Setelah Zavier menelan obatnya, Nayla duduk di sampingnya di sofa, merangkulnya dengan penuh kasih sayang. "Apa aku harus menghubungi Sefia untuk menanyakan kabar tentang Ayahmu?" tanyanya dengan lembut.
Zavier mengangguk lemah. "Ya, tolong. Beritahu dia bahwa hujan terlalu deras untuk kita hadir di sana," ucapnya dengan suara yang pelan.
Nayla mengangguk mengerti, lalu mengambil ponselnya dan mencari nomor Sefia. Dia mengirimkan pesan singkat kepada Sefia, menanyakan kabar tentang kondisi ayah Zavier dan memberitahunya bahwa mereka tidak bisa datang karena hujan yang deras. Nayla tidak ingin menlakukan panggilan langsung karena takut pembicaraan yang tidak perlu terjadi.
Setelah mengirim pesan tersebut, Nayla kembali duduk di samping Zavier, merangkulnya dengan erat. Mereka berdua kemudian duduk bersama dalam keheningan, menunggu kabar dari Sefia dan berharap agar kondisi ayah Zavier segera membaik.
Dengan lembut, Nayla membiarkan kepala Zavier beristira
Setengah jam berlalu. Nayla berdiri di samping tempat tidur dengan kebingungan yang masih menyelimuti pikirannya. Dia ingin pergi dan tidur di kamar lain, memberi Zavier ruang yang dia butuhkan untuk beristirahat tanpa gangguan. Tetapi, saat dia bergerak hendak pergi, tangan Zavier tiba-tiba saja meraih tangannya dengan erat, menahannya di tempat.Zavier, meskipun terlelap, masih merasakan kepergian Nayla. Dalam keadaan setengah sadar, dia menggapai tangan Nayla dan menariknya kembali ke dekatnya.Nayla terjatuh kembali di atas ranjang dan berada dalam pelukan Zavier."Zav ..., " panggil Nayla dengan lirih, namun tampaknya pria itu benar-benar tertidur.Pelukannya menjadi lebih erat, seolah-olah dia mencoba menahan Nayla di sisinya dengan segenap kekuatannya.Nayla merasakan getaran hangat dari pelukan Zavier. Meskipun hatinya masih dipenuhi dengan keraguan, tetapi getaran cinta dari Zavier menyentuh hatinya dengan lembut. Dia membiarkan dirinya lu
Nayla merasa tertampar oleh kata-kata Kayla, tapi dia tidak akan menyerah begitu saja. Dia tahu bahwa dia harus menghadap Xander, setidaknya dia harus menunjukkan rasa simpatinya."Saya harus berbicara dengannya," ucap Nayla dengan tekad yang mengejutkan bahkan dirinya sendiri. "Saya hanya membawa buah-buahan dan menunjukkan simpati saya."Kayla menatap Nayla dengan kekakuan. "Kamu berani sekali datang ke sini dan berbuat seolah-olah tidak bersalah. Kamu adalah penghancur keluarga kami, Nayla. Kamu tidak pantas menjadi bagian dari keluarga ini. Lihat apa yang sudah kau lakukan kepada Zavier dan Xander-ku. Pria itu terbaring lemah sekarang!"Kayla menutup mulutnya seoalh-olah sedang menahan tangisan. Padahal dia hanya berpura-pura melakonkan drama betapa hancur hatinya.Nayla merasa sesak, tapi dia tidak akan membiarkan kata-kata Kayla menghentikannya. Dengan keberanian yang dia kumpulkan dari dalam, dia melangkah maju, menantang pandangan tajam ibu tiri Z
Nayla mengangguk setuju, merasakan urgensi dari situasi tersebut. Mereka semua menyadari bahwa waktu sangat berharga, dan setiap detik sangatlah penting untuk Xander. Dengan hati yang berat namun tekad yang kuat, mereka bersiap untuk menghadapi perjuangan yang ada di depan."Aku sebenarnya memiliki sebuah cara, tapi ... " Sefia menghentikan kalimatnya dan menatap Zavier dalam-dalam.Klaim mendadak Sefia tentang memiliki cara untuk membantu Xander memancing rasa ingin tahu Zavier.Dia mengerutkan kening dengan kebingungan, bertanya-tanya apa yang bisa Sefia tawarkan yang belum dipertimbangkan oleh para dokter."Apa maksudmu?" tanyanya, suaranya terdengar dengan campuran skeptisisme dan harapan.Namun, Sefia tetap misterius, ekspresinya sulit dibaca. "Kamu harus ikut denganku untuk mengetahuinya," ujarnya, nada bicaranya menunjukkan rasa urgensi. "Kita harus bicara di tempat lain."Zavier bertukar pandang dengan Nayla, diam-diam menyampa
