Ketika Anna membuka pintu dia tidak melihat siapa pun, Anna menjadi sangat sedih mendapati Peter yang telah pergi. Namun yang Anna tidak ketahui, Peter sedari tadi masih menunggu di samping kamarnya.
“Sinta, wajahmu kenapa?” ucap Peter.
Mendengar ajakan Peter untuk pulang bersama membuat Sinta terdiam, dia tidak percaya Peter akan mengajaknya pulang bersama. Namun, Sinta teringat dia telah setuju jika Aldi mengantarnya pulang.Sinta yang sesaat terbesit untuk menerima ajakan Peter untuk pulang bersama, pada akhirnya dia mengatakan kepada Peter yang sesungguhnya bahwa dia telah memiliki janji." Tidak apa- apa, Sin. Hmm kalau begitu aku jalan dulu."Peter berlalu dari hadapan Sinta, yang tidak berapa lama kemudian Sinta juga pergi meninggalkan ruangan tersebut. Sinta yang sedang berjalan keluar mengambil ponselnya yang terus berdering.{ Sin, aku sudah ada di depan. }{ Ya, Aldi. Aku lagi jalan keluar ni }Sinta menutup telepon tersebut, dia segera berjalan keluar dari bangunan rumah sakit itu. Aldi yang telah melihat Sinta, dengan segera mendekatkan mobilnya kearah gadis itu berdiri.Secara bersamaan Sinta yang baru masuk kedalam mobil Aldi, melihat Peter
Sinta sedikit terperanjat ketika ada sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya, yang tidak berapa lama dia melihat seorang sopir keluar dari mobil itu. Si sopir dengan sedikit tergopoh-gopoh menghampiri Sinta, dia mengatakan jika mobilnya tiba-tiba mogok dan bertanya kepada Sinta di mana letak bengkel mobil terdekat.Sinta yang sering melewati tempat itu mengatakan jika bengkel di sekitar mereka hanya ada satu dan letaknya tidak begitu jauh. Namun gadis itu menambahkan di jam seperti ini, sering terjadi kemacetan yang bisa menyebabkan sampainya lebih lama dari yang seharusnya. Si sopir yang mendengar penjelasan Sinta tampak bingung lalu dia menjelaskan lagi, jika dia hanya menggantikan pamannya yang sakit sehingga dia tidak terlalu paham dengan kota itu. Terlebih lagi, dia harus segera sampai ketempat tujuan.
Sinta berpikir sejenak syarat apa yang akan dia berikan kepada Marco. Sebenarnya, jika bukan sikap Marco yang angkuh dia akan memberikan nomor itu tanpa syarat. Marco yang tidak sabar ingin mendengar syarat tersebut, menatap tajam gadis itu.
Sinta heran mengapa si kakek tiba-tiba berteriak histeris dan memegangi kepalanya yang tampak kesakitan, hal itu membuat Sinta menjadi panik.Sinta yang panik berlari keluar mencari dokter atau suster yang bisa membantu si kakek, untungnya dia bertemu dengan Dokter Peter yang sedang berjalan di koredor rumah sakit."Sinta, ada apa?"
Marco yang tidak ingin mengganggu Louisa, akhirnya menunda menghubunginya.
" Yeah, Marc. Dia bekerja di perusahaan Taylor Wimpey."" Perusahaan Taylor Wimpey. Hemm,Jemy, apa kamu tahu nama laki-laki itu?" tanya Marco penasaran." Namanya, Robert," jelasnya lagi." Robert? Jemy, dia tidak menyebutkan nama belakangnya?"" Robert Crow, hmm, Sorry, Marc. I' m not sure that's his surname."" It's ok, Jemy."Jemy yang waktu itu tidak menghiraukan ketika Robert menyebut nama belakangnya menjadi merasa bersalah kepada Marco. Jemy tahu mencari nama seseorang tanpa mengetahui nama belakangnya pastilah tidak mudah, bayangkan berapa banyaknya orang akan mempunyai nama depan yang sama.Marco melihat raut muka Jemy yang merasa bersalah, dengan tenang pemuda itu menyakinkan Jemy jika dia bisa menemukan Louisa. Walaupun, Marco menyadari pasti tidak akan muda menemukan keberadaan atau tempat tinggal Louisa yang sekarang.Setelah Marco mengucapkan terima kasih dan sekaligus ber
" Kalau bukan dia, siapa laki-laki yang bernama Robert itu?"Batin Marco bergejolak dengan pertanyaan yang dia tidak tahu harus bertanya dengan siapa. Baginya, Orang yang bernama Robert seperti sebuah teka-teki yang harus segera di pecahkan.Marco menyandarkan badannya ke dinding, dia menenangkan pikirannya yang terus bertanya dari mana dia akan mengetahui identitas orang yang terlihat bersama Louisa tanpa ada petunjuk selain nama depannya.Ting ...Suara pesan pengingat Marco berbunyi yang membuat pemuda itu membuka matanya lalu mengambil ponsel di dalam saku celananya." Waktunya untuk menjemput Roni," gumamnya.Marco pergi meninggalkan tempat itu, dia mengendarai mobilnya menuju bandara. Selama di perjalanan Marco memastikan lagi dengan menelepon rumah orang tua Louisa, namun nomor itu sudah tidak dapat di hubungi lagi." Sungguh aneh, Kenapa? Apa kamu benar-benar tidak ingin bertemu dengan'ku?" gumamnya dalam hati.Sela