Share

Pencuri

Lianne menyusuri gang-gang sempit diwilayah kumuh itu. Dia bertanya kepada beberapa orang yang dilewatinya dan menunjukkan foto Alfaro berharap segera menemukan rumahnya. 

Cukup jauh Lianne berjalan hingga akhirnya sampai di sebuah kanal yang besar. Menurut informasi rumahnya berada disekitar kanal tepat di sisi jembatan. Lianne melihat disebrang sana banyak berkumpul beberapa pemuda. Lianne berjalan dan mendekatinya. Tempat itu lebih mirip dengan sebuah bengkel.

"Maaf, boleh saya bertanya sesuatu?" Lianne menyapa seseorang disitu.

"Silahkan adek manis, siapa tahu saya bisa bantu," cowok itu menyambut Lianne setengah meledek.

"Saya ingin bertemu dengan Om ini!" Lianne menunjukkan foto Alfaro. Cowok itupun tersenyum mengerti .

"Alfaro?"

"Iya betul. Alfaro. Apakah disini tempat tinggalnya?"

"Betul. Tetapi itu sudah sebulan yang lalu dia terakhir disini." wajah Lianne tampak kecewa.

"Lalu dimana saya bisa menemuinya?" 

"Sebentar saya coba menghubunginya. Silahkan duduk dulu di dalam!" diapun menunjukkan bangku yang bisa diduduki Lianne.

Terdengar pembicaraan mereka di telefon.

"Hai Alfaro, elu gak bilang punya cewek anak SMA. Emang elu apain kok dia nyariin elu sampe kesini."

Lianne tak mendengar jelas jawaban Alfaro.Candaan teman Alfaro ini membuatnya merinding. Mata Lianne mengitari bengkel yang kotor itu. Semua tampak berantakan. Beberapa cowok sedang sibuk mengutak-atik mesin motor sambil sesekali melirik Lianne dan tertawa-tawa. Lianne sangat tidak nyaman dengan sikap mereka.

"Saya Firman" cowok tadi mengulurkan tangannya. Lianne menyambutnya meskipun agak risih. "Lianne,"

"Alfaro akan sampai dalam 30 menit. Santai saja. Oh ya, sudah berapa lama mengenal Alfaro?" Pertanyaan itu membuat Lianne gugup. 

"Ehmmm, anu...saya belum pernah bertemu dengan Om Alfaro."

Firman tertawa karena Lianne memanggil Alfaro Om. 

"Sangat lucu karena Alfaro kau panggil Om. Dia itu masih bocah juga. Umurnya mungkin cuma beda 3 tahun darimu," jelas Firman.

"Ohhh. Maaf." Lianne ingat dengan video rekaman yang dikirim Kenzo untuknya. Untuk ukuran remaja 20 tahun adegan itu terlalu dewasa bukan? Seorang wanita memeluk dan menciumnya di hadapan umum seperti itu.

Firman menyuguhkan minuman kaleng di hadapan Lianne. Syukurlah mereka tidak menghidang teh buatan mereka. Lianne melihat pojok tempat mereka meletakkan alat makan.Tempat itu sangat kotor dan Lianne tak membayangkan harus meminum dari gelas-gelas yang berantakan dari sana.

"Maaf karena tempatnya berantakan, maklum ini bengkel jadi tidak sempat untuk membereskan ruangan."  Lianne cukup senang karena Firman ternyata cukup ramah dan sopan. Tadinya Lianne agak takut karena pakaian yang dikenakan Firman yang belepotan dengan oli.

Sudah 30 menit lebih Lianne menunggu, tapi Alfaro tak juga nongol. Lianne berdiri dan mencari Firman yang sibuk dengan aktivitas bengkelnya. Dia bermaksud untuk pamit.

Seseorang dalam datang dengan motor bersuara berisik. Dibelakangnya seorang wanita dengan rambut tergerai. Tahulah Lianne mereka adalah Alfaro dan cewek yang mencium Alfaro ditempat umum itu.

Alfaro turun dan membuka helmnya. Menyapa teman temannya. Firman mendekati Alfaro karena seakan mengabaikan Lianne.

"Siapa itu?" tanya Alfaro mengisyaratkan Lianne. Firman mengangkat bahunya tanda tak tahu."Dia mencarimu." Alfaro lebih heran.

"Ada apa dek?" Alfaro menyapa Lianne.

Ditanya begitu Lianne agak canggung. Langkah Alfaro mendekatinya. Menatap dengan mata tajam tapi lembut. Ini adalah pencuri itu? Lianne seakan tak percaya. Tapi bukti sudah cukup. Lianne balik melihat kearah Alfaro.

"Tapi saya perlu berbicara empat mata," pelan Lianne.

