Home / Romansa / Cinta Sang Bodyguard / 02. Mahalo, Marco Fox

Share

02. Mahalo, Marco Fox

Author: Tabina Carra
last update Last Updated: 2021-01-18 01:29:39

***

Isa merasa strateginya akan berhasil dengan lancar. Ia sudah menyusun skenario untuk mengelabui Jett dan dua pengawal lain.

Tok! Tok! Tok! Sepatu hak tingginya menderap lantai bandara dengan percaya diri. Andaikata, mitra kerjanya tahu bahwa sesungguhnya ia adalah satu-satunya pewaris Kartel Rivera. Sebagian besar dari mereka mungkin akan memutus kontrak dan tidak menggunakan jasa fotografinya di masa depan.

Lagipula orang tua mana yang sudi membiarkan anak balitanya dipotret oleh orang dengan latar belakang keluarga seperti Isa? 

Alasan ini pula yang membuat Isa merahasiakan jati diri dan nama keluarga Ayahnya. Sejak kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan, Isa hanya mengenakan nama belakang keluarga ibunya. 

Menurut Teresa, keselamatan jiwanya akan lebih terlindungi jika ia menyembunyikan nama Rivera untuk sementara. Jika saatnya tiba, Tesh sendiri yang akan menyerahkan singgasana kepemimpinannya pada Isa.

Isa memutus ingatan masa lalu dan kembali pada masa kini. Satu hal pasti, ia harus bisa meloloskan diri dari tiga serdadu yang sedang mengawalnya dari belakang.

Strategi kaburnya akan dimulai saat ini.

Dengan gerakan mendadak, Isa menghentikan langkahnya. Jett hampir menabrak dari arah belakang.

"Ada apa lagi, Nona?" Jett berkata dengan kesabaran penuh.

"Jett, aku harus ke kamar mandi. Tidak bisa kutahan." Isa sedang bermain peran dan menunjuk arah pintu toilet perempuan.

"Baik, mari saya antar sampai kedepan pintu, Nona."

"Tidak perlu, Jett. Aku bisa sendiri."

"Kami hanya menjalankan perintah." Jett berkeras.

Isa tidak berkutik dan mengumpat pelan, "Sialan!”.

***

Isa masuk ke dalam toilet. Lima menit pertama, ia berdiri di depan wastafel sambil merapikan rambut dan riasan. Tidak ada siapapun di dalam toilet yang dapat dimintai tolong. Hingga salah satu pintu terbuka dan perempuan paruh baya keluar. Ia mencuci tangan dan tersenyum ramah pada Isa.

Aha! Seolah lampu ide mengetuk kepalanya yang bebal, Isa menunggu wanita itu selesai dengan urusannya dan segera menghampiri.

***

Isa menunggu lima menit setelah wanita paruh baya yang dimintai tolong olehnya keluar lebih dulu. Gadis itu mendongakkan kepala dan mengintip dari pintu masuk. Memeriksa situasi di balik pintu toilet perempuan.

Yes! Idenya memang jenius!

Kedua anak buah Jett masing-masing memapah wanita paruh baya itu. Entah, drama apa yang dimainkan olehnya sampai-sampai keduanya pria tegap tersebut terlihat prihatin dan melupakan tugas jaga mereka di depan pintu toilet. Wanita itu menjatuhkan tas tangannya, Jett terlihat enggan tapi tetap bergerak untuk mengambilnya. Keempatnya menuju salah satu kursi panjang di lorong.

Argh! Sekarang waktunya ia beraksi, begitu pikir Isa.

Dengan tetap siaga, Isa menyelinap keluar dari toilet. Gadis itu mengambil arah berlawanan, meski itu artinya ia harus memutar menuju gate pesawatnya nanti.

Duk! Isa menghentikan langkah sambil tetap memperhatikan Jett dan kedua anak buahnya yang masih sibuk oleh drama wanita paruh baya.

Gadis itu sempat terhuyung ke depan. Sepasang tangan besar menangkap pinggangnya. Isa tidak nyaman tapi tidak melakukan perlawanan hingga tangan itu menariknya berdiri.

Salah satu tangan Isa menahan dada bidang pemilik sepasang lengan kokoh itu. Ia dapat merasakan kekokohannya meski terbalut setelan gelap Armani.

"Ada tempat yang harus kau tuju, Miss Reyes?" Suara tegas maskulin menggema menyapa telinganya.

Ya Tuhan, siapa lagi ini.

