Pandanganku tertuju pada Naka, namun sedetik kemudian ia memalingkan wajahnya membuat air mataku kembali tumpah.
Aku terjatuh, tubuhku terasa begitu lemas. Pandanganku memburam, aku tak menyangka masa laluku terungkap di sini, tak pernah terpikir olehku.
Ujung tanganku mencengkeram dadaku kuat-kuat, sesak.
Aku mendongak, Naka berdiri di depanku. Aku segera menyapu air mataku, walau tubuh masih terasa lemas, aku mencoba berdiri di hadapannya.
Aku mencoba menyentuh lengannya, namun Naka menepisnya dengan kasar. Aku tertegun beberapa saat, “Naka ….”
Naka menatapku dengan kekehan kecil di bibirnya, “Apa tujuanmu melakukan ini? Aku merasa jijik dengan diriku karena pernah menyukaimu.”
Aku diam, mataku terpejam, hatiku terasa begitu sakit.
Naka mendekatiku, ia memegang leherku membuat tubuhku sedikit meremang. Rambut panjangku ia selipkan di belakang telinga, bibirnya mendekati telingaku dan berbisik, “J
Ujung tanganku segera menyapu sisa-sisa air mata yang masih mengalir, aku melangkah pelan menuju kamar mandi di dalam kamar. Setelah menghidupkan keran air dan membasahi kedua tanganku, mataku menatap wajah di pantulan cermin. Sedetik kemudian aku menghembuskan naps lelah.Cukup lama aku diam di depan cermin, meneliti betapa kacaunya diriku saat ini.Sedang … Naka tak kunjung pulang, dan aku pulang sendiri dari pesta dengan perasaan tak tentu.Sekarang, apa yang harus kulakukan? Aku sudah menjelaskan alasan aku melakukan ini semua, tetapi sepertinya naka tak bisa mempercayainya.Apa hubunganku dan Naka berakhir di sini saja? Walau perasaan diantaraku dengannya sama-sama ada, tidak hilang.Untuk sekarang, aku meyakini bahwa perasaan Naka masih sama seperti sebelumnya.Aku tersenyum tipis sebelum berlalu pergi.*****Suara alarm membuatku terbangun, tanganku menggapai ponsel dan segera mematikannya. Aku berjalan dengan mat
Aku diam, Naka kembali berucap, “Ada apa denganmu? Mencari perhatian dari orang lain, begitu?”“Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mencari perhatian dari siapapun. Aku terjatuh dan kakiku sakit, apa itu masalah bagimu?” ujarku penuh dengan kekesalan.Naka terkekeh, “Aku merasa kamu sengaja menjatuhkan diri, Alice! Berhentilah melakukan ini itu untuk menarik perhatianku, itu tidak akan membuatku bersimpati!”Mataku memerah, hatiku terasa begitu sakit mendengar penuturan darinya. “Kamu selalu berpikir negatif tentangku, sekalipun aku melakukan hal yang baik, kamu tidak akan percaya. Sudahlah terserah padamu, aku muak dengan segalanya!” ujarku meluap-luap.Tanganku dicekal olehnya, aku menatap pergelangan tanganku yang memerah, “Lepaskan aku!”Naka menyelipkan rambut tipisku di telinga, ia mendekatkan bibir dan berbisik di sana, “Jangan berani keluar dari Apartemenku, sayang!”
Aku meneguk ludah, menatap ke arah lain asal tidak bertatapan mata dengan Diva. Sementara itu, deringan ponsel Diva kembali terdengar, aku memejamkan mata enggan mendengarkan.Diva menatapku, aku menggeleng mengisyaratkan untuk tidak memberitahu pada Naka bahwa aku ada di sini, di kosnya.“Hai, ada apa menelponku?”Diva melirikku, aku menggelengkan kepala, “Ah iya, Alice ada di sini. Dia sudah menceritakan segalanya padaku, jemputlah dia dan selesaikan permasalahan kalian, mengerti?”Aku mengepalkan ujung tanganku, sedang diva menahan tawa melirikku, “Ya, ya cepatlah datang dan hati-hati di jalan, ya!”Begitu telepon mati, aku langsung mencercanya. “Aku sudah bilang jangan memberitahu Naka, Diva mengapa kamu melakukan itu? Kamu itu temanku apa bukan?”Diva terbahak, ia berucap dengan sisa-sisa tawa di bibirnya, “Hei, ada apa dengan tatapanmu itu, kalian adalah temanku, mengerti? Sudahlah,
