Kami masih menikmati suasana di dalam café bahkan setelah semua makanan dan minuman yang dihidangkan untuk kami telah sepenuhnya habis. Tapi itu tidak membuat kami mendapatkan masalah dari pemilik cafe karena café ini tergolong cukup sepi , mungkin juga karena baru saja dibuka. Setelah menyelesaikan urusan pekerjaannya Brian datang menghampiri kami bertiga. Brian sangat tinggi dan cukup tampan dengan rahang yang terlihat begitu kokoh , rambut hitam rapi dan kulit yang sehat dan bersih. Gen keluarga besar Karin memang tidak main-main , mereka seperti hidup di dunia yang berbeda , aku merasa seperti lalat yang berhadapan dengan 2 kupu-kupu yang begitu cantik.
“jadi kamu serius mau terus jadi pembuat kue.” Tanya Karin pada brian yang sekarang duduk disampingnya
“Iya begitulah , aku ingin belajar lebih dalam lagi sekarang , sam
Hari ini pun ibu memarahiku , seakan apapun yang kulakukan selalu salah dimatanya. Karena berlari keluar rumah sambil menangis tanpa sadar kini aku sudah ada di taman , untung saja taman ini begitu sepi jadi aku bisa menghabiskan waktu disini sendirian ‘dengan tenang’ pikirku. Tempat ini begitu tenang dan sejuk karena banyak pohon-pohon dengan ukuran besar yang seolah menjadi pagar pembatas antara taman dan jalan lebar di depannya. Aku mengayunkan tubuhku naik turun di sebuah ayunan sambil menatap langit , haruskah aku pergi ketempat ayah tapi sebenarnya datang ke tempat asing juga menakutkan buatku , aku juga tidak ingin meninggalkan ibu disini sendirian. Ketika sedang sibuk dengan pikiranku sendiri , lewat sudut mata aku melihat seorang anak lelaki yang usianya sepertinya tidak jauh berbeda denganku. Kuperhatikan dari kejauhan dia terlihat begitu murung , berjalan sambil tertunduk lesu sepertinya dia mulai menyadari jika aku terus saja memperhatikan
Senin pagi yang dingin di bulan Juni , sebenarnya bukankah ini sudah memasuki musim kemarau tapi kenapa sampai sekarang aku harus berangkat ke sekolah dengan membawa payung , benar-benar pagi yang melelahkan. Tapi meskipun hujan dan mendung petang aku tetap berangkat 30 menit lebih awal hari ini , tahu kenapa ? karena aku akan bertemu kakak kelas yang selama sebulan ini lagi PDKT denganku. Hujan yang turun pagi ini terasa sangat menyejukkan bagiku , bahkan cipratan genangan air kotor dari pengendara motor sialan pun tak cukup untuk memancing emosi ku pagi ini , awan mendung gelap bagaikan pelangi yang berwarna – warni di mataku , semua kesialan ini tidak berarti bagiku dibandingkan pertemuan dengan kakak kelas kesayangan , apakah ini yang orang-orang bilang adalah perasaan cinta. Entahlah, aku bahkan masih kelas 1 SMA , masih berusia 15 tahun , tahu apa aku tentang cinta dan sebagainya.