***

Isa mendongak dan mencari sepasang mata pemilik suara bariton yang menggelitik rasa ingin tahunya. Kedua telapak tangannya masih menahan si dada bidang.

Maniknya berhasil menangkap raut tampan lelaki yang usianya mungkin pertengahan tiga puluh. Matang. 

Kerongkongan Isa mendadak kering dan lidahnya kelu. Ia dapat merasakan ujung bibirnya seolah ditarik dan membentuk seulas senyum. Berusaha menahan diri mati-matian untuk tidak menunjukkan ketertarikan dan rasa penasaran.

Rambut hitam bergelombang seakan mengundang Isa untuk menyurainya dengan jari. Berani taruhan, si tampan ini akan memberi banyak hal menyenangkan dalam beberapa adegan potongan imajinasi liarnya.

Pandangannya lalu turun tepat di bawah hidung. Menatap bibirnya yang juga menggoda. Isa menatap balik sepasang mata yang kini sedang menawannya. Ada kesan mendalam yang telah menyapa relung hatinya. Membayangkannya saja sudah membuat Isa meleleh.

Perasaan apa ini? Isa bertanya pada dirinya sendiri.

"Nona Reyes." Jett memotong imajinasinya dan sudah berada diantara mereka berdua.

"Jett." Lelaki di depannya bersuara.

"Marco."

Oh, jadi nama lelaki ini Marco. Isa mengalihkan pandangan dan memandang wanita paruh baya yang berjalan melewatinya dengan segar bugar dan mengedipkan sebelah matanya. Sambil mengucap kata "I’m sorry!" dari mulutnya tanpa mengeluarkan bersuara.

Mungkin wanita paruh baya itu sudah membongkar rencana jeniusnya pada Jett dan dua pengawal lain.

Ketika ia mengulur waktunya di kamar mandi, Isa meminta bantuan perempuan tua itu. Dengan sedikit bumbu dramatis, ia mengatakan bahwa nyawanya saat itu terancam karena ada tiga pria berjas hitam yang sedang menunggunya di depan toilet. Ketiga pria itu berniat menculiknya. Ha!

Kemudian wanita itu berinisiatif membantu dengan mengalihkan perhatian tiga men in black, memberi kesempatan pada Isa untuk menyelinap kabur dan menyelamatkan diri. Nahas, nasibnya masih belum beruntung karena men in black terakhir muncul dihadapannya.

Rencana terakhir gagal total! Isa masih memutar otak dan mencari cara lain agar lolos dari kepungan para pengawal bayaran ini.

"Miss Reyes, saya Marco Fox. Anda harus segera pulang ke Dallas, silakan ikuti kami!" jelas Marco sambil menyentuh lengannya.

Isa langsung merasa disetrum. Dress selutut berwarna hitam tanpa lengan yang dikenakannya hari ini menjadi penghantar listrik keduanya. Isa tidak berniat menepikan tangan Marco. Ia hanya memandangnya penuh berani sambil menahan batuk tertahan.

Ehem!

"Maaf, Miss Reyes." Marco melepaskan pegangannya pada lengan Isa dan melanjutkan, "Mari ikuti saya." Marco memberi jalan agar ia jalan lebih dulu.

Isa menolak bergerak. "Tidak. Aku akan tetap naik pesawat. Silahkan langsung sampaikan pesan pada Nyonya Rivera. Katakan padanya, aku baru akan pulang dalam dua minggu."

"Tidak bisa, Miss Reyes. Anda harus ikut kami."

"Silakan paksa aku, kalau kau memang bernyali." Isa menantang Marco.

Tanpa diminta dua kali, Marco langsung menggendongnya dengan gaya bridal style.

Menolak pesona lelaki yang-memang-diakui-cukup-tampan itu, Isa menurunkan tubuhnya dengan paksa.

Beberapa pasang mata mulai memperhatikan ketika Isa mencoba melepaskan diri dari gendongan Marco.

Ketika menjejakkan sepasang heels miliknya ke lantai, Isa hampir jatuh tergelincir. Dengan kekuatan cahaya, dengan tangkas Marco menangkap pinggangnya kembali dan menariknya lebih dekat.

Isa merasa wajahnya mulai hangat dan bersemu merah. Mungkin karena malu. Rasanya ingin mendorong Marco untuk menjauh ke ujung lorong. Ia tidak bisa, ada tiga pasang mata lain yang sekarang berjaga membelakanginya.

