Masuk“Yang Mulia Adriel, kita sudah sampai di titik koordinat setelah menempuh 149,6 juta km, protokol pendaratan akan dilakukan.” Suara dari sistem yang berbunyi. Menampaki seorang pria muda yang duduk didalam sebuah kokpit pesawat luar angkasa yang berkilau.
Kedua kelopak matanya tertutup namun perlahan-lahan terbuka, menampaki sepasang mata biru permata samudera. Kedua mata biru cerah menatap ke arah kaca yang menampaki planet biru secerah kedua matanya. “Bumi ... kau pasti ada di sana, pengantin bulanku,” ucap Pria Rupawan itu.
“Memasuki lapisan eksosfer.” Sistem kembali berucap kala pesawat ini akan menembus lapisan eksosfer.
“Tunggu, ada sesuatu yang aneh,” ucap Pria itu menatap monitornya sendiri. Dia sudah menyadari sesuatu. Kapal pesawat super canggihnya ini sudah mendeteksi adanya pergerakan asing dari luar bumi. “Aku harus bergegas, Vetle!” perintah Pria Bermata Biru itu.
“Baik Yang Mulia, pendaratan pintas akan dilakukan,” ucap Sistem artifisial canggih bernama Vetle itu.
Langit malam yang tenang itu menampaki sebuah kilatan bagaikan bintang jatuh dari langit gelap. Angin berhembus lembut kemudian dentuman terdengar dari sebuah padang tandung dari luar benteng yang tinggi. Kapal Pesawat itu mendarat di bumi dengan keras pada sebuah padang yang sunyi.
Mereka menyebut planet kehidupan ini dengan nama Bumi. Planet yang jadi incaran diantara bima sakti ini bahkan tampak malang ketika Pria itu tiba. Dia tahu dari pelajaran yang selalu didapatkan semasa kecilnya jika bumi sendiri sedang kacau karena wabah crocus dan peperangan , meski begitu Bumi masih mau berbenah. Kali ini kedatangannya untuk mencari permata diantara debu yang hancur.
“Pendaratan yang kacau karena bumi ini sudah rusak, benar-benar tak bisa dipercaya,” ucap Pria Bermata Biru itu. Dia membuka pintu kokpit kemudian berdiri di hamparan padang gersang sembari memandangi tembok tinggi itu.
Pria itu menanggah ke langit tapi tak lama dia pun melirik ke arah kiri. “Kau mengutitku lagi Kaelar?” tanya Pria Bermata Biru itu dengan dingin. Tatapan mata birunya jadi tajam dan menyalang.
“Baiklah Yang Mulia, Hamba mengaku salah,” sahut Pria berambut hitam panjang. Pria itu muncul dari balik puing-puing bangunan. Dia mendekati Sang Pria kemudian berlutut dihadapannya. Pria itu sudah bersama Sang Tuan sejak kecil, ia setia sebagai ajudan pribadi dan pelayannya. “Yang Mulia Raja Averian telah memberi perintah pada Hamba untuk bersamamu, yang mulia Adriel,” ucap Pria itu.
“Terserah kau saja,” sahut Adriel, Sang Pangeran Mahkota. Pria bermata biru itu mulai berjalan mendekati tembok tinggi. “Tunggu sebentar, Kaelar ... selama di bumi aku tidak akan menggunakan kemampuanku, jadi aku minta bantuanmu, sobatku.” Pria Berambut pirang itu pun berjalan sembari memasang sebuah perangkat kecil berbentuk anting pada daun telinga kanannya. “Vetle, aku bergantung padamu untuk memberikan lokasi keberadaan Sang Pengantin Bulan,” perintah Sang Pangeran.
“Baik Yang Mulia, memperluar radar pencarian, subjek ras demi manusia dengan nama Rigel Seras Meil.” Vetle Sang Sistem bersuara namun kini bentuknya berada dalam anting yang digunakan oleh Adriel Neoma Averian, Sang Pangeran Mahkota dari planet yang jauh dari bumi.
