LOGINAlex merendahkan suaranya, nadanya menjadi lebih serius. "Bu, semua itu sudah berlalu. Tolong jangan mengungkitnya lagi di depan Stella.""Mana mungkin Ibu berani mengungkitnya? Stella pasti akan mulai berdebat dengan Ibu begitu Ibu menyebut soal itu!"Rina mendengkus, nada bicaranya terdengar jengkel. "Pada akhirnya, Ibu-lah orang jahatnya. Tapi, Ibu hanya punya satu anak perempuan. Bagaimana mungkin Ibu tega menyakitinya? Waktu Stella terbaring di ICU dan nyawanya berada di ujung tanduk, Ibu berkonsultasi dengan seorang peramal. Peramal itu mengatakan bahwa peruntungan Vanesa terlalu buruk, dia itu orang yang nggak beruntung dan Stella terlibat karenanya. Ibu bukannya menyalahkan Vanesa, tapi Ibu takut padanya tahu? Alex, kamu tahu kalau hanya segelintir orang terdekat Vanesa yang bisa hidup bahagia. Bukannya mantan suaminya juga tiba-tiba meninggal dalam kecelakaan tahun lalu?""Ibu!" sela Alex yang tidak tahan lagi. "Steven masih hidup dan sehat. Semua itu hanya kesalahpahaman. Tap
Stella merasa dipersalahkan dan bingung ….Apa dia seburuk itu?Apa dia benar-benar salah?Delvin yang berada dalam gendongan Stella terus menangis hingga tertidur. Matanya terpejam, tetapi mulut mungilnya terbuka karena masih mencari susu ibunya ....Stella pun memanfaatkan kesempatan itu untuk memasukkan ujung botol susu ke mulut putranya.Delvin merasa sangat lelah dan lapar, jadi dia mengisap botol susu dan meminum susu dengan rakus.Stella mengerjapkan matanya, dia merasa sangat senang!Berhasil!Delvin akhirnya mau minum susu formula!Delvin benar-benar mengantuk dan lelah, susu formula sebanyak 200 mL itu habis dia tenggak.Delvin bersendawa dan mendecakkan bibirnya beberapa kali, lalu tertidur dengan puas.Hati Stella akhirnya terasa tenang.Dia mencium putranya dan membaringkannya di tempat tidur, lalu meletakkan bantal di tepi tempat tidur untuk mencegah Delvin berguling sebelum masuk ke kamar mandi.Stella menyeka wajah dan tangan putranya dengan handuk hangat, lalu menggant
Vanesa mengangguk. "Tolong beri tahu Dokter Alex kalau Stella selalu nggak bisa berpikir jernih setelah minum, jadi nggak usah memasukkan kata-kata Stella ke dalam hati.""Oke." Steven mendorong pintu dan masuk.Di ruang multimedia, pasangan yang dulunya penuh cinta dan manis itu kini bertengkar hebat.Stella duduk di sofa sambil menutupi wajahnya dengan tangan dan menangis.Alex berdiri sambil berkacak pinggang, ekspresinya terlihat begitu muram. Dadanya sampai terasa sesak saking marahnya.Tidak ada pemenang dalam argumen ini.Mereka pernah saling mencintai, tetapi sekarang mereka malah menyakiti satu sama lain dengan kata-kata yang paling tajam dan menyakitkan.Pecahan beling berserakan di atas lantai dan bau alkohol tercium di udara.Pintu ruangan terbuka dan dari luar terdengarlah tangisan menyayat hati seorang anak kecil.Suara itu menyadarkan Alex dan Stella yang semula diliputi amarah."Nona Stella habis minum, jadi bicaranya melantur. Lebih baik kamu jangan terlalu menyahutiny
Pada akhirnya, Vanesa terpaksa menerima hadiah itu.Steven berdiri di samping sambil memperhatikan mereka berdua, seberkas rasa kesepian terlintas dalam pandangannya.Emran sering berkunjung beberapa hari terakhir ini. Padahal Emran tahu Vanesa sedang sakit, tetapi pria itu tidak terlihat terlalu ambil pusing.Emran sangat peka. Pria itu tahu bagaimana bersikap dengan benar. Vanesa lebih sering tersenyum saat bersama Emran.Steven jadi merasa agak frustrasi. Dia tidak sepeka Emran, dia tidak tahu bagaimana cara mengatakan hal-hal baik. Bahkan saat hanya berduaan dengan Vanesa, mereka kebanyakan hanya diam....Vanesa mempersilakan Emran untuk duduk.Emran kemudian duduk di sebelah Vanesa dengan sangat natural.Vanesa pun memandang Alex. "Stella habis minum sedikit, dia tertidur di sofa ruang multimedia."Alex sedikit mengernyit, lalu berdiri dan berkata, "Aku akan pergi melihatnya."Begitu Alex pergi, Delvin malah mendadak menangis.Bella sontak berseru dengan panik, "Gawat, Adik mena
Stella sontak mendongak, matanya tampak berbinar. "Apa maksudmu?"Vanesa mengangkat alisnya. "Kita ini saudara, tentu aku akan memberimu jalan pintas."Stella ragu sejenak. "Benarkah?""Masa aku bohong?" sahut Vanesa. "Kamu bisa mengulang jurusan fotografi di universitas. Asal kamu mau, Alex pasti akan membantumu. Dibandingkan kuliah di luar negeri, dia pasti akan berpikiran lebih baik kamu tetap di Kota Amari dan mengulang jurusanmu. Lalu, kamu bisa bekerja paruh waktu di perusahaan saat lagi nggak kuliah. Aku akan mencarikan dosen fotografi senior untuk membimbingmu. Bagaimana menurutmu?""Menurutku ini hebat!" Stella bergegas menghampiri dan memeluk Vanesa. "Vanesa, aku mencintaimu. Sungguh, kamu adalah saudari kesayanganku di dunia ini!"Vanesa tertawa kecil.Mental Stella sebenarnya masih anak-anak. Jika berunding dengannya dengan cara baik-baik, dia akan mendengarkan nasihat yang diberikan....Di taman belakang, Alfredo dan Bella sedang bermain dengan Delvin yang akan merayakan
Mahkota itu sengaja Steven buat untuk Bella. Ukurannya kecil, terbuat dari batu bata asli dan harganya mencapai miliaran.Bella duduk di pangkuan ayahnya sambil menunjuk gelas jus dengan jari mungilnya. "Ayah, aku mau minum jus!"Steven mendekatkan jus ke bibir Bella dan berujar mengingatkan dengan lembut, "Minum sedikit dulu ya. Ibu bilang harus makan dulu, baru boleh minum segelas penuh setelah selesai makan.""Aku tahu!"Bella menyesap jusnya dan berkata, "Ayah, aku mau daging itu."Steven selalu tanggap terhadap permintaan Bella dan mengurus putrinya dengan sangat telaten.Sementara yang lain harus berusaha untuk tidak menegur Bella saat melihat anak perempuan itu terus berusaha bersikap manis.Anak itu sekarang hampir berusia lima tahun dan sudah lumayan pintar makan. Setiap kali makan, Bella pasti makan sendiri, duduk di kursi makannya dan menikmati makanannya. Mana pernah dia butuh seseorang untuk melayaninya seperti ini?Lalu, suara anak-anak yang manja itu! Jake, si ayah yang







