Share

Peringatan

Penulis: Alita novel
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-05 15:17:10

“Kamu bicara apa sih Dek?” Roni membantah. Dengan tenang dia duduk disamping Nana.

Pria itu mengangkat tangannya. Seolah menunjukkan perban yang tiba-tiba membelit pergelangan tangan kanannya. Nana tahu kalau Roni mengambil perban itu dari kotak P3K di mobil.

“Lihat nih. Tadi tanganku nggak sengaja kena air panas waktu aku mau buat kopi. Jadi aku pergi ke apotek dua puluh empat jam lagi. Namun sampai sana apoteker menyuruhku periksa di klinik yang masih menyatu dengan apotek agar bisa diresepkan antibiotik. Ada beberapa orang yang sedang periksa. Jadi aku menunggu.” Roni menjelaskan kebohongannya dengan lancar. Mengalir begitu saja dari mulutnya.

Nana berusaha mengatur wajahnya sebaik mungkin karena Roni terus menatapnya dengan pandangan menyelidik. Pria itu pasti sudah dengar alasannya tidak minum air yang disiapkan oleh Roni. Nana ingin berakting seapik mungkin seperti suaminya agar bisa mengambil semua hak yang sudah ia berikan pada Arni.

“Oh begitu.” Nana mengangguk. Mengikuti permainan Roni. Bukan. Lebih tepatnya permainan yang Nana ciptakan agar Roni dan Arni tidak mencapai puncak bersama.

“Ya sudah naik yuk. Sudah malam.” Roni merangkul bahu istrinya.

Mereka naik ke lantai dua lalu masuk kamar. Nana menatap sang suami yang rebah lebih dulu. Ia duduk di tepi ranjang. Diam-diam mengusap bahunya yang tadi dipegang Roni. Rasa jijik itu masih menggelenyar. Baru kali ini Nana bergidik karena disentuh orang. Terutama suaminya sendiri.

Selama berumah tangga. Nana baru tahu kalau Roni sangat jago berakting. Ia bertanya-tanya. Apakah ini pertama kalinya Roni punya hubungan dengan wanita lain? Bagaimana sikap Roni yang sebenarnya? Apa dia juga pernah selingkuh di kantor?

Nana menghela nafas. Walaupun dia tidak menangis lagi, tapi hatinya tetap sakit. Seperti tersayat sembilu. Ternyata Nana tidak tahu apapun tentang Roni. Dia mengira Roni adalah suami dan ayah terbaik untuk keluarga mereka.

“Kamu belum tidur Dek?” Roni membuka matanya. Menatap Nana heran.

“Nggak bisa tidur Mas. Mungkin karena aku terlanjur begadang menunggumu pulang. Kamu tidur saja dulu. Aku mau buat teh hangat di dapur.”

“Ya sudah. Nanti langsung tidur ya.”

“Iya Mas.” Nana mengangguk lalu melangkah keluar kamar.

Sekali lagi ia menghela nafas berat. Pikirannya melayang tidak tentu arah. Hatinya sangat siap berpisah. Namun bagaimana dengan anak-anak? Terutama Maher yang sangat dekat dengan ayahnya. Hati si kecil akan terkoyak saat ia mengusir paksa Roni keluar dari rumah ini.

Nana duduk di kursi. Sikunya bertumpu pada meja dapur. Kepalanya mendadak pusing. Sejak kemarin Nana hanya memikirkan tentang dendamnya pada Roni dan Arni. Dia belum memikirkan perasaan Maher yang sebenarnya. Apalagi anak itu juga terlibat menjaga rahasia ayah dan ibu tirinya.

“Apa yang harus kulakukan?” Nana meraup wajahnya bingung.

Suara jarum yang terus bergerak menyadarkan lamunan Nana. Dia harus segera membuat teh hangat agar bisa tidur malam ini. Saat membuka lemari dapur bagian atas, dia tidak menemukan kotak teh yang biasanya ia minum. Nana mencari di lemari bawah hingga ke pojok.

“Kok ditaruh di pojok sih?” tanya Nana bingung melihat kotak yang familiar.

Matanya membulat kaget melihat kotak susu untuk ibu hamil. Susu ini jelas bukan miliknya. Berarti kemungkinan besar susu ini milik Arni dan adik madunya itu tengah hamil. Rasa sakit itu kembali menyusup dalam dadanya. Nana menatap kotak susu itu datar. Tidak ada lagi air mata yang mengalir.

“Nana sayang,” panggil Roni khawatir.

Kini Roni yang kaget melihat Nana memegang kotak susu itu. Nana berusaha mengatur ekspresinya. Ia membaca kemasannya dengan seksama. Susu untuk ibu hamil trimester kedua. Berarti Arni bisa jadi sudah mengandung dan memasuki trimester kedua. Jika adik madunya baru hamil, dia akan membeli susu untuk trimester pertama.

