Rule #1 Cinta tidak serumit itu, overthinking yang mengacaukannya. *** "Kalau begitu, tidak ada yang perlu kita bahas!" "Nama saya Marco Fox, saya adalah kepala pengamanan Anda yang baru. Sejak detik ini, semua hal yang berhubungan dengan situasi keamanan Nona Isa akan berada di bawah kendali saya." "Aku tidak peduli." Isa Rivera berusaha melepaskan diri sambil menendang selangkangan Sang Bodyguard yang diutus untuk melindunginya. ***
View More***
Lalu lintas Houston pada akhir minggu sudah pasti padat merayap. Tinggal di kota besar dan dikenal sebagai salah satu kota terbesar di Amerika menjadi tantangan tersendiri.
Isa Reyes, gadis dua puluh lima tahun yang cekatan itu, terburu-buru keluar dari salah satu bangunan sekolah elit yang saat ini menggunakan jasanya.
Isa bersiul dari pinggir jalan memanggil taksi. Hari ini dirinya tidak menyetir karena berencana langsung mengejar penerbangan setelah menyelesaikan pertemuan dengan pihak sekolah.
Satu taksi melewatinya. Isa menggeleng dan mulai tidak sabar. Ia kembali berkonsentrasi mencari taksi kosong.
Taksi kedua melewatinya kembali. Isa mulai mengumpat dan emosi jiwa.
Dari kejauhan, ia melihat taksi yang ketiga. Berdoa dalam hati, agar yang pilihan ketiga mengangkut dirinya segera. Masih gagal total. Isa pasrah.
Percobaan terakhir, taksi keempat yang dilihatnya. Isa mengangkat tangan kanannya.
Berharap taksi berwarna kuning itu akan berhenti dihadapannya. Harapannya terkabul. Meski sempat melewatinya beberapa meter lalu menurunkan penumpang.
Tidak buang waktu, Isa berlari kecil sambil menyeret koper.
***
Supir taksi melalui kaca spion melihat Isa yang tergesa berlari menuju taksinya. Ia lalu membuka bagasi belakang mobil dan membantu gadis itu mengangkat kopernya. Isa segera masuk ke kursi penumpang diiringi supir yang sudah siap siaga di belakang setir.
"Siang, miss. Kemana tujuan?"
"Bandara." Isa meraih nafasnya.
"Tolong ngebut, Sir! Jangan sampai saya ketinggalan pesawat!"
"Tancap!" Supir taksi segera memindahkan kopling dan menekan gas.
Mereka melaju dengan kecepatan menengah karena lalu lintas Houston pada akhir pekan sangat ramai.
***
Kalau saja Audrey bukan teman satu angkatan semasa kuliah, tentu permintaan rapat dadakan hari ini tidak akan dikabulkan olehnya. Isa bergumam dalam hati.
Pekerjaannya sebagai preschool photographer membuat Isa harus banyak bersabar memenuhi sederet permintaan pihak sekolah dan orangtua murid. Mengabadikan senyum anak-anak melalui kamera miliknya menjadi sebanding dengan segala kerja kerasnya.
Isa melirik jam tangan. Ia berharap masih cukup waktu untuk mengejar penerbangan menuju Cabo di San Lucas.
Perjalanan liburan ini atas undangan Reese, sahabat kesayangannya yang akan melangsungkan pernikahan disana. Meski ia tidak memiliki pasangan untuk dibawanya ke pesta, Isa lebih bersemangat dengan rencana berjemur dan bersantai habis-habisan dibawah matahari Karibia.
***
Supir berhasil mengantarkannya ke bandara dalam dua puluh menit. Perjalanan liburannya terselamatkan. Yes!
Setelah supir membantu menurunkan koper dari bagasi, Isa menghadiahinya lima puluh dolar, dua kali lipat dari ongkos seharusnya. Isa sedang berbaik hati karena harinya terselamatkan oleh supir yang cekatan.
Isa mulai menyeret koper dan memasuki pintu masuk bandara. Untungnya ia sudah melakukan web check-in sehingga tidak perlu mengantri untuk mendapatkan boarding pass.
Isa mengantri sebentar di konter bagasi dan menyerahkan kopernya pada petugas berjaga. Setelahnya, ia berjalan santai menuju ke business lounge untuk penerbangan kelas bisnis.
Namun, mendadak saja langkahnya dihentikan tiga orang lelaki tegap. Ketiganya berpakaian jas formal berwarna hitam senada dengan sepatu lengkap dengan earpiece yang menggantung di masing-masing telinga.
Isa mendongak pada salah satu lelaki yang berdiri paling depan. Ia hanya mengangkat alisnya.
