Masuk“Benda itu datang,” ucap Adriel yang telah berada dalam kokpitnya.
“Vetle beri aku visir agar bisa mulai membidik,” perintah Adriel yang telah bersiap akan membidik.Adriel kala itu tidak memerdulikan apa pun selain keamanan Rigel. Padahal ia baru bertemu dengan Rigel tapi dirinya yakin jika Rigel merupakan orang yang selama ini dia cari.
“Mendeteksi akan adanya ledakan, koordinat mendekati Pengantin Bulan.” Vetle memberikan pemberitahuan dari panel yang muncul pada monitor. Berkat pemberitahuan itu membuat Adriel membelalakkan kedua matanya. Pria itu segera melompat keluar dari kokpit setelah berhasil menembak hancur objek yang nyari mengenai kota itu.
Kaelar menatap Adriel yang kembali bergegas. “Yang Mulia, Anda hendak kemana?” tanya Kaelar heran. Meski begitu dia tetap mengekori Sang Pangeran. Kecemasannya karena mereka berada di tempat yang asing dan baru pertama kali memijak dunia ini.
“Yang Mulia Anda harus ingat jika bumi bukanlah New Neoma, Anda harus hati-hati,” ucap Kaelar memperingati Pria itu lagi karena pertanyaannya tak digubris oleh Pangeran Mahkota itu.
“Aku tahu tapi jika sesuatu menimpa Wanita itu maka aku tak akan bisa memaafkan diriku sendiri,” sahut Adriel sembari menatap Kaelar. Kedua mata birunya jadi berbinar menyalang.
“Tunggu Yang Mulia ...,” Kaelar belum usai berucap tapi Sang Pangeran sudah lebih dulu melesat. Kaelar hanya bisa menghela napas sembari mengusak rambut hitamnya sendiri. “Tidakkah dia berpikir jika aku tak punya kemampuan super semacam itu?” celetuk Kaelar sembari berjalan kaki menyusul Sang Pangeran.
Biru yang terang berkilau memancarkan energi yang tabu. Raut wajah Pria itu bahkan berubah serius. Adriel sudah lebih dulu melesat dengan kekuatannya itu. Kecepatan bagaikan angin dan kilauan seperti perlip bintang, Pria itu sudah tiba tepat di depan Rigel saat Gadis itu nyaris saja terhantam oleh ledakan.
“Bertahanlah, kumohon,” ucap Adriel sembari meraih tubuh Rigel yang terkulai lemas itu. Adriel segera menggendong Rigel setelah mereka tiba di sebuah Rumah Sakit. Semua itu berkat kemampuan Sang Pangeran ini. Adriel yang tidak mengerti mengenai sistem kehidupan di bumi memilih mematung seraya menggendong Rigel seperti pengantinnya.
“T-tuan ... apa yang terjadi dengan Nona ini?” tanya Seorang Perawat mendatangi Adriel yang mematung itu.
“Ah, berikan bantuan padanya,” ucap Adriel setelah itu memilih untuk meninggalkan Rigel di Unit Gawat Darurat, meski salah seorang perawat sempat menanyainya. Adriel hanya tersenyum manis sembari menggaruk tengguknya yang tak gatal. “Teman lamanya Nona ini,” jawab Adriel saat ditanyai hubungan kerabatnya. Setelah itu Adriel buru-buru meninggalkan Rumah Sakit ini karena khawatir jika identitas dirinya akan terbongkar.
Saat Adriel tengah berjalan di sebuah trotoar. Dia langsung menjumpai Kaelar yang baru tiba dengan napas tersenggal. “Maaf, aku buru-buru,” ucap Adriel dengan datar. Dia bisa tahu jika Kaelar kelelahan karena menyusul dirinya itu. “Kita cari tempat tinggal sementara,” ajak Adriel.
“Tunggu Yang Mulia, semua ini tidak mungkin kebetulan,” ucap Kaelar seraya memengangi bahu Adriel. “Seseorang bisa saja sudah mengincar Pengantin Bulan lebih dulu.” Kaelar sejak tadi menahan ucapannya karena dirinya sendiri sudah menerka peristiwa ini lebih dulu.
Adriel mengangguk. “Kita akan selidiki nanti tapi setelah mendapatkan tempat istirahat,” sahut Adriel membalas dengan menepuk-nepuk pundak Kaelar. Adriel memandangi hiruk-pikuk sekitarnya. “Manusia di sini mirip seperti penduduk di New Neoma tapi kurasa mereka tidak punya Valeas bukan?” tanya Adriel pada ajudannya itu.
