"Cooper, tak salah lagi, inilah apartemen Adriel," ucap Rigel sambil memencet bel.
"Kaelar kenapa kau cepat sekali kembali?" kedua mata biru Adriel membelalak sempurna saat mendapati seorang wanita cantik berambut hitam bergelombang itu tengah berdiri di depan aparemennya. "Rigel ... Rigel, kau? kau kenapa disini?"
Rigel berdiri sembari menatap Adriel yang masih tercengang menatapnya. Pria itu memakai kaos putih polos dan mengenakan celana hitam, rambut pirang selehernya diikat asal. "Hai, aku akan menginap sementara," jawab Rigel. Rigel menatap kedua mata biru Adriel yang indah itu, kapan pun Rigel menatap kedua mata birunya, Rigel selalu terpukau.
"Menginap? maksudmu kau akan tinggal bersamaku?" tanya Adriel lagi.
Rigel mengangguk. "Ceritanya panjang, sementara ini aku akan cuti dari pekerjaanku jadi aku juga tidak bisa tinggal di Klinik." Saat Rigel berucap dia menatap kedatangan Pria berambut hitam panjang. Pria itu berwajah oriental namun
"Yang Mulia, aku tidak menemukan keberadaan Permaisuri di seluruh penjuru istana," ucap Kaelar bersama pasukan prajurit yang mendatangi Adriel. Adriel melotot murka. Ia tak terima dengan semua ini. "Cari sampai ketemu!" bentak Adriel menggelegar. Tak usai akan murkanya, ia merutuki semua orang karena wanita yang paling ia cintai lenyap dalam waktu satu malam. "Argh!" erang Adriel sembari menyibak rambut pirang emasnya itu. Ia pun berjalan tergesa-gesa hendak menuju ke gerbang istana. Kedua tatapan biru menyalang dan rahang yang keras. Adriel tak menggubris sapaan setiap orang yang memberi hormat saat ia melintas."Aku tahu dia pasti sengaja melakukan semua ini, Rigel sengaja meninggalkanku!" bentak Adriel yang dikuasai oleh murka dan amarah. Ia menduga usai pertikaian pendapatnya dengan Rigel membuat Wanita itu sengaja meninggalkannya. Ratu kala itu berpas-pasan dengan Adriel. Wanita paruh baya itu menggendong cucunya yang sama gelisah dengan anaknya. "Adriel, bagaimana?" tanya Rat
"Terus saja omong kosong," celetuk Rigel."Hal seperti itu tidak bisa kau dapatkan di bumi, semuanya sudah rusak, aku memahami cintamu pada tanah kelahiranmu tapi bisakah kau memikirkan masa depan Cassiel?" tanya Adriel yang membuat Rigel tertohok. "Apa ... apa yang sedang kau coba katakan?" tanya Rigel menatap langsung wajah Adriel yang ada disebelahnya. Rigel tertegun, biasanya Adriel hanya menatap dingi atau biasa saja. Jarang sekali wajah rupawan itu memasang ekspresi emosionalnya.Berbanding terbalik dengan Adriel yang menatap Rigel. "Aku berusaha memikirkan anak kita sebagai orang tua," ucap Adriel lagi."Kau coba mengatakan jika, lebih baik aku meninggalkan bumi dan membiarkan bumi semakin hancur?" tanya Rigel. Adriel tak bergeming. Percuma menyembunyikan niatan aslinya karena memang itulah kehendak Adriel. Ia mau anak dan istrinya bersamanya. "Benar, itulah yang aku mau." Adriel menjawab dengan tegas. Ia tak perduli jika harus bertikai lagi dengan Rigel. "Beri aku waktu," p
"Tapi aku Si Penawar ada di sana!" teriak Rigel cukup keras. Ia muncul di tengah-tengah pintu yang terbuka lebar. Dia memakai gaun biru tua panjang dengan rambut perak yang tergerai sempurna seolah sengaja menguarkan energi.Tatapan Rigel kala itu menajam menatap suaminya. Ia berjalan mendekati rapat itu kemudian sengaja menancapkan sebuah belati bergagang perak. "Ingatkan pada kekejian leluhurmu," ucap Rigel sinis pada Adriel yang berada diseberang bagian sisi meja yang berlawanan. tatapan Adriel tertuju pada gagang belati itu. Sebuah batu permata merah jadi hiasan gagang itu. Adriel mengenal belati itu. "Kehadiranmu saat ini tidak perlukan dalam rapat, Permaisuriku." Adriel berucap dengan nada lembut. Ia tak mau Rigel dianggap jadi pengkhianat atau ancaman bagi New Neoma karena saat ini para bangsawan juga hadir dalam makan malam. "Kau egois, aku kecewa padamu," ucap Rigel dengan tatapan kecewanya. Rigel pun beranjak meninggalkan ruang makan. Ia berjalan gopoh meninggalkan ruangan
