fashion Week bulan ini, kota fashion dunia itu akan sangat ramai. Bidang kuliner pasti kecipratan.Walau alasan sesungguhnya bukan seperti itu. Ilham tidak mau melihat Syahlana menikah lagi dengan Adrian. Ia tidak akan bisa menahan dirinya.Syahlana tidak bisa menghalangi. Dirinya juga tahu, kalau pas Fashion Week, betapa ramainya toko pastri mereka.Sebulan setelah 40 hari meninggalnya Jamal, Syahlana dan Adrian mempersiapkan acara mbangun nikah. Mbangun nikah adalahdilangsungkannya akadnikahuntuk yang kedua kali oleh pasangan suami istri karena suatu alasan. Alasan tersebutadalah untuk memperindah perkawinan, memperkokoh atau untuk kehati-hatian.Aisha menjadi orang yang paling sibuk mempersiapkan acara tersebut. Me
Suatu malam, Syahlana mendapat telepon dari Abiel, karyawannya di toko pastri di Paris sana. "Sérieusement! Mansour Bellamy a eu un accident de voiture alors qu'il se rendait au magasin la nuit dernière." (Gawat! Tuan Bellamy mengalami kecelakaan mobil saat dalam perjalanan ke toko." "Comment ça va maintenant?" (Trus gimana kondisinya?) tanya Syahlana yang terkejut setengah mati. Abiel menjelaskan, "La blessure est assez grave. Il avait des fractures aux mains et aux pieds. Le problème sérieux n'est pas là, Syahlana." (Cederanya cukup parah. Dia mengalami patah tulang dan kaki. Tapi masalahnya bukan di situ, Syahlana.) "Et alors?" (Lalu apa?) Syahlana bertanya lagi. "Depuis quelques jours, le chef Dior doit se rendre en Allemagne, pour des raisons familiales urgentes.Forcément, nous n'avons pas de chef qui s'occupe des pâtisseries en cuisine." (Dalam beberapa hari ini, Chef Dior harus pergi ke Jerman, karena urusan keluarga yang mendesak.Otomatis, kit
Aisha hanya mengizinkan Aurora yang duduk di depan, menemaninya menyetir. Sedangkan San di jok belakang. Juga, hanya sang anak perempuan yang diajak bicara, sementara anak lelaki diabaikannya. Kenapa begini? Namun anak-anak itu belumlah peka, sehingga tidak terlalu memahami sikap Aisha ini.Di rumah.Rupanya, sudah datang Zivara, sambil membawakan menu makanan dari restoran. Ia terlihat menemani Rosana mengobrol. "Zi ke sini mau ketemu San, Oma. Dia pasti kepingin ikut maman-nya ke Paris. Tapi gak dibolehin.""Iya, Zi. Kamu bener. San minta ikut, tapi gak diajak sama Lana." Rosana membenarkan. "Soalnya kan anak-anak ini harus sekolah.""Nah, makanya itu, Oma. Zi ke sini," kata Zi. "Biar anaknya gak terlalu kecewa."Tidak lama kemudian, Aisha dan anak-anak datang.San sangat senang melihat tantenya datang. "Tante!" Ia menghambur, menghampiri tantenya.Zivara juga senang melihat San yang makin sehat dan ceria