“Yang Mulia, bukankah itu Vetle?” tanya Kaelar.
“Benar sekali, aku telah memindahkannya ke dalam anting ini, nantinya Vetle akan jadi pemandu kita karena bagaimana pun Bumi merupakan ekspedisi pertamaku,” jawab Adriel sembari memasuki pemukiman.
Kedua Pria Muda itu terpukau melihat pemukiman bumi. Jalan raya yang padat dan lalu lalang orang-orang yang sibuk dengan aktivitasnya. Mereka berdua berjalan di pinggiran trotoar. Keduanya juga melihat demonstran yang sedang mencoba menerobos masuk sebuah gedung paling megah di kota ini.
“Yang Mulia keadaan dunia ini pun sangat kacau ..,” ucap Kaelar terjeda karena ia terkejut menatap Adriel yang sedang membelalakkan kedua mata birunya. “Yang Mulia, Anda baru saja mengatakan tidak akan gunakan kemampuan Anda.” Kaelar berucap tak kala terkejut usai mengetahui jika tuannya memakai kemampuan langkahnya.
Adriel segera mendeham. “Aku kelepasan, maaf,” sahut Sang Pangeran. “Aku sudah mengetahui keberadaannya, ayo kita harus bergegas Kaelar,” perintah Adriel sembari bergegas lebih dulu.
“Baik, Yang Mulia!” sahut Kaelar.
Adriel Neoma Averian, Pria Bermata Biru itu mengikuti instingnya untuk berjalan masuk ke dalam Gedung Tyre. Di sanalah dia bertemu dengan seorang gadis berambut hitam bergelombang yang baru saja keluar dari Gedung Tyre. Gadis itu tampak terburu-buru pergi sampai ia tak sengaja menabrak tubuh dari Adriel.
“Subjek terkonfirmasi sebagai Pengantin Bulan, Rigel Seras Meil.” Vetle berucap sebagai suara yang hanya bisa didengar oleh Adriel melalui antingnya.
Adriel hanya bisa memandangi Rigel. “Wanita ini ... tidak salah lagi, dia orangnya,” ucap Adriel membatin. Kedua mata birunya hanya bisa membelalak saat menatap Rigel. Sosok wanita secerah mentari tapi Adriel juga bisa melihat kedua mata sembab Rigel.
Saat Rigel telah berlari menjauhinya Adriel hanya bisa mematung. “Sesuatu sudah terjadi padanya, berani-beraninya seseorang melukainya.” Adriel berucap sembari mengepalkan kedua tangannya.
“Yang Mulia, ini memang pertemuan mengharukan dengan Pengantin Bulan namun tampaknya sesuatu yang berbahaya juga sedang menuju kemari,” ucap Kaeral.
“Mendeteksi serangan dari 456 radius, beresiko memberi dampak kerusakan, berasal dari serangan asing.” Semula anting bermata batu biru itu berdenting kemudian menampilkan panel dan radar yang menunjukkan sebuah dentuman di dekat bumi. “Bagian debrisnya akan mengenai, oh tidak!” Adriel segera bergegas lari.
“Yang Mulia, tunggu!” teriak Kaeral mengikuti langkah Sang Pangeran.
“Kita harus kembali ke Vetle, setelah itu mengarahkan tembakan pada debris yang akan kemari ... paling tidak mencegah kerusakan fatal yang akan terjadi,” ucap Adriel.
“Baik Yang Mulia, aku mengerti,” sahut Kaeral.
Adriel melompat masuk ke dalam pesawat canggihnya lagi. Dia yang memang sudah terampil kembali menghidupkan seluruh perangkat disana. “Aku akan mulai membidiknya, Kaeral, jaga dari luar dan jangan sampai ada manusia yang mengetahui keberadaanku!” perintah Adriel.
