Kenzo masih berada di samping Naka, aku dan Naka sudah berada di hadapan Rina dan Faiz—Papa Naka. Aku menundukkan pandanganku, ujung tanganku meremas gaun yang kukenakan, perasaanku tidak enak. Instingku mengatakan jika akan teejadi hal yang buruk, dan aku ketakutan.
Mataku bertatapan dengan Alma, tatapan sedikit tajam membuat pikiranku bercabang kemana-mana. Aku takut jika apa yang tengah aku pikirkan menjadi kenyataan."Mama, papa aku dan Alice akan pulang." Aku menampilkan senyuman sebaik mungkin, seolah kejadian beberapa waktu yang lalu tidak terjadi.Naka memegang ujung tanagnku lembut lalu menghampiri Alma dan Dean, Naka berucap dengan suara pelan, "Selamat hari jadi pernikahan untuk kalian, aku dan Alice turut bahagia."Aku mengangguk tersenyum, "Selamat hari jadi pernikahan, pak Dean dan bu Alma. Semoga pernikahana kalian bahagia."Dean menatapku lembut, pria itu tersenyum hangat memandangku lalu berkata, "Terima kasih sudah hadir, Alice. Dan untuk doanya ...Begitu aku turun, mobil Naka kembali melesat dengan laju yang kencang. Aku berteriak memanggil namanya, namun ia tidak menghentikan mobilnya.Aku menatap ujung sepatuku, Naka pasti marah padaku, ini salahku. Sekarang ... sebaiknya apa yang harus kulakukan?Aku berjalan masuk menuju Apartemen Naka sembari mengiriminya pesan singkat yang menyatakan permintaan maaf dariku.Naka benar, tidak seharusnya aku mengatakan bahwa Naka hanya teman biasa bagiku. Tidak, Naka lebih dari itu, aku juga mencintainya. Tetapi ... belum pernah sekalipun aku mengungkapkan perasaanku padanya. Aku menyesali itu, seharusnya aku pun mengatakan isi hatiku padanya.Naka ... sekarang kamu ada dimana? Malam semakin larut, tetapi kamu belum juga kembali. Maaf, ini salahku. Baiklah, kita akan tetap bersama, kita akan melewati ini bersama-sama, tetapi tolong ... pulanglah. Aku begitu khawatir ....Naka ... aku juga merasakan sakitnya ketika kamu mengatakan jika aku menganggap omonganmu hanya lelucon,
Aku memandang setumpuk jurnal di hadapanku dengan hembusan napas berat, kepalaku rasanya pusing, pandanganku mulai berkunang-kunang. Aku menghela napas, "Kapan tugas ini akan selesai," ucapku pelan pada diriku.Sedang di sampingku, Diva tertidur dengan santainya seolah setumpuk jurnal yang ada di hadapannya tidaklah penting. Aku sudah menegurnya berulang kali, namun ia selalu menjawab dengan polosnya, "Alice ... aku sedang mengantuk, percuma saja jika aku mengerjakannya aku juga tidak akan paham, jadi biarkan aku tidur, mengerti?"Dan aku hanya bisa mengangguk membiarkan matanya terpejam.Aku menatap sekeliling, semua mahasiswa sedang terfokus pada tugas menyelesaikan kasus yang dosen berikan. Bisa dikatakan kasusnya tidaklah sulit, bisa dijawab dengan mudah, tetapi ... dosen meminta penyelesaian harus mengutip beberapa jurnal. Dan itu yang sulit, mencari jurnal yang sesuai dengan isi kasus, memahami setiap isinya sungguh membutuhkan waktu yang cukup lama.Dan ...
Begitu aku tiba di depan Apartemennya, tanganku segera membuka kunci Apartemen Naka dengan pin yang sudah diberitahunya terlebih dahulu.Tanganku dengan cepat menutup indra penciumanku begitu bau-bau khas minuman alkohol memenuhi isi ruangan. Segera aku mendatangi Naka yang sedang duduk terkulai lemas di bawah sofa."Ada apa, Naka? Apa yang terjadi?" teriakku khawatir melihat Naka duduk dengan tidak berdaya. Kondisinya begitu buruk hingga aku tidak bisa berkata-kata melihatnya.Aku segera duduk di sampingnya dan berbisik dengan suara rendah, "Naka ... apa yang terjadi? Katakanlah, aku bisa menjadi pendengar baik untukmu ...."Naka masih diam membisu, tatapannya rendah seolah ia sedang letih dengan segalanya.Aku kembali berucap dengan suara rendah, "Naka ... apa yang terjadi, aku akan mendengarkan setiap kelih kesahmu. Ayo, katakanlah!"Pemuda ini menoleh menatapku dengan mata yang lelah, aku mendekatinya dan segera memberikan pelukan hangat untuknya."Sud