Nana ingat beberapa bulan lalu saat Arni belum tinggal bersamanya, dia sempat datang ke rumah kontrakan yang dihuni ibu dan papa tirinya. Arni sedang sakit dan terus muntah. Ia datang bersama Roni yang membawa banyak barang. Roni terus bertanya kondisi Arni. Memberi perhatian yang tampak berlebihan karena hubungan mereka hanya sebatas kakak dan adik ipar.

Satu bulan kemudian, orang tuanya meminta Arni tinggal disini. Nana menerima dengan lapang hati. Mengijinkan Roni membantu biaya perawatan papa tirinya dan membiayai kuliah Arni. Merasa semuanya baik-baik saja.

“Kamu jangan salah paham.” Suara Roni membuyarkan lamunannya. Nana kembali ke dunia nyata.

“Apa maksud kamu Mas?” tanya Nana lembut. Dia meletakan kotak susu itu di meja.

“A—aku, aku,” ucap Roni bingung.

“Aku lagi cari kotak teh yang biasanya kuminum. Nggak ketemu. Kamu lihat nggak Mas?” Nana berjongkok lagi. Pura-pura mencari barang yang ia maksud.

“Emm aku nggak lihat Dek,” jawab Roni kikuk.

“Ya sudah aku minum air hangat saja.” Nana beranjak. Mengambil air hangat dari dispenser lalu memasukan kotak susu ke tempatnya semula.

“Dek,” panggil Roni pelan.

“Iya. Kenapa Mas?” tanya Nana pura-pura heran.

Nana berusaha menahan tawa. Puas melihat sang suami yang kelimpungan seperti ini. Salah siapa bermain api. Dia sendiri yang akan terbakar. Nana hanya harus menghindar dan bermain cantik.

“Kamu tidak bertanya tentang kotak susu itu?” tanya Roni hati-hati.

“Kenapa aku harus bertanya? Kotak susu itukan punyaku, tapi tidak habis saat usia kandungan masuk trimester tiga. Jadi aku minta Mbak Wiwin menyimpannya. Siapa tahu ada saudara atau tetangga kurang mampu yang butuh.” Nana tertawa lalu berjalan melewati Roni.

Dapat ia dengar helaan nafas lega suaminya. Nana tersenyum sinis. Ini baru permulaan. Nana akan membuat permainannya lebih seru lagi.

Roni berjalan di belakangnya. Mereka berbaring dengan pikiran berkecamuk. Roni yang tiba-tiba khawatir dan Nana yang ingin memberi pelajaran pada suami dan adik tirinya. Ah tidak hanya adik tiri, tapi juga adik madu.

***

“Maher sudah siap. Ganteng banget anaknya Mama,” seru Nana ceria setelah merapikan rambut Maher. Langit gelap sudah berganti cerah. Jarum jam menunjukakn pukul setengah enam pagi.

“Iya dong anak Mama dan Ayah gitu loh,” jawab Maher percaya diri. Nana mengecup pipi putranya gemas. Meskipun hatinya tercubit mendengar Maher juga memuji ayahnya. Kebiasaan yang Nana tanamkan sejak kecil.

“Maher tahu nggak kalau mencium orang selain keluarga itu tidak boleh.” Nana memulai pembicaraan.

Dia harus menjelaskan sesederhana mungkin agar putranya paham dan tidak menganggap kalau apa yang ayahnya lakukan pada tantenya itu wajar. Justru sebaliknya. Bagi Maher dia harus menganggap kalau perbuatan mereka terlarang.

“Tahu Ma. Kata Ayah kita hanya boleh mencium keluarga.” Maher mengangguk.

Nana mengepalkan tangannya. Menghela nafas untuk mengatur emosi agar tidak meledak di depan anaknya. Bisa-bisanya Roni memberikan informasi yang keliru pada buah hati mereka agar bisa tetap bermesraan di depan Maher.

“Bagus sayang. Mencium keluarga berarti hanya Ayah yang boleh mencium pipi Mama. Begitu juga sebaliknya. Terus Ayah dan Mama yang mencium kakak dan adek. Begitu juga sebaliknya. Tidak boleh ada orang luar yang melakukannya. Termasuk Tante Arni dan adik-adiknya Ayah. Apa Maher mengerti?” tanya Nana lembut.

Bocah kecil itu mengerjapkan matanya bingung. Jari kecilnya menggaruk rambut yang sudah rapi hingga sedikit berantakan. Nana merapikan rambut anaknya lagi. Membiarkan Maher memproses informasi yang baru saja ia sampaikan.