Firman dan seorang cewek yang bersama Arfaro bersitatap.

"Baiklaht," kata Alfaro tenang dan menunjukkan sebuah tempat disudut ruangan. 

"Katakan!" segera Alfaro menuntut penjelasan Lianne. Lianne mengeluarkan smartphone dari dalam tas sekolah nya dan menunjukkan foto selfie bersama Bety di dalam bus.

"Saya kehilangan iPhone di dalam bus, dan waktu itu hanya ada kamu di sana. Ini bukti kalau cuma kamu yang disana,"

"Hah, jadi aku mencuri iPhone milikmu?" Alfaro tertawa getir. Lianne hanya menatap menunggu jawaban Alfaro lebih lanjut. "Yang benar saja..." Alfaro tetap melihat tampilan foto itu.

"Saya mengerti kamu gak akan ngaku. Tak apa kalau memang mau iPhone itu. Tapi tolong kembalikan memori yang ada didalamnya. Karena itu sangat penting untukku,"

"Mengaku ? Apa yang harus saya akui?!" mata itu lebih tajam. Lianne merinding. Apakah dia benar tidak melakukannya? Mana ada maling ngaku bukan? Yang ada maling teriak maling!

"Hei anak kecil. Lain kali kalau emang kehilangan jangan asal tuduh ya!" Alfaro membentak Lianne sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Lianne membuat Lianne mundur beberapa langkah. Alfaro nampak geram dan marah. Sumpah serapah keluar dari mulutnya. 

Lianne pulang dengan perasaan kecewa, kembali menyusuri jalan sempit dan kumuh. Sementara Alfaro melalui Lianne dengan kecepatan tinggi dengan motornya yang bising itu. Lianne mendekap telinganya.

" Berisik !!" Teriak Lianne.

Menurutnya Alfaro sangatlah norak.

Lianne tak berharap banyak. Dia sudah menganggap kejadian itu berlalu dan iPhone itu sudah raib tanpa jejak. Dalam hati Lianne sangat takut karena Alfaro lebih mirip dengan berandalan. Lianne tak mau berurusan dengan orang sejenis Alfaro.

Hari ini Lianne pulang sendirian karena Bety dan Kenzo karena mereka ada acara berduaan. Lianne keluar dari gerbang sekolah. Tampak beberapa anak perempuan satu sekolahnya sedang bergerombol diwarung depan sekolah. Tampak juga beberapa anak dengan tampilan serampangan sedang asik mengobrol dengan mereka. Langkah Lianne akan melewati rombongan itu. Dengan santai Lianne melihat satu persatu mereka.

Mata Lianne menangkap sosok Alfaro disana. 

Apa yang dilakukannya disini? Apakah dia masih mengenaliku? Ah semoga tidak!

Meskipun agak deg degan Lianne melewati dengan cuek. Tapi Lianne dikejutkan karena tiba-tiba air mengguyur tepat di seragam sekolahnya. Lianne berbalik dengan wajah marah ke arah mereka. Dan sosok yang dikenalnya itu melangkah dengan sombongnya ke arah Lianne.

"Hei bocah, kenapa kamu gak minta maaf karena menuduh aku pencuri?" tatapan Alfaro mengintimidasi. Lianne benar benar tak mau memperpanjang masalah ini.

"Maaf," katanya singkat sambil membungkukkan tubuhnya. Dan mengambil langkah untuk pergi. Tapi baru selangkah Alfaro sudah menarik tangan Lianne. Lianne mendelik.

"Cuma begitu?"

"Lalu?" Lianne mengangkat dagunya, dia merasa Alfaro berlebihan.

"Minta maaflah dengan tulus!"

" Mohon maaf tuan Alfaro! Tapi... gimana dengan bajuku yang udah basah? Bukankah itu lebih dari cukup?!" Lianne gak terima.

Alfaro tertawa menyeringai. 

"Tahu gak, seumur hidupku baru ini aku dituduh pencuri dan itu membuat aku sangat kesal!" hardiknya.

Lianne gak tahu harus berkata apa, tapi dia benar-benar ingin  urusannya selesai dengan Alfaro. Dia melangkah menjauhi Alfaro dengan langkah mundur.

"Oke, maafkan aku!  Anggap saja itu gak pernah ada!"

Alfaro membiarkan Lianne pergi. Meskipun ia masih kesal.

Bagi Lianne  ituTitu sudah dianggap selesa, tetapi Lianne masih melihat  sorot dendam di mata Alfaro. Lianne hanya pasrah. Dia berdoa agar tidak pernah dipertemukan lagi dengan Alfaro. Sebenarnya itu membuatnya menyesal mendatangi Alfaro. Tapi semuanya sudah terlanjur. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status