Pembicaraan di mobil kemarin tidak membuat hubungan kami membaik, Naka masih bersikap dingin padaku.Aku tak tahu harus menjelaskan apa lagi padanya.Semuanya sudah kujelaskan, tetapi tanggapannya tak sesuai harapanku.Dan perkataan pedasnya lebih sering kudengar, aku bingung … apakah ini sifat aslinya? Apakah Naka sebenarnya pemarah?Aku berucap pelan, “Tidak apa, sabar … Naka butuh waktu untuk mencerna semuanya. Jangan terlalu menekannya untuk memahami keadaanku saat itu.”Aku berjalan pelan, kakiku sudah mulai membaik, tidak terasa sakit lagi ketika dibawa untuk melangkah, tetapi tetap harus berhati-hati.Aku melintasi mahasiswa yang sedang berkumpul mengelilingi spanduk baru yang terpasang. Teriakkan nan pekikkan bahagia begitu mendominasi, aku ingin melihat isi dari spanduk tersebut, tetapi menyadari kakiku yang belum sembuh total, rasanya tidak mungkin berdesak-desakkan seperti itu.Diva memanggil namak
Setelah cukup lama menunggu, namun tak kunjung juga mendengar suaranya. Aku mendengus sebal dan melemparkan ponselku.“Sudahlah, sampai kapanpun Naka tetap tidak akan menjawabnya. Iya, baiklah aku yang salah, tetapi tetap saja dia menghindariku. Menyebalkan!”Aku memejamkan mata mengurangi emosi di dada.*****Pagi sudah tiba, terasa begitu cepat. Aku tertidur seperti orang mati, tidak sadar apapun.Aku menutup daun pintu kamar setelah siap untuk pergi ke kampus, mataku menatap pintu kamar Naka yang tertutup rapat. Aku menghela napas, tidak bisa kupungkiri bahwa hatiku kesal padanya, tetapi rasa rinduku lebih besar, lebih mendominasi.Namun apa yang bisa kulakukan, Naka menghindariku. Ia enggan untuk berkomunikasi denganku, tetapi juga melarangku untuk keluar dari kehidupannya.Aku tersenyum tipis, sebisa mungkin bersabar. Aku mencintainya, aku akan berusaha agar hubungan aku dan Naka membaik.Aku tahu, ketika Naka
Setiap hari aku berusaha untuk berbicara, melalu ponsel atau bertatap muka langsung dengannya, semua itu tidak ada hasilnya.Naka tidak memberikan kesempatan padaku. Lalu aku harus apa?Festival kampus sudah berakhir, sekarang apa alasan yang ia gunakan? Sibuk mengurusi semuanya? Benarkah itu?Di waktu senggang aku kerap sekali berpikir, apa kesalahanku begitu fatal hingga Naka tidak sudi memberikan kesempatan padaku? Apa aku begitu menjijikkan?Apa hubunganku tidak bisa diperbaiki lagi …?Memikirkan semua itu membuatku pening. Mengapa menjadi dewasa sangat menyusahkan?*****Setelah pagi tiba, aku keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi. Terakhir kali ruangan di depan tidak berantakkan, tapi pagi ini ada banyak botol kosong minuman beralkohol.Apa Naka sudah pulang?Ujung tanganku membuka daun pintu kamarnya, aku langsung mendapatinya yang tertidur dengan pulas.Kakiku melangkah mendekati, aku dud
Walau gelar tak tahu malu kini tersemat di ujung namaku, aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku akan berusaha agar hubunganku dengan Naka bisa membaik. Setidaknya sampai aku benar-benar letih, sampai aku benar-benar menyerah. Maka saat itulah aku akan berhenti.Tetapi rasanya, aku tidak akan letih. Jadi aku tidak akan menyerah.Aku pun tidak tahu, mengapa aku tidak ingin lepas darinya. Ketika aku sendiri, terbesit pikiran untuk menjauh, pergi dari kehidupan Naka, tetapi yang kulakukan berbeda. Aku justru berjuang agar hubunganku dengannya membaik.Aku tidak tahu, mengapa apa yang kulakukan dengan apa yang aku pikirkan selalu bertentangan. Aku tidak tahu mengapa.Memang benar … permasalahan hati itu tidak bisa dilogikakan. Permasalahan asmara itu tidak rasional, dan aku benar-benar sudah membuktikannya.*****Aku menoleh, pintu kamar naka terbuka. Bibirku tersenyum senang menatapnya, seolah tidak terjadi apapun diantaraku dengannya.
“Hei, apa Alice sangat lihai?”Suara kekehan Naka terdengar, “Ya begitulah,”“Sial, aku jadi ingin mencobanya, hahaha.”“Jika aku bisa tidur dengannya, aku pasti merasa beruntung, hahaha!”“Kamu yakin jika aku tidur dengan Alice kamu tidak apa?”“Baiklah, aku suka ini. Sudah lama aku ingin tidur dengannya, hahaha!”Kini, suara gelak tawa terdengar.Aku menggigit bibir bawahku, hatiku sangat sakit mendengar percakapan itu semua.Aku berdiri, rasanya aku harus melakukan ini.Aku sudah tidak tahan, mungkin Naka tidak mempermasalahkan itu, tetapi aku sangat tidak terima saat aku menjadi objek pembicaraan para pria.Aku tidak suka itu!Aku bukan gadis yang bangga ketika menjadi topik pembicaraan para pria. Aku merasa risih dan jijik!Ujung tanganku menghapus sisa-sia air mata. Setelah mengumpulkan keberanian dan keyakinan yang ada, ak