“Berarti Ayah tidak boleh mencium Tante Arni?” tanya Maher memastikan.

Nana mengangguk. “Iya sayang. Yuk kita ke ruang makan sekarang.”

Ia membiarkan Maher berjalan dulu lalu menggendong Dinda yang sejak tadi bermain di karpet. Saat masuk ke ruang makan, Roni dan Arni sudah duduk lebih dulu disana. Nana mendudukan Dinda di kursi bayinya. Terdengar suara Mbak Wiwin yang masih berkutat di dapur. Nana meninggalkan mereka untuk membantu Mbak Wiwin.

“Sarapan dulu Mbak,” ajak Nana untuk yang kesekian kalinya.

“Nggak Mbak. Saya ke pasar dulu. Nanti baru mandi terus sarapan,” jawab Mbak Wiwin lalu pamit keluar.

Nana duduk di kursinya lagi. Kali ini dia menuangkan minuman untuk Roni. Meletakannya di depan sang suami bersamaan dengan Arni.

“Maaf ya Ar. Mulai sekarang aku yang akan melayani semua kebutuhan suamiku. Walaupun untuk hal-hal kecil seperti mengambil nasi dan menuangkan air. Aku terlalu merepotkan kamu selama ini.” Nana tersenyum. Menggeser gelas pemberian Arni.

“Iya nggak masalah Mbak.” Arni memaksa senyumnya terbit.

Suasana ruang makan sempat hening sejenak. Nana melihat Maher yang memindai semua orang yang ada di sana. Lalu pandangan si kecil jatuh pada ayahnya.

“Ayah nggak boleh lagi mencium Tante Arni. Kata Mama yang boleh mencium Ayah itu cuma Mama, Maher dan Dinda,” kata Maher polos.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Memancing

    Wajah Roni memucat. Begitu juga dengan Arni yang langsung menunduk. Tidak berani menatap Nana yang tengah mengamati ekspresi mereka. Saat Roni menatapnya, Nana pura-pura terkejut. Wanita itu batuk sampai menyemburkan sedikit air yang diminumnya.“Kok Maher bilang gitu sama Ayah?” tanya Nana pura-pura heran.“Soalnya.”“Maher salah paham saat melihatku dan Arni Dek. Posisi kami seperti berciuman padahal aku hanya membantu Arni memasang sabuk pengaman.” Roni buru-buru bicara.“Nggak kok,” bantah Maher kesal.“Sudah sayang. Nanti Maher ceritakan setelah pulang sekolah. Mama akan dengarkan,” kata Nana menengahi. Tidak sanggup menahan tawanya melihat wajah Arni kian pucat. Nana takut adik tirinya akan pingsan sekarang.“Dek,” seru Roni memelas.“Tenang saja Mas. Aku percaya padamu. Namanya juga anak kecil. Maher hanya butuh didengar. Nanti aku yang luruskan setelah dia cerita.” Nana mengusap bahu sang suami mesra. Mengambil tisu lalu mengusap dahi Roni yang berkeringat dingin.Ia melirik A

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Peringatan

    “Kamu bicara apa sih Dek?” Roni membantah. Dengan tenang dia duduk disamping Nana.Pria itu mengangkat tangannya. Seolah menunjukkan perban yang tiba-tiba membelit pergelangan tangan kanannya. Nana tahu kalau Roni mengambil perban itu dari kotak P3K di mobil.“Lihat nih. Tadi tanganku nggak sengaja kena air panas waktu aku mau buat kopi. Jadi aku pergi ke apotek dua puluh empat jam lagi. Namun sampai sana apoteker menyuruhku periksa di klinik yang masih menyatu dengan apotek agar bisa diresepkan antibiotik. Ada beberapa orang yang sedang periksa. Jadi aku menunggu.” Roni menjelaskan kebohongannya dengan lancar. Mengalir begitu saja dari mulutnya.Nana berusaha mengatur wajahnya sebaik mungkin karena Roni terus menatapnya dengan pandangan menyelidik. Pria itu pasti sudah dengar alasannya tidak minum air yang disiapkan oleh Roni. Nana ingin berakting seapik mungkin seperti suaminya agar bisa mengambil semua hak yang sudah ia berikan pada Arni.“Oh begitu.” Nana mengangguk. Mengikuti per