Nayla, wanita yang dia percayai dengan sepenuh hati, dituduh melakukan sesuatu yang tidak terpuji oleh Sefia, walau dia tahu mantan kekasihnya yang duduk di sampingnya saat ini tampaknya memiliki motif tersembunyi."Tidak mungkin," desis Zavier, tetapi keraguan telah menemukan tempat di dalam dirinya.Sefia mengangguk, ekspresinya penuh dengan kesenangan jahat. "Fakta-fakta itu di depan matamu, Zavier. Kamu bisa mempercayainya jika kamu mau.""Apakah mungkin aku mengada-ngada dan mencari seseorang yang mirip dengan istrimu itu hanya untuk menipumu? Kamu terlihat mabuk," ucap Sefia lalu mendekatkan dirinya merangkul Zavier.Zavier merasakan dunia di sekitarnya berputar, segala sesuatu yang dia yakini menjadi kabur. Dia ingin menolak kebenaran yang tak terelakkan, tetapi gambar-gambar itu tidak bisa dia abaikan begitu saja."Kamu harus percaya padaku, Zavier," desis Sefia dengan manja di telinga Zavier, suaranya menusuk Zavier seperti pisau.T
Zavier hanya bisa menuruti dengan patuh. Tubuhnya terasa lemah dan kepala terasa berputar. Setiap langkah terasa seperti usaha yang luar biasa, dan ia merasa sangat bersyukur ketika akhirnya mereka mencapai ranjang.Namun, tiba-tiba Zavier muntah.Tidak ada yang bisa menghalangi gelombang muntahan mendadak yang memaksa Zavier untuk bangun. Tanpa peringatan, dia muntah dengan keras, dan sebagian besar dari itu mengenai pakaian dan bahkan wajah Sefia."Ishhh!" Sefia berteriak dengan panik dan merasa jijik.Sefia terkejut dan tercengang oleh kejadian tak terduga ini. Dia menaikkan kedua tangannya dengan jijik, tetapi juga merasa terpaksa untuk bertindak."Astaga! Terpaksa harus mandi!" pekik Sefia dengan geli.Dengan cermat, dia membantu Zavier berdiri dan membawanya ke kamar mandi, membersihkan muntahannya yang menyebalkan dengan sabar."Sungguh maafkan aku, Sefia," gumam Zavier dengan suara yang lemah, raut wajahnya dipenuhi dengan ras
Dalam keheningan yang menyiksanya, Nayla membiarkan air mata terus mengalir, seperti sebuah sungai yang tak berujung dari penderitaan yang mengalir begitu deras dari hatinya yang hancur.Dia merasa seperti terjebak dalam mimpi buruk yang tak kunjung berakhir, tidak tahu bagaimana caranya untuk bangun dari tidur yang menyiksa ini.Nayla segera pulang dengan menaiki taksi. Dia tidak tahu apakah yang harus dia lakukan saat ini."Semua sudah berlalu. Aku hanya tertipu secara berulang-ulang," gumamnya dalam hati.Dalam kegelapan yang merayap, Nayla merasakan dirinya tenggelam dalam kesendirian yang tak terkendali. Hati dan pikirannya terjebak dalam pusaran keputusasaan yang dalam, tanpa jalan keluar yang terlihat di depannya.Dengan gemetar, dia mencoba menghapus foto itu dari layar ponselnya, tetapi bayangan Zavier dan Sefia tetap membayangi pikirannya seperti hantu yang mengejar-ngejar. Dia merasa seperti dihantui oleh gambaran mereka bersama, pengkhi
Nayla merasa jantungnya hampir berhenti berdetak. Operasi? Ginjal bermasalah? Pikirannya berputar cepat, mencoba memproses semua informasi yang baru saja dia terima.Nadira, adiknya, sekarang harus melewati prosedur medis yang serius, dan dia adalah satu-satunya harapan bagi keselamatan hidupnya. Nayla merasa dirinya terlalu egois karena hanya memikirkan dirinya sendiri dan hubungannya yang rumit bersama Zavier.Dia bahkan sempat melupakan keadaan Nadira yang sedang ditolong oleh Michael."Persetujuan... Tanda tanganku..." bisiknya, suaranya penuh kepanikan. "Tentu, Michael. Tentu, aku akan segera berangkat. Di mana kau sekarang?""Apa yang terjadi padamu, Nayla? Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Michael dengan suara lembut namun penuh dengan kekhawatiran."Tidak ... tidak apa-apa, hum ... " Nayla menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya."Di mana kamu sekarang, Michael?""Sekarang aku di rumah sakit bersama Nadir
Nayla mencoba memproses semua informasi itu. Dia tahu dia harus segera mengambil keputusan, tetapi beban tanggung jawab yang menumpuk membuatnya hampir tak bisa bernapas."B-bagaimana bisa memburuk? Apa yang terjadi?" tanya Nayla mulai merasa gelisah."Kita harus segera ke ruang perawatan, aku akan bertanya kepada Dokter langsung," kata Nayla tegas, walaupun suaranya terdengar gemetar.Dengan hati yang berat, Nayla bangkit dari kursinya dan bersiap untuk menghadapi apa pun yang menantinya di ruang operasi.Dia adalah satu-satunya yang bisa memberikan persetujuan untuk menyelamatkan nyawa adiknya, dan dia tidak akan ragu untuk melakukannya. Dia malah menyiapkan diri untuk menjadi donor ginjal bagi adiknya bila memang diperlukan.Dalam keheningan ruang perawatan, Nayla menatap sang adik yang terlelap karena pengaruh obat anestasi. Mereka menunggu Dokter tiba.Dalam suasana yang hening, tiba-tiba terdengar langkah kaki yang tenang mendekati mer