Kaeral menghela napas tapi Pria Muda itu segera melepaskan mantel hitamnya. “Baik Yang Mulia,” ucap Kaeral yang ternyata menyembunyikan sepasang belati dari balik mantelnya itu. Pria Muda itu sudah bertahun-tahun melatih keterampilan bela diri, semua itu demi melindungi Sang Tuan.
“Benda itu datang,”
"Rizella, tetaplah disana!" teriak Adriel dari atas."Apa maksudmu Yang Mulia?" tanya Rigel heran. Kaelar langsung maju. "Yang mulia jangan!" cegah Kaelar tapi Adriel sudah lebih dulu turun dari singasananya dengan cara melompat. Jangan Khawatir Adriel itu kuat dan perkasa, ia mendarat mulus tepat didepan Rigel yang membelalakkan kedua matanya. "Berikan tanganmu, berdansa denganku!" ajak Adriel. Rigel membelalakkan kedua matanya melotot. Ia sudah susah payah tak menarik perhatian banyak orang namun Adriel malah nekat mengajaknya berdansa didepan semua orang. "Nyalimu besar juga," sindir Rigel pada Pria itu. Adriel tak bergeming. Pria berjas biru tua itu malah tersenyum sumringan padanya. "Ini Pesta Panen, semua orang akan bersuka cita begitu juga denganmu," ucap Adriel."Sebenarnya siapa yang bersuka cita?" batin Rigel menggerutu sendiri. Rigel melihat Adriel yang tak bergeming sambil mengulurkan tangannya. Betapa gigih Pria itu hendak mendekatinya selama ini. Rigel pun meraih tan
Semua orang bersiap-siap menyambut Pesta Panen. Pesta Panen adalah tradisi kuno dari kerajaan New Neoma yang masih dijalankan. Saat Pesta Panen semua masyarakat akan keluar rumah untuk mengadakan tarian, makan bersama dan bercengkerama bersama keluarga dan orang-orang terdekat. Saat itu juga Istana New Neoma akan terbuka untuk masyarakat. Gelar acara ada di halaman luas istana. Semua orang akan memakai pakaian terbaiknya untuk datang ke istana, biasanya anggota kerajaan juga akan keluar untuk menyapa rakyatnya. Pagi ini Istana sudah sibuk mempersiapkan Pesta Panen yang akan diadakan nanti malam. Para Pelayan sibuk memasak hidangan, Para Ksatria sibuk menyusun strategi keamanan terutama untuk Raja dan Pangeran mereka yang pasti akan hadir. "Aku tak melihat kehadiran Pengajar Rizella?" tanya Adriel terhadap Pengawal yang sedang mengawalnya. Rizella adalah nama yang Rigel pilih untuk menyamarkan dirinya. Rigel masih tidak mau dianggap sebagai Permaisuri yang lama mati suri. Demi mengh
Adriel tak sudi meninggalkan Rigel yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang kasur reot itu. Adriel cemas tak terkira karena sebelumnya Rigel tiba-tiba saja pingsan. Ia memengangi tangan Rigel dengan erat karena bayang-bayang Rigel yang terlelap tak bangun itu membuatnya takut. Ia takut jika Rigel akan berakhir seperti itu lagi. Adriel yang terbayang-bayang rasa takut sampai hendak menitikkan air matanya. Ia semakain menggengam erat tangan Rigel. ''Kumohon, aku sudi melakukan apapun, tapi jangan rebut dia lagi.'' Adriel menunduk sembari menciumi tangan Rigel. Rigel bergerak gusar dalam tidurnya. Ia terbangun mendapati Adriel yang sedang berkomat-kamit sambil menunduk memengangi tangannya. Rigel tidak sadar jika sudah tersenyum kecil. Ia pun meraih genggaman tangan Adriel kemudian mengusapnya.''Yang Mulia, aku baik-baik saja,'' ucap Rigel. Sulit bagi Rigel mempercayai jika Adriel tidak memiliki ikatan padanya, pasalnya Pria itu tampak cemas setengah mati dengannya. Gil