Tatapan Marco juga sama sekali tidak meringankan tugasnya, tubuhnya seakan memancarkan sesuatu yang kuat.

Hingga pada akhirnya, Marco membuka suara duluan.

"Maafkan jika saya harus bersikap agak kasar, Miss Reyes. Mengingat, waktu kita terbatas. Saya akan melakukan cara terakhir."

Marco berdeham dan tanpa aba-aba mengangkat kembali Isa seperti karung beras. Pria itu memberikan komando pada Jett dan kedua anak buahnya yang lain untuk membuka jalan duluan. Memberi isyarat agar mereka mengalihkan perhatian petugas security yang berjaga di pintu keluar.

"Lepaskan aku! Aku ingin turun!" teriak Isa sambil memukul-mukul pundak Marco.

Pukulan yang dilayangkan Isa malah membuat Marco menegang. Hal yang sama juga dirasakannya ketika memandang Isa untuk pertama kali ketika mereka hampir bertabrakan.

Marco berusaha mengatur nafas.

Jantungnya berdentum kencang. Dada gadis itu menekan bahunya. Pinggang mungil dan bagian belakang yang dimilikinya seolah menyeimbangkan seluruh bagian tubuh Tuan Putri yang saat ini sedang diangkat olehnya. Hanya satu kata yang bisa ia gambarkan tentang fisik gadis ini, she is perfect!

Belum lagi bawahan dress yang terangkat sedikit karena gendongannya memperlihatkan betis yang mulus dan tanpa cela.

Marco tahu situasi ini tidak etis. Tapi, Tuan Putri ini harus diselamatkan begitu titah sabda pandita Ratu. Nyawanya berada dalam mara bahaya. Setidaknya, selama masih dalam pengawasannya, Tuan Putri akan aman dan selamat.

"Turunkan aku!"

Isa bergerak ke segala arah. Mencoba melepaskan diri. Marco tidak percaya pada perempuan muda ini. Tiga anak buahnya sudah diperdayai.

Marco akan melakukan hal terakhir yang akan membuatnya diam dan taruhan mungkin bukan hanya dirinya yang juga menikmatinya.

Setidaknya aku sudah mencoba, kalau Tuan Putri marah akan kuhadapi nanti, Marco menimbang.

Tidak perlu banyak berpikir, mari lakukan saja, Bung!

Marco menepuk pelan paha mulus Tuan Putri.

Argh! Isa ingin marah dan harga dirinya terkoyak.

"Jangan bergerak terus, Anda harus ikut perintah, Nona. Ini langsung dari Nyonya Rivera. Anda harus pulang. Dengan kami," tegas Marco dengan intonasi yang berusaha terlihat profesional.

Tapi, apa yang profesional dari menepuk bagian privat milik seorang perempuan mungil yang baru pertama kali ditemui sambil menggendongnya? Tindakan manusia gua, tepatnya. Marco sibuk dengan percakapannya sendiri.

Isa menegang. Pukulan kecil itu seakan menjadi stop kontak lampu. Mendiamkannya seketika. Tidak berteriak. Tidak bergerak. Tidak memaksa turun. Sentuhan itu membangunkan setiap sel tubuhnya. Mengalirkan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Marco merasakan ketegangan yang sama. Andai saja, mereka tidak sedang dalam keramaian.***

Tabina Carra

Add this book to your library! Love and Vote!

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Sang Bodyguard   55. Eight letter three words/ Isa POV

    PS: Part ini full dari sudut pandang Isa saat Marco menyatakan cinta. Extra Part untuk menjelaskan mengapa Isa alergi dengan tiga kata ajaib dan menolak pernyataan cinta Marco.***Seharian ini, Marco terlihat aneh. Ketika Isa menangkap pandangannya, Marco lalu akan mengalihkan tatapannya ke arah lain. Bergurau dengan adiknya. Meski tidak lucu. Tapi, itulah yang menarik dari Marco. Kau akan ikut tertawa dengannya.Pasti ada yang sedang disembunyikan lelaki di hadapannya! Jika Isa bertanya langsung, tentu Marco akan mengelak. Lagipula, kalau ada sesuatu yang penting ia akan langsung menjelaskan padanya tanpa perlu diminta."Kapan kau akan pulang, Zayden?" Marco mengangkat alisnya.Ini adalah pertanyaan ketiganya dalam dua jam