“Ketua kelas! Aya , Ayana Puspitarani” Teriak seseorang di ujung kelas menyadarkanku dari lamunan indah. “Ya, iya bu” jawabku bingung karena ketahuan sedang melamun saat jam pelajaran “Tolong bantu kumpulkan tugas teman-teman sekelas dan bawa ke ruang guru” kata bu guru Indah sambil tersenyum “baik bu,” jawabku sambil mengangguk, Bu Indah adalah guru bahasa Indonesia sekaligus wali kelas kami, kelas 1-7 , meskipun sudah menjadi seorang ibu beliau masih cantik dan terlihat muda, salah satu guru yang aku kagumi. “kamu kenapa sih ?” kata seorang cewek di depanku sambil menengok ke arahku waktu Bu Indah sudah berjalan meninggalkan kelas “sering banget ngelamun sekarang” cecarnya padaku “dia lagi laper” jawab cowok di samping
Pertanyaan Karin tentang pertemanan kami memang benar-benar membuatku kaget, karena kuakui terkadang aku juga ragu apakah kami memang sedekat itu hingga bisa dikatakan sebagai teman atau bahkan sahabat. “Apa maksudmu , kenapa kamu sampai berpikir seperti itu ?” jawabku sambil menoleh dan menatap lurus ke arahnya. “Aku merasa sepertinya yang kita lakukan bersama selama ini tidak ada artinya bagimu.” Katanya lagi masih sambil menatap lurus kedepan “Apa aku harus melihatnya sendiri agar tahu kalau kamu lagi dekat dengan seseorang seperti sekarang , apa begitu susahnya buat kamu untuk menceritakan kepada kami.” “Bukan begitu , hanya saja …” kataku sambil menatap kebawah dan bingung harus menjawab seperti apa agar tidak makin menyinggung perasaan nya
Ini benar-benar membuat ku gila , entah berapa lama aku tertidur dan kenapa ibu tidak membangunkan aku sih. Aku langsung berlari ke kamar mandi , membasuh muka dan menyiram tubuhku seadanya lalu berpakaian seadanya pula. Aku berlari turun ke ruang makan sambil berteriak “Bu, Kenapa nggak bangunin aku sih” Ibu yang lagi berada di dapur tetap fokus dengan kesibukannya tanpa menengok sedikitpun “Kamu mengunci pintu kamarmu, ketukan kencang di pintu seribu kali pun nggak akan bisa membangunkan mu.” Jawab ibu membela diri “Aku telat nih berangkat kursus nya.” Jawabku menggerutu “Sana minta antar kakakmu , mumpung dia barusan datang.” Ibu benar-benar seperti cenayang , karena benar aj
Karena sudah hampir jam 6 malam , langit pun hanya menyisakan sedikit cahaya matahari , Lendra langsung menuju ke arah motor nya yang terparkir rapi di samping motor kakak ku , setelah mengenakan helm dia mulai menyalakan motornya dan tanpa di komando , aku pun langsung memasang helm ku lalu naik ke motor nya. Mungkin karena dia terburu-buru menarik gas di sepeda motor nya sebab ketika kita mulai berjalan aku kaget hingga tanpa bisa kutolak tubuhku terdorong ke depan sehingga membuat kedua tanganku tanpa sadar memeluk pinggangnya , meskipun agak canggung aku benar-benar tidak berani melepaskan pelukan ku karena takut terjatuh. Beruntung aku tidak terlambat hari ini, gedung tempat kursus ku memang tidak begitu jauh dari rumah tapi juga tidak dekat, bisa dibilang jarak yang nanggung , jika harus naik
Karena kesiangan, pagi ini aku gagal bertemu dengan kak Bima , beberapa ini keadaan cukup tenang entah kenapa Sabrina juga tidak pernah lagi bertanya-tanya lagi tentang orang yang dekat dengan ku. Hanya saja setiap kita makan siang bersama atau lagi ngobrol bersama sebisa mungkin aku tidak melihat handphone untuk membalas chat dengan kak Bima karena jika begitu , mereka pasti akan ricuh lagi. Aku juga sudah menceritakan ke kak Bima tentang bagaimana penasarannya teman-teman ku padanya , dia hanya tertawa dan menawarkan akan mentraktir kami suatu saat nanti. Kak Bima benar-benar baik, bagaimana dia bisa terpikir akan mentraktir kami , hati ku selalu senang dan tanpa sadar mulutku mengambang menjadi sebuah senyuman ketika memikirkannya. “lagi-lagi kamu melamun sambil tersenyum sendiri.” Kata Sabrina menyadarkanku “segitu bahagianya ya.” Katanya lagi sambil menaruh nampan berisi
Berbelanja bersama mereka memang selalu menyenangkan, sepulang sekolah sekitar jam 6 sore kami janjian bertemu di department store terdekat. Setelah berkeliling dengan beberapa kericuhan seperti biasanya akhirnya kami sepakan menentukan pakaian apa yang cocok untuk ku kenakan besok. Baju terusan sepanjang lutut berwarna merah muda dan putih , dengan lengan yang memperlihatkan sedikit bahu jika dikenakan , menurut mereka aku akan terlihat manis memakainya. Sekarang kami sedang duduk di sebuah café di pinggir jalan , sepertinya café ini memang cukup populer karena instagramable dan karena ini hari jum’at malam suasana di café pun sedikit lebih rame dari biasanya kurasa. Karena kami bertiga jadi kami memilih untuk duduk di meja dengan 4 kursi saling berhadapan, sebenar nya Sabrina