Wanita itu mulai gelisah. "Ampuni Hamba, Hamba sudah mengetuk pintu sedari tadi ... Perdana Menteri memberi izin kemari, Hamba ini ... Hamba Putri dari Earl Mahara, mewakilkan ayah yang sudah tiada untuk memenuhi panggilan Anda Yang Mulia," ucap Wanita itu.Adriel terdiam tampak mengingat sejenak. "Kenapa Earl Mahara tiada?" tanya Adriel yang bahkan tidak tahu."Ayah terkena penyakit, dia tewas karena penyakit itu." jawab Si Wanita."Earl Mahara ... tujuh hari lalu tampak bugar menghadiri rapat panen," celetuk Adriel mulai heran."Ampuni Hamba ... Ayah sudah tiada Yang Mulia." Si Wanita menjawab dengan nada yang pilu. Adriel tak berucap panjang lagi. Ia memberikan sebuah map cokelat berisi lembaran-lembaran yang cukup tebal. Adriel tak berucap kala memberikan map itu. "Kembali setelah kau membaca seluruh isi dari map ini," suruh Adriel. "Baik Yang Mulia," sahut Si Wanita."Dan karena kau sudah jadi pengganti ayahmu, malam nanti rapat diadakan bersamaan dengan makan malam di Istana,
"Woah!" Adriel berdecak kagum usai melihat rekaman Rigel yang sedang menjalankan misi untuk memberantas yang terinfeksi tahap akhir. Adriel menyempatkan diri untuk memantai istrinya disela-sela sibuknya itu karena ia sendiri kesulitan menghubungi Rigel dari New Neoma. Rigel yang menolak akses komunikasi karena sedang sibuk dengan berbagai misi. Adriel menduduki kursi kerjanya. Ia bersandar memandangi langit-langit kantor istana. "Kupikir selesai selama seminggu tapi ini sudah tiga bulan, sial ... penjabat-penjabat kerajaan ini benar-benar sulit dikendalikan karena korup," ucap Adriel tampak lelah. Jenggot tipis sudah tumbuh didagu tirusnya, rambut pirangnya terurai panjang sampai bahu, tampak lesu dan bau. Pria tampan itu sejak kemarin belum kembali hanya untuk tidur dan mandi. "Aku mendengar keluhanmu Yang Mulia," sahut Kaelar dari sambungan komunikasi. Ajudannya itu lah yang jadi penghubung dengan istrinya bahkan rekaman Rigel itu berasal dari Kaelar. "Cassiel, bagaimana?" tanya
"Ayolah aku tak bisa lama-lama karena rasa kesalku ini bisa membuatku memburu apapun," gertak Rigel berwajah seram.Corrie menaikkan kedua bahunya kemudian menyerahkan koper itu pada Aki. "Nak, aku percayakan benda ini pada kalian, dipakai untuk keselamatan kalian ya," ucap Corrie. Aki meraih koper itu. Ia memasuki helikopter usai Rigel masuk lebih dulu. Aki bisa melihat raut kekesalan Rigel. Jadi Pria itu memilih diam sambil membuka isi koper saat kedua temannya menyusul masuk. Aki menghela napas karena isinya hanya seragam militer biasa dan senjata-senjata api. "Kita tidak akan memakai itu bukan?" sahut Kendrick bertanya. "Kalian memerlukan alat-alat itu karena pasukan team Beta yang seharusnya di lokasi saat ini hilang kabar," jawab Corrie sembari mengendarai helikopter. Saat tiba di sebuah tanda pendaratan. Ia langsung menoleh pada Rigel yang diam waspada. Rigel keluar lebih dulu. "Aki, Kendrick di depan bersamaku, Anna diam di heli bersama Corrie ... jika sesuatu mendekatiku,