"Selamat siang, Nona. Perkenalkan nama saya, Jett. Saya bertugas untuk mengawal anda kembali ke Dallas. Ini pesan langsung Nyonya Rivera." Pria itu bernama Jett itu mengenalkan dirinya pada Isa.
Isa merapikan letak kacamata hitamnya sambil mencerna apa yang sedang disampaikan pria bernama Jett itu. Kecurigaannya tidak langsung ditunjukkan.
Pria bernama Jett ini terlihat tampan. Meski demikian, tidak ada alasan baginya untuk segera mengikuti permintaan yang disampaikan pria tegap berbusana formal lengkap dengan kacamata hitam menghiasi wajahnya.
Jangan tergoda dengan ketampanan, siapa tahu pria ini pembunuh berantai yang sedang mengincar dirinya, begitu Isa berkata dalam hati.
***
Tanpa pikir panjang ia segera meraih ponsel dari dalam tas tangan dan menekan nomor Teresa Rivera, tantenya.
Drtttt! Belum sempat membuka kunci layar, ponselnya bergetar lebih dulu dengan nama Tesh muncul di layar ponsel.
āIsa.ā Suara perempuan di ujung telepon menggelegar.
"Nyonya Rivera, bisa membantuku memahami situasi ini? Saat ini didepanku ada tiga lelaki yang menghadang perjalanan liburanku ke Cabo. Mereka menyuruhku pulang ke Dallas. Bagaimana kau bisa menjelaskan ini, Nyonya?" Suara Isa ketus dan wajahnya tegang.
āPenjelasan dirumah. Sekarang pulang!ā
"Bagaimana mungkin aku pulang ke Dallas? Sedangkan, pesawatku menuju Cabo akan terbang dalam satu jam.ā Isa mencoba menahan diri dan mengatur nafasnya, āTesh, sahabatku akan menikah pada akhir minggu ini dan aku pengiringnya."
āTidak ada alasan. Kau tidak memiliki banyak waktu. Terlalu berbahaya membiarkanmu pergi sendiri.ā
Isa panik dan tidak berkutik. Jika Tesh sudah berkata A, maka semua orang wajib patuh terhadap keputusannya.
āIsa, listen to me! Pulang. Sekarang. Nyawamu taruhannya!ā
Klik! Sambungan telepon diputus dengan sengaja oleh Tesh.
Belum sempat Isa membantah, pembicaraan sudah diputus sepihak.
Argh! Isa mendengus kesal. Rasanya ia ingin membanting ponsel dalam genggaman dan dengan sengaja melukai salah satu dari tiga kepala man in black yang sudah diutus Tesh untuk menjemputnya pulang.
***
Isa melirik smartwatch di pergelangan tangan kirinya. Tiga menit menguap begitu saja. Ia masih berdiri menghadap jendela besar yang menyuguhkan pemandangan landasan pacu pesawat. Terlihat tiga sampai empat pesawat yang sedang parkir dan hendak mengangkut penumpang.
Lima menit berlalu dan Isa masih menyusun rencana kabur. Ia tetap harus pergi ke Cabo sesuai rencana awal. Kemarahan Teresa RiveraāPemimpin Kartel Wilayah Selatan yang terkenal kejamāakan dihadapi Isa setelah kepulangannya dari San Lucas minggu depan.
Sepasang matanya bergerak memperhatikan venue ruang tunggu eksekutif. Tersirat beberapa ide kabur yang dapat dilakukan Isa untuk mengelabui tiga utusan Tesh.
Ujung bibirnya tersenyum dan sambil menaruh ponsel ke dalam tas. Isi kepala sudah dipenuhi strategi kabur agar dirinya tetap bisa terbang ke San Lucas dan menghadiri pernikahan sahabatnya.
Isa memandang Jett dengan dingin. āBaiklah, Jett. Kita pulang." Isa berbalik menuju eskalator.
