MasukBertemu Cinta lama menjadi calon adik iparnya, Asih merasa dalam dilema. Dulu ia mencintainya, tapi takdir memisahkan mereka. Harga dirinya di dalam rumah keluarga Hardi memang hancur, ia berusaha membalas rasa sakit dengan caranya. Sayangnya, Arif yang memiliki kekuatan dan uang, mengacaukan segalanya. Bahkan pria itu datang sebagai pria yang berbahaya. Arif Raharja ternyata memiliki tujuan sehingga hadir di tengah keluarga Hardi, tentu saja untuk wanita itu, wanita yang berkhianat darinya. Keluarga Hardi, hanya ajang membalas dendam, tapi apa yang terjadi setelahnya?
Lihat lebih banyakKekasih gelap Arif Raharja? Pembantu keluarga Hardi? Apa yang mereka maksudkan? Asih merasa ada yang tak beres. Ia menyabarkan dirinya, tidak tergesa-gesa dalam mengungkap kebenaran ucapan mereka. Setelah semua selesai, beberapa pria keluar mencari angin segar dan bersantai di halaman samping. Secara kebetulan Asih berada di sana dan salah seorang dari mereka mendekati Asih. "Hebat ya, kamu. Pembantu tapi sudah jadi terkenal," sindir pria itu, nada suaranya penuh ejekan. "Apa maksudmu?" Asih mengerutkan kening. "Kau enggak tahu? Nih kalau mau tahu, kamu sudah masuk koran nasional dan menjadi terkenal. Jujur, kalau kamu terawat begitu, kau tak terlihat kalau hanya seorang pembantu." Pria itu menyodorkan selembar koran yang sudah terlipat. Asih menerima koran itu dan membacanya. Matanya membelalak, ia akhirnya mengerti sekarang. Helena telah melancarkan rencananya. "Kalau begitu, apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Asih, suaranya tercekat. "Ah tidak, kami cuma mencari
Helena menelan ludah, mencari kejujuran di sorot mata Arif. Ia mulai sangsi dengan dugaannya sendiri, entah mengapa ia menjadi paranoid setelah melihat foto-foto itu. Namun, jika ia berani membahasnya, bukankah itu justru akan membuat Arif mengingat siapa Asih sebenarnya? Sebentar lagi wanita itu (Asih) harus pergi, tak seharusnya ia merusak segalanya. "Sayang, kau pasti tahu perasaan cintaku padamu," sungutnya, nadanya melunak, ada sedikit keputusasaan di sana. "Aku tentu saja bisa salah paham dengan berita aneh ini." Di hadapan semua orang yang di sana, tidak seharusnya Helena mengungkap kehidupan pribadi calon suaminya. Helena lalu melingkarkan tangannya di lengan Arif dan menatap staf media kesal, "Lain kali, kalau mau menerbitkan berita, tolong konfirmasi dulu dengan benar!" bentaknya. Arif mengangguk pada Helena, lalu menatap tajam ke arah staf media. "Benar, kalian ternyata terlalu berani mengusik reputasiku. Kalian seharusnya menanggung konsekuensi dariku." Saat Arif b
Sesaat Asih terkesima dengan semua sikap Arif, mencoba memahami sisi gelap yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Enam tahun lalu, hanya ada sikap manis dan penuh kasih dari pria ini. Namun, Asih sadar, dirinyalah yang telah membuatnya menjadi seperti ini. "Jadi kau inginkan kematianku? Kau ingin aku merasakan apa yang kau alami?" tanya Asih lirih, masih diliputi ketakutan. "Aku bersalah, tapi rumah ini tidaklah bersalah padamu, Arif?" Kedua mata Arif memerah, ada luka yang tengah menyala di sana. Namun, melihat Asih seolah menyerah begitu saja justru membuatnya kesal. "Apa kau sanggup menanggung konsekuensinya?" tanyanya balik, dengan nada mengancam. "Apa yang kau inginkan?" Asih balik bertanya. Tiba-tiba, dari saku pria itu terdengar dering ponsel, memecah ketegangan di antara mereka. Arif mengangkat panggilan itu. "Pak, ada berita buruk," sebuah suara dari seberang membuat Arif mengerutkan dahinya. "Berita buruk apa maksudmu?" Arif menjauh, melangkah meninggalkan Asih
"Asih, apakah kau akan menyerah sekarang? Sepertinya takdir tidak berpihak padamu," suara tajam itu, yang hanya menggema di benaknya, mencekiknya. Dada Asih terasa sesak. Ia merasa seperti mempertaruhkan segalanya, menjual satu-satunya peninggalan berharga demi martabat dirinya, namun kini ia malah terhempas begitu saja. Apalagi yang bisa diharapkan? Asih menepuk dadanya kuat-kuat, berusaha mengumpulkan akal sehat yang tersisa untuk menegakkan tubuhnya. Ya, hanya dengan akal sehat, semua ini akan teratasi. "Aku tidak akan menyerah, Arif. Kalau perlu, kau harus hancur bersama mereka," bisik Asih, suaranya bergetar menahan gejolak amarah dan kepedihan yang membuatnya tak kuasa menahan air mata. Perlahan, butiran bening itu meluncur membasahi pipinya. Dengan tekad yang membara di balik tangisnya, Asih tetap berkehendak untuk mengambil gambar setiap detail rumah. Kecuali satu sudut: tempat dulu ia selalu bertemu Arif. Ya, entah mengapa, kini ia membenci setiap kenangan di sana, memb


















Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.