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Permainan

    Nana tidak sanggup lagi melihat layer ponselnya. Dia menutup rekaman itu. Hatinya memang hancur berkeping-keping, tapi tidak ada lagi air mata yang membasahi pipinya. Jika menuruti kata hati, Nana ingin memanggil ketua RT dan para warga lalu menggerebek mereka. Menelepon mertuanya agar datang kesini dan menunjukkan kalau Roni selingkuh.Semua bukti yang Nana dapat sudah lebih dari cukup. Dia bisa berpisah dari Roni, mendapat semua harta dan hak asuh anak-anak. Namun melihat perhiasan di kamar Arni, Nana ingin mengambil semuanya. Akan ia buat suami dan adik tirinya berada di titik terendah karena berani bermain api di belakangnya.“Aku harus tahu rencana mereka.” Nana membuka rekaman lagi.Ternyata Arni dan Roni baru saja berhubungan. Mereka bersandar ke tempat tidur. Arni bersandar di dada Roni. Memakai selimut hingga ke dada. Memperlihatkan bahu yang terbuka.“Apa kamu sudah memberi obat tidur ke Mbak Nana?”“Dia tidur sebelum aku memberinya air berisi obat tidur.”“Bagaimana kalau M

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Kamera CCTV

    “Ma cium disini.” Maher menunjuk bibirnya.“Oke.” Nana mengecup sang putra cepat lalu mencium pipi gembil bayinya.“Kalau sama Mama dan Papa boleh, tapi Maher tidak boleh minta cium sama orang asing ya.” Nasihat Nana setiap kali Maher meminta ciumannya.“Kenapa Ma? Soalnya aku juga punya rahasia tentang itu.” Maher terkikik geli. Bocah itu mengayunkan kakinya pelan. Nana membantu Maher memakai sepatu. Posisi anaknya yang duduk di tempat tidur membuatnya lebih mudah membantu sang anak.“Rahasia sama temannya Maher ya?” tanya Nana penasaran. Bocah itu hanya menggeleng sambil tertawa. Lalu pergi ke ruang tengah untuk menonton TV.Nana teringat percakapannya dengan Maher beberapa hari lalu. Melihat adegan mesra di depan matanya, Nana yakin inilah rahasia yang dimaksud Maher. Meskipun dadanya terasa sangat sesak, tidak ada air mata yang mengalir. Dia sudah menumpahkan semuanya tadi malam. Nana bertekat tidak akan menangisi pria brengsek seperti Roni.Berbagai rencana tersusun di kepalanya.

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Firasat

    “Apa yang kamu lakukan Mas? Kenapa kamu keluar dari kamar Arni?” Nafas Nana memburu. Wajah Nana memerah karena marah dan cemas. Semua pikiran buruk menghantui kepalanya.Nana berusaha berpikir positif, tapi tidak bisa. Di tengah keremangan malam, dia tidak bisa memperhatikan bagaimana kondisi Roni sekarang. Apakah dia memakai baju lengkap? Apakah Roni kelelahan dan lain-lain? Dia ingin memastikan kalau pikiran buruknya tidak terbukti. Nana merasa jantungnya berdebar-debar saat berusaha memastikan keadaan Roni“Kamu salah paham Na.” Roni menekan saklar.Terangnya lampu membuat Nana bisa melihat semuanya dengan jelas. Roni berpakaian lengkap. Wajah pria itu terlihat khawatir. Ia mendekati sang istri lalu memegang tangan Nana erat. Nana merasa sedikit lega saat melihat Roni berpakaian lengkap“Jawab aku. Kenapa kamu keluar dari kamar Arni tengah malam seperti ini?” Suara Nana bergetar. Matanya berkaca-kaca. Siap menumpahkan air mata.“Saat aku keluar cari minum di atas, aku dengar Arni m

  • Cinta Segitiga Dalam Keluarga Tiri   Mas Roni

    “Bagaimana kalau aku menikah lagi Dek?” tanya Roni pada sang istri yang sibuk mengambil baju kotornya dari koper.Nana menghentikan gerakannya. Dia menoleh dengan kening mengernyit heran. Dadanya berdegup kencang, seolah ada gendang yang bertalu di dadanya. Nana merasa gelisah.“Kamu serius Mas?” Nana berusaha menahan getar dalam suaranya.Dia melihat pantulan diri di cermin. Matanya sudah berair. Wajahnya menyimpan bara amarah yang siap meledak jika perkataan Roni menjadi kenyataan.“Kamu tahu sendiri seperti apa sifatku Mas? Kalau kau benar-benar menikah lagi, kau tahu apa konsekuensinya,” jawab Nana ketus.Roni meneguk ludahnya gugup, merasa takut akan reaksi Nana. Pria itu paham sekali bagaimana sifat sang istri. Nana adalah orang yang lembut, ramah dan pengertian. Namun wanita itu tidak suka jika ada yang mengusik keluarganya. Nana akan berubah jadi orang yang pemarah dan mengeluarkan semua emosinya secara membabi buta.“Aku bercanda Dek.” Roni mengalihkan pandang ke jendela yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status