Paginya, aku dan Naka berangkat bersama menuju kampus. Begitu tiba di pelataran kampus, aku dan Naka berjalan beriringan menuju kelas.Wajah Naka sudah kembali ceria seperti semula, melihat itu hatiku merasa senang. Aku berharap semoganasalah yang menghantam hubungan kami segera berakhir."Alice ... mengapa kamu terlihat sangat cantik, hm?"Aku menatapnya dengan kekehan singkat di bibirku, "Kenapa memangnya, kamu lebih suka kalau tampilanku jelek, hah?" wajahku sedikit songon ketika berkata seperti itu.Naka hanya terkekeh sebagai responnya. Ia menatap ponselnya sebentar lalu berkata, "Tidak, aku menyukaimu bagaimana pun tampilan kamu, sayang!"Aku memutarkan bola mataku, "Sudah, jangan menipuku! Kamu menyukaiku karena tampilanku terlihat menarik, bukan?"Naka memegang ujung tanganku dengan cepat, "Astaga, kamu salah paham, sayang maksudku bukan seperti itu.""Lalu apa?!"Naka menggaruk batang lehernya dengan mata terpejam, kemudian ia b
Aku menutup mulutku menyembunyikan tawaku melihat tingkah Naka, pemuda itu masih saja berusaha agar bisa bertukar anggota kelompok belajar.Aku berseru dengan wajah yang masih tertawa, "Sudahlah, Naka apa masalahnya jika kita tidak satu kelompok?"Naka mengusap wajahnya, ia menjawabku dengan nada kesal, "Tentu saja itu masalah besar, kamu gadis sendiri di sana, Alice!"Aku memutar bola mataku, "Sudahlah, jangan membuat keributan, aku tidak apa-apa, kok! Dan, aku yakin tidak akan ada yang berani menakaliku, mengerti."Naka menjawab dengan lemah, "Sudahlah, kamu tidak akan mengerti perasaanku, kamu akan menganggap jika tingkahku saat ini berlebihan, padahal aku sedang mengkhawatirkanmu!"Aku memejamkan mataku dan berucap, "Ya, ya aku mengerti apa yang kamu khawatirkan, tetapi Naka ... kamu percaya padaku, bukan? Aku bisa menjaga diriku sendiri.""Terserah padamu saja, aku malas berdebat dan menjadi tontonan semua orang!"*****Naka tidak m
Pagi telah tiba, aku membuka mataku dan segera bersiap-siap untuk kuliah mengingat tugas kuliah yang diberikan dosen pada kelompok belajarku.Aku menatap langit-langit kamar lalu menghembuskan napas hingga dadaku terasa nyaman. Segera aku bangkit dari temlat tidur dan langsung membasahi tubuhku dengan air mengalir dari shower.Aku memejamkan mataku menikmati air dingin yang mengalir dengan deras, "Apa Naka sudah pulang? Aku belum mendengar suaranya ...."Aku menggelengkan kepalaku, tidak ... Naka pasti bisa menjaga dirinya sendiri. Walau rasanya sakit saat ia tidak menepati janjinya untuk pulang secepatnya, aku tidak apa. Asal ... Naka baik-baik saja, itu lebih dari cukup.Aku menuangkan sabun liquid, harum mawar menyebar ke seluruh ruangan membuat denyumku merekah. Aku kembali berbisik pelan, "Naka pasti baik-baik saja, dia pemuda yang luar biasa."Begitu tubuhku terasa bersih, aku mematikan air. Ujung tanganku mendatangi kain berwarna putih untuk men
Selepas Naka menelan pil, matanya sudah terpejam. Aku menghembuskan napas berat, tugas yang diberikan dosen pada kelompok belajarku tidak bisa aku tinggalkan, aku tetap harus datang ke kampus atau ... anggota satu kelompokku akan menanggung semuanyaAku tidak bisa egois seperti itu, bukan? Oleh karena itu, aku berjalan keluar kamar Naka dan membawa tas yang sudah aku siapkan sebelumnya.Aku juga tidak bisa meninggalkan Naka seorang diri dengan kondisinya yang sedang sakit, tetapi bagaimana anggota satu kelompokku?Aku tidak tahu harus mengutamakan yang mana, aku berdiri dan kakiku kembali menuju kamar Naka dan duduk di pinggiran sembari memandangnya sendu."Naka ... aku akan pergi ke kampus sebentar, jaga diri kamu, ya!"Tidak ada jawaban darinya, sepertinya Naka sudah terlelap. Aku mengangguk samar lalu berlalu meninggalkan Naka seorang diri.*****Aku turun dari motor Rio, "Terima kasih, Rio hati-hati di jalan, ya."Rio mengangguk pelan, "Baikla
Dadaku naik turun menahan marah ketika melihat Naka menjauhiku dan membanting pintu kamarnya. Aku berteriak dengan suara tertahan, "Aku tidak ada apa-apa dengan Rio, aku tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya pulang bersama dengannya, apa itu menjadi masalah untukmu?""Dengar, aku bebas harus berinteraksi dengan siapa pun. Naka, tubuh ini milikku, kamu tidak berhak melarang semaumu!"Aku menghalus air mata yang mengalir di wajahku, berbicara dengan suara keras membuat tenggorokanku terasa nyeri.Aku mendatangi dapur kecil dan menegak air di sana. Aku mencoba menahan gejolak amarah di dalam hatiku, mencoba memahami bahwa Naka sedang mabuk saat ini. Naka tidak sadar untuk itulah ia bersikap berbeda seperti biasanya.Aku memejamkan mataku sesaat, tubuhku sejujurnya terasa sangat lelah. Aku membalikkan badanku dan mendapati Naka yang berada di belakangku, aku berkata dengan nada ketus, "Ada apa, kamu butuh sesuatu?"Naka menggeleng, matanya terlihat memerah