  • Cinta Sang Bodyguard   54. Eight letter three words/ Marco POV

    ***Hampir menuju petang, akhirnya Marco bisa mengusir pulang adik bungsunya keluar dari rumah. Zayden kadang suka lupa diri kalau Marco dan Isa memiliki ruang privatnya sendiri.Ketika Isa memutuskan untuk mandi, Marco menyiapkan kejutan yang sudah disiapkannya semalaman.Untuk mengalihkan perhatian Isa sementara, Marco menyiapkan bath tub yang sudah dipenuhi air hangat dan aroma coklat kesukaan gadisnya. Rencana petang ini hampir batal karena Zayden menolak beranjak dan terlihat masih betah dirumahnya. Sia*lan!Marco tidak lupa menyetel sederet playlist agar Isa nyaman menikmati waktunya didalam. Bahkan, ia sempat mengunci kamar mandi dari luar saking paniknya kalau-kalau Isa menyelesaikan sesi berendamnya dan kel

  • Cinta Sang Bodyguard   53. Enthronement

    ***Bagaimana seseorang memandang kekuasaan menjadi menarik ketika Marco menggandeng tangan Isa memasuki ruangan luas ini.Marco merasa ia menjadi lelaki paling berkuasa di ruangan ini.Tepat, dia, Marco Fox, Sang Pengawal Pribadi Tuan Putri. Lelaki terpilih itu. Lelaki yang mengamit jemari sang Tuan Putri untuk mengantarnya menuju singgasananya.Malam ini Isa mengenakan setelan bodysuit berbahan sintetis kulit berwarna hitam yang mencetak tubuh ranumnya. Atasan yang membalut tubuhnya hanya waistcoat dengan belahan dada yang sangat rendah. Perhiasan choker berlian menghiasi lehernya yang jenjang. Dengan heels yang cukup tinggi, Isa nampak nyaman dengan pakaian yang dipilihnya.Tesh mengirimkan gaun yang diantar anak bua

  • Cinta Sang Bodyguard   52. Loyalty makes us family

    ***"Ayolah, Princess! Aku melarangmu melakukan pertunjukkan selama kalian masih berada di sekitar keponakan kecilku." Suara Gio memecah aktivitas Marco dan Isa.Marco mengeluarkan suara protes. Isa menengadahkan kepalanya dan menangkap sepasang wajah jenaka Gio yang sangat dikenalnya sejak remaja. Sejak Brie dan Mischa kembali dalam hidupnya, Gio terlihat lebih ceria dan menyenangkan."Gio." Isa menyapanya meski masih berada dalam dekapan Marco."Isa.""Gio" Marco sudah berdiri tegak menghadap pria berbahaya pemimpin gangs terbesar di Chicago."Fox." Gio menganggukkan kepalanya pada Marco. "Bukankah ada kode etik atau semacamnya yang menjabarkan kau dilarang melahap Tuan Pu

  • Cinta Sang Bodyguard   51. Get a room, Princess!

    ***"Marco." Isa mendekati Marco yang sedang menikmati sarapan setelah keduanya menyelesaikan ronde pagi bersama. Isa menyandarkan tubuhnya di sudut meja makan."Uhm.""Jika aku punya satu permintaan, apa kau akan mengabulkannya?""Tentu saja, Tuan Putri." Marco menggeser kursinya. Marco mendudukkannya di atas meja dan wajahnya sejajar dengan paha gadisnya."Bawa aku kabur.""Kemana?" Marco mengelus betis Isa yang kini diraihnya agar bertumpu di atas pahanya."Entahlah. Kau pernah mengatakan akan membawaku kabur jika Tesh tidak merestui hubungan kita." Isa mengacak rambut bergelom

  • Cinta Sang Bodyguard   50. Never leave you

    ***[Makan malam bersama Tesh.]Marco mengenggam erat tangan Isa sambil menaiki undakan tangga batu menuju meja semi outdoor yang sudah disiapkan Tesh. Pelayan mengawal keduanya dan menunjukkan meja untuk tiga orang yang menghadap pada pemandangan dermaga yang indah pada malam hari.Lampu-lampu kecil berpendar kekuningan menyelimuti keduanya. Malam ini akan menjadi sangat romantis, jika tidak ingat bahwa kedatangan Marco dan Isa adalah untuk memenuhi tugas negara menemui Tesh, sang pemimpin kartel terkejam di sepanjang wilayah Amerika Selatan.Pelayan menggeser kursi untuk Isa dan mempersilahkannya duduk. Marco meraih kursi disisinya. Mereka masih harus menunggu kehadiran Tesh.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status