"Kalau begitu, selamat Malam Yang Mulia." Rigel berucap sambil beranjak masuk. Ia berniat membiarkan Adriel yang saat itu masih berdiri. Tak lama ia rasakan tangannya diraih oleh Adriel. Rigel langsung menoleh menatap Pria itu. Adriel menatapnya dalam. Kemudian tersenyum kecil. "Dulu kau juga susah didekati," ujar Adriel sembari menyentuh ujung poni rambut Rigel yang pendek. "Mau kau jadi laki-laki pun, kau tetap cantik ... tetap jadi pusat orbit dariku." Adriel memandangi Rigel dengan tatapan yang sulit diartikan. "A-aku sulit memahami perkataanmu Yang Mulia," sahut Rigel dengan ragu. Adriel melepaskan pegangan tangannya pada Rigel. "Maaf, aku terkesan terlalu memaksakan dirimu, padahal kau pasti merasa aku dan Cassiel adalah orang asing, maafkan aku." Adriel hendak beranjak pergi dengan senyum nanarnya. Rigel terdiam karena perasaannya menderu. Semua ini bukan tanpa alasan namun perasaannya jadi sakit melihat Adriel yang putus asa itu. "TUNGGU!" teriak Rigel kala Adriel hendak m
"Itu mustahil, saya menangkis benda itu dengan menyisipkan energi jadi harusnya Anda terluka," ucap Kaelar sambil meraih pedang itu kemudian meraih tangan kiri Rigel. "Tangan Nona tidak terluka sedikit pun," takjub Aki yang ikut melihat tangan Rigel. Cassiel mengembungkan pipinya saat ibunya itu dikerumuni oleh paman-pamannya. "Ibu, temani aku istirahat!" Cassiel menarik tangan Rigel kemudian membawanya pergi dari lapangan latihan. "Oh tenanglah Pangeran Muda, Anda tak perlu cemas soal ini dan mereka," ucap Rigel hanya tersenyum menatap Cassiel. Saat itu Rigel tak mau bergeming dari tempatnya berdiri. Ia tahu Anak itu cemburu jika Pria-pria ini mengerumuninya."Baiklah," sahut Cassiel dengan pipi memerah malu.Aki mendeham, dia raih patahan kayu itu dari tangan Rigel, meskiWanita itu hilang ingat namun posisi sahnya tetap Istri dari RajaNegeri ini. “Maafkan Ajudan Kaelar, Nona … semua ini tidak sengaja,”ucap Aki mewakili seniornya itu.Rigel mengangguk sambil melirik tangannya.
"Aku tak yakin," ucap Rigel sambil enggan memalingkan wajahnya. Rigel tak ingat Pria itu yang ia tahu hanya namanya Adriel, Sang Raja dari Planet yang mirip dengan masa lalu kemakmuran Bumi. Rigel hanya memandangi sepasang mata biru itu. Kedua pandangan yang bercampur aduk antara suka cita dan duka. Rigel orang yang gampang mengasihani tapi ia pun tak mau lama-lama tinggal di Istana yang tak ia kenal. Adriel tersenyum tipis. "Maukah kau tetap tinggal disini? tidak ingat padaku pun tak masalah, aku hanya ingin bertanggung jawab sebagai suamimu untuk memenuhi semua keperluan hidupmu Rigel." Adriel berucap dengan mengabaikan deru hujan yang semakin deras. "Mari, kita ke dalam dulu," ajak Rigel. Kini keduanya berada di ruang kerja Adriel. Masing-masing duduk berseberangan di sofa yang menghadap perampian hangat. Rigel maupun Adriel sudah berganti pakaian baru. Rigel terdiam memandangi api perampian sementara Adriel sibuk memandangi Wanita itu. "Aku tak mau jadi bebanmu Yang Mulia, bia