“Seperti itulah seperti yang aku tahu, yang mulia,” jawab Kaelar. Vaelas adalah sihir atau bakat alamiah yang dimiliki orang-orang terpilih dari Bangsa Keturunan Kerajaan Neoma. Kaelar yang terlahir sebagai manusia biasa sudah dilatih terampil sejak kecil oleh ayahnya meski begitu Kaelar senantiasa terpukau setiap kali Adriel menunjukkan kemampuannya. “Anda ... sebaiknya lain kali tidak gegabah,” ucap Kaelar.
Adriel mengangguk patuh. “Baiklah Kaelar,” ucap Adriel singkat. Adriel bukan Pria yang banyak bicara, pendiam dan dingin tapi saat tahu jika Rigel dalam bahaya. Dia mendadak banyak bicara karena khawatir. Lagi-lagi Adriel mengingat Rigel meski pertemuan mereka pertama kali tidak diketahui oleh Rigel.
Pagi-pagi sekali Adriel terbangun dari ranjang kasur. Dia merengangkan kedua tangan kekarnya, tubuh atletis yang tidak mengenakan kaos namun hanya celana piyama. Pria Muda itu berjalan membuka jendela. Bunyi kipas angin dan suara kendaraan terdengar berisik di pagi hari, berbanding terbalik dengan Kerajaan tempat tinggal sebelumnya.
“Yang Mulia, Anda sudah bangun?” Kaelar tiba sembari menyediakan nampan berisi kopi panas dan roti panggang. “Mata uang negara ini berbeda dengan New Neoma, butuh semalaman untuk mempelajari kehidupan penduduk biasa di sini,” celetuk Kaelar.
Adriel menoleh pada Kaelar. “Masa waktuku hanya tiga bulan sampai bisa memboyong Sang Pengantin Bulan untuk kembali ke New Neoma, lantas pengetahuan kita mengenai dunia ini masih terbatas,” ucap Adriel sembari mengangguk setuju. Adriel menghela napas sembari menduduki salah satu kursi reot itu. “Aku berencana mengunjungi pengantin bulan.” Adriel berucap seraya menegak secangkir kopi panasnya dengan nikmat.
“Apa?” Kaeral terkejut karena Adriel dengan santai pada sesuatu yang beresiko. “Itu agaknya terburu-buru, soal wanita kita itu harus bersabar,” ucap Kaelar sambil terkekeh. Setidaknya dia lebih tua dari Adriel dan pengalaman kencannya lumayan berkesan baik.
Adriel memiringkan kepalanya dengan kedua alis tebalnya yang mengkerut. “Bersabar seperti apa?” tanya Adriel datar nan polos. Sang Pangeran Mahkota dari Kerajaan New Neoma pada Planet Neoma rupanya tidak mengerti sama sekali karena ia hidup dengan hukum dan tata krama tertulis. Dia hanya tumbuh dan didik sebagai pemimpin jadi jarang bersenang-senang seperti anak-anak pada umumnya.
Kaelar menepuk dahinya sendiri karena lupa pada kenyataan itu. “Demi Dewa aku lupa jika Anda hidup sangat disiplin,” celetuk Kaelar.
“Katakan lagi, aku tidak tahu maksud dari perkataanmu Kaelar,” ucap Adriel. Pria Muda itu beranjak berdiri sembari meraih handuk. “Tadi malam aku mencari informasi melalui Vetle, jika wanita suka dengan mawar merah.” Adriel beranjak masuk dalam kamar mandi untuk membasuh dirinya.
Kaelar berjalan ke dapur untuk mengemasi peralatan makan. “Jika begitu belikan bunga mawar tapi jangan memunculkan dirimu secara tiba-tiba yang mulia,” sahut Kaelar seraya membasuh piring di westafel.
“Kenapa memangnya?” tanya Adriel yang sudah selesai membasuh diri dan sudah berpakaian dengan rapi.
“Anda akan menakutkannya jika tiba-tiba muncul tapi coba dekati perlahan,”
“Jika begitu belikan bunga mawar tapi jangan memunculkan dirimu secara tiba-tiba yang mulia,” sahut Kaelar seraya membasuh piring di westafel.
“Kenapa memangnya?” tanya Adriel yang sudah selesai membasuh diri dan sudah berpakaian dengan rapi.
“Anda akan menakutkannya jika tiba-tiba muncul tapi coba dekati perlahan,” ucap Kaelar memberi nasehat pada Pangeran itu.
Adriel mengangguk patuh. “Baiklah, aku akan pergi.” Adriel berucap sambil beranjak pergi.
Pria Muda ini memulai debutnya sebagai pencari cinta dari Pengantin Bulan. Pengantin Bulan adalah gelar kehormatan untuk seorang wanita yang terpilih untuk jadi permaisuri seorang pangeran dari Kekaisaran New Neoma. Para petinggi dan leluhurnya yang telah menentukan Rigel Seras Meil sebagai pendampingnya untuk itu Adriel kini tengah berusaha untuk mendekati calon permaisurinya yang berasal dari tempat yang jauh darinya itu.
Adriel punya tampang yang tampan sekaligus manis, terutama saat dia tersenyum. Seperti saat ini Adriel tersenyum-senyum sendiri karena tengah membayangkan Rigel yang akan menerima seikat bunga mawar yang tengah dibawanya itu.
“Kira-kira bagaimana ya reaksinya?” gumam Adriel seorang diri kala ia sudah berdiri di depan ruang perawatan milik Rigel. Dia dengan perlahan melangkah masuk. Dia mendapati Rigel yang tengah terlelap pulas.
"Rizella, tetaplah disana!" teriak Adriel dari atas."Apa maksudmu Yang Mulia?" tanya Rigel heran. Kaelar langsung maju. "Yang mulia jangan!" cegah Kaelar tapi Adriel sudah lebih dulu turun dari singasananya dengan cara melompat. Jangan Khawatir Adriel itu kuat dan perkasa, ia mendarat mulus tepat didepan Rigel yang membelalakkan kedua matanya. "Berikan tanganmu, berdansa denganku!" ajak Adriel. Rigel membelalakkan kedua matanya melotot. Ia sudah susah payah tak menarik perhatian banyak orang namun Adriel malah nekat mengajaknya berdansa didepan semua orang. "Nyalimu besar juga," sindir Rigel pada Pria itu. Adriel tak bergeming. Pria berjas biru tua itu malah tersenyum sumringan padanya. "Ini Pesta Panen, semua orang akan bersuka cita begitu juga denganmu," ucap Adriel."Sebenarnya siapa yang bersuka cita?" batin Rigel menggerutu sendiri. Rigel melihat Adriel yang tak bergeming sambil mengulurkan tangannya. Betapa gigih Pria itu hendak mendekatinya selama ini. Rigel pun meraih tan
Semua orang bersiap-siap menyambut Pesta Panen. Pesta Panen adalah tradisi kuno dari kerajaan New Neoma yang masih dijalankan. Saat Pesta Panen semua masyarakat akan keluar rumah untuk mengadakan tarian, makan bersama dan bercengkerama bersama keluarga dan orang-orang terdekat. Saat itu juga Istana New Neoma akan terbuka untuk masyarakat. Gelar acara ada di halaman luas istana. Semua orang akan memakai pakaian terbaiknya untuk datang ke istana, biasanya anggota kerajaan juga akan keluar untuk menyapa rakyatnya. Pagi ini Istana sudah sibuk mempersiapkan Pesta Panen yang akan diadakan nanti malam. Para Pelayan sibuk memasak hidangan, Para Ksatria sibuk menyusun strategi keamanan terutama untuk Raja dan Pangeran mereka yang pasti akan hadir. "Aku tak melihat kehadiran Pengajar Rizella?" tanya Adriel terhadap Pengawal yang sedang mengawalnya. Rizella adalah nama yang Rigel pilih untuk menyamarkan dirinya. Rigel masih tidak mau dianggap sebagai Permaisuri yang lama mati suri. Demi mengh
Adriel tak sudi meninggalkan Rigel yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang kasur reot itu. Adriel cemas tak terkira karena sebelumnya Rigel tiba-tiba saja pingsan. Ia memengangi tangan Rigel dengan erat karena bayang-bayang Rigel yang terlelap tak bangun itu membuatnya takut. Ia takut jika Rigel akan berakhir seperti itu lagi. Adriel yang terbayang-bayang rasa takut sampai hendak menitikkan air matanya. Ia semakain menggengam erat tangan Rigel. ''Kumohon, aku sudi melakukan apapun, tapi jangan rebut dia lagi.'' Adriel menunduk sembari menciumi tangan Rigel. Rigel bergerak gusar dalam tidurnya. Ia terbangun mendapati Adriel yang sedang berkomat-kamit sambil menunduk memengangi tangannya. Rigel tidak sadar jika sudah tersenyum kecil. Ia pun meraih genggaman tangan Adriel kemudian mengusapnya.''Yang Mulia, aku baik-baik saja,'' ucap Rigel. Sulit bagi Rigel mempercayai jika Adriel tidak memiliki ikatan padanya, pasalnya Pria itu tampak cemas setengah mati dengannya. Gil
"Kalau begitu, selamat Malam Yang Mulia." Rigel berucap sambil beranjak masuk. Ia berniat membiarkan Adriel yang saat itu masih berdiri. Tak lama ia rasakan tangannya diraih oleh Adriel. Rigel langsung menoleh menatap Pria itu. Adriel menatapnya dalam. Kemudian tersenyum kecil. "Dulu kau juga susah didekati," ujar Adriel sembari menyentuh ujung poni rambut Rigel yang pendek. "Mau kau jadi laki-laki pun, kau tetap cantik ... tetap jadi pusat orbit dariku." Adriel memandangi Rigel dengan tatapan yang sulit diartikan. "A-aku sulit memahami perkataanmu Yang Mulia," sahut Rigel dengan ragu. Adriel melepaskan pegangan tangannya pada Rigel. "Maaf, aku terkesan terlalu memaksakan dirimu, padahal kau pasti merasa aku dan Cassiel adalah orang asing, maafkan aku." Adriel hendak beranjak pergi dengan senyum nanarnya. Rigel terdiam karena perasaannya menderu. Semua ini bukan tanpa alasan namun perasaannya jadi sakit melihat Adriel yang putus asa itu. "TUNGGU!" teriak Rigel kala Adriel hendak m
"Itu mustahil, saya menangkis benda itu dengan menyisipkan energi jadi harusnya Anda terluka," ucap Kaelar sambil meraih pedang itu kemudian meraih tangan kiri Rigel. "Tangan Nona tidak terluka sedikit pun," takjub Aki yang ikut melihat tangan Rigel. Cassiel mengembungkan pipinya saat ibunya itu dikerumuni oleh paman-pamannya. "Ibu, temani aku istirahat!" Cassiel menarik tangan Rigel kemudian membawanya pergi dari lapangan latihan. "Oh tenanglah Pangeran Muda, Anda tak perlu cemas soal ini dan mereka," ucap Rigel hanya tersenyum menatap Cassiel. Saat itu Rigel tak mau bergeming dari tempatnya berdiri. Ia tahu Anak itu cemburu jika Pria-pria ini mengerumuninya."Baiklah," sahut Cassiel dengan pipi memerah malu.Aki mendeham, dia raih patahan kayu itu dari tangan Rigel, meskiWanita itu hilang ingat namun posisi sahnya tetap Istri dari RajaNegeri ini. “Maafkan Ajudan Kaelar, Nona … semua ini tidak sengaja,”ucap Aki mewakili seniornya itu.Rigel mengangguk sambil melirik tangannya.
"Aku tak yakin," ucap Rigel sambil enggan memalingkan wajahnya. Rigel tak ingat Pria itu yang ia tahu hanya namanya Adriel, Sang Raja dari Planet yang mirip dengan masa lalu kemakmuran Bumi. Rigel hanya memandangi sepasang mata biru itu. Kedua pandangan yang bercampur aduk antara suka cita dan duka. Rigel orang yang gampang mengasihani tapi ia pun tak mau lama-lama tinggal di Istana yang tak ia kenal. Adriel tersenyum tipis. "Maukah kau tetap tinggal disini? tidak ingat padaku pun tak masalah, aku hanya ingin bertanggung jawab sebagai suamimu untuk memenuhi semua keperluan hidupmu Rigel." Adriel berucap dengan mengabaikan deru hujan yang semakin deras. "Mari, kita ke dalam dulu," ajak Rigel. Kini keduanya berada di ruang kerja Adriel. Masing-masing duduk berseberangan di sofa yang menghadap perampian hangat. Rigel maupun Adriel sudah berganti pakaian baru. Rigel terdiam memandangi api perampian sementara Adriel sibuk memandangi Wanita itu. "Aku tak mau jadi bebanmu Yang Mulia, bia