"Lewat sini, Nona." Jett mengangguk dan mempersilahkan Isa agar berjalan di depannya.***
PS: Part ini full dari sudut pandang Isa saat Marco menyatakan cinta. Extra Part untuk menjelaskan mengapa Isa alergi dengan tiga kata ajaib dan menolak pernyataan cinta Marco.***Seharian ini, Marco terlihat aneh. Ketika Isa menangkap pandangannya, Marco lalu akan mengalihkan tatapannya ke arah lain. Bergurau dengan adiknya. Meski tidak lucu. Tapi, itulah yang menarik dari Marco. Kau akan ikut tertawa dengannya.Pasti ada yang sedang disembunyikan lelaki di hadapannya! Jika Isa bertanya langsung, tentu Marco akan mengelak. Lagipula, kalau ada sesuatu yang penting ia akan langsung menjelaskan padanya tanpa perlu diminta."Kapan kau akan pulang, Zayden?" Marco mengangkat alisnya.Ini adalah pertanyaan ketiganya dalam dua jam
***Hampir menuju petang, akhirnya Marco bisa mengusir pulang adik bungsunya keluar dari rumah. Zayden kadang suka lupa diri kalau Marco dan Isa memiliki ruang privatnya sendiri.Ketika Isa memutuskan untuk mandi, Marco menyiapkan kejutan yang sudah disiapkannya semalaman.Untuk mengalihkan perhatian Isa sementara, Marco menyiapkan bath tub yang sudah dipenuhi air hangat dan aroma coklat kesukaan gadisnya. Rencana petang ini hampir batal karena Zayden menolak beranjak dan terlihat masih betah dirumahnya. Sia*lan!Marco tidak lupa menyetel sederet playlist agar Isa nyaman menikmati waktunya didalam. Bahkan, ia sempat mengunci kamar mandi dari luar saking paniknya kalau-kalau Isa menyelesaikan sesi berendamnya dan kel
***Bagaimana seseorang memandang kekuasaan menjadi menarik ketika Marco menggandeng tangan Isa memasuki ruangan luas ini.Marco merasa ia menjadi lelaki paling berkuasa di ruangan ini.Tepat, dia, Marco Fox, Sang Pengawal Pribadi Tuan Putri. Lelaki terpilih itu. Lelaki yang mengamit jemari sang Tuan Putri untuk mengantarnya menuju singgasananya.Malam ini Isa mengenakan setelan bodysuit berbahan sintetis kulit berwarna hitam yang mencetak tubuh ranumnya. Atasan yang membalut tubuhnya hanya waistcoat dengan belahan dada yang sangat rendah. Perhiasan choker berlian menghiasi lehernya yang jenjang. Dengan heels yang cukup tinggi, Isa nampak nyaman dengan pakaian yang dipilihnya.Tesh mengirimkan gaun yang diantar anak bua
***"Ayolah, Princess! Aku melarangmu melakukan pertunjukkan selama kalian masih berada di sekitar keponakan kecilku." Suara Gio memecah aktivitas Marco dan Isa.Marco mengeluarkan suara protes. Isa menengadahkan kepalanya dan menangkap sepasang wajah jenaka Gio yang sangat dikenalnya sejak remaja. Sejak Brie dan Mischa kembali dalam hidupnya, Gio terlihat lebih ceria dan menyenangkan."Gio." Isa menyapanya meski masih berada dalam dekapan Marco."Isa.""Gio" Marco sudah berdiri tegak menghadap pria berbahaya pemimpin gangs terbesar di Chicago."Fox." Gio menganggukkan kepalanya pada Marco. "Bukankah ada kode etik atau semacamnya yang menjabarkan kau dilarang melahap Tuan Pu
***"Marco." Isa mendekati Marco yang sedang menikmati sarapan setelah keduanya menyelesaikan ronde pagi bersama. Isa menyandarkan tubuhnya di sudut meja makan."Uhm.""Jika aku punya satu permintaan, apa kau akan mengabulkannya?""Tentu saja, Tuan Putri." Marco menggeser kursinya. Marco mendudukkannya di atas meja dan wajahnya sejajar dengan paha gadisnya."Bawa aku kabur.""Kemana?" Marco mengelus betis Isa yang kini diraihnya agar bertumpu di atas pahanya."Entahlah. Kau pernah mengatakan akan membawaku kabur jika Tesh tidak merestui hubungan kita." Isa mengacak rambut bergelom
***[Makan malam bersama Tesh.]Marco mengenggam erat tangan Isa sambil menaiki undakan tangga batu menuju meja semi outdoor yang sudah disiapkan Tesh. Pelayan mengawal keduanya dan menunjukkan meja untuk tiga orang yang menghadap pada pemandangan dermaga yang indah pada malam hari.Lampu-lampu kecil berpendar kekuningan menyelimuti keduanya. Malam ini akan menjadi sangat romantis, jika tidak ingat bahwa kedatangan Marco dan Isa adalah untuk memenuhi tugas negara menemui Tesh, sang pemimpin kartel terkejam di sepanjang wilayah Amerika Selatan.Pelayan menggeser kursi untuk Isa dan mempersilahkannya duduk. Marco meraih kursi disisinya. Mereka masih harus menunggu kehadiran Tesh.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments