Makan malam perdana itu berlangsung begitu meriah sekaligus terasa begitu kaku bagi Maharani. Ia merasa kelaparan, semestinya bisa menikmati semua hidangan yang tersaji mewah di hadapannya ini, sebuah kesempatan yang sangat langka baginya. Terbiasa hidup mandiri dan sederhana di kost kecil murahnya di Evernesia, di ibu kota nan padat bernama Viabata, Maharani sering hanya bisa makan ala kadarnya di warung tradisional pinggir jalan, berlauk nasi putih, telur, sayur, tempe dan tahu. Namun kini di hadapannya tersaji segala jenis makanan mewah yang ia hanya pernah lihat di film-film bernuansa kerajaan. Semuanya dalam porsi yang lebih dari yang bisa mereka makan, seolah-olah mereka sedang berpesta.
"Silakan, Nona Cempaka. Kami masih memiliki banyak sekali makanan. Jangan ragu-ragu, bila tidak enak, silakan beritahukan kepada kami agar koki kami bisa memperbaiki mutunya!" Grace Delucas, si bungsu, mencoba untuk memecah kekakuan.
"Ya, tentu saja, terima kasih, Nona Delucas! Anda sangat baik!" Maharani yang selalu ramah kepada setiap muridnya berusaha untuk berbicara sebaik mungkin.
"Panggil saja Grace, tidak usah kaku-kaku dengan sebutan nona-nonaan segala! Dan kakak lelakiku itu, juga tak usah dipanggil tuan atau tuan muda! Ia lebih suka dipanggil Leon," dengan kerling menggoda ia menyebut pelan, "Leon suka kepada wanita-wanita yang lebih tua, beberapa kali ia mencoba untuk berkencan, menyelundup keluar maupun berkenalan secara online, namun selalu gagal! Semua gara-gara mama kami yang sangat membatasi pergaulannya karena tak ingin ia kelak seperti papa!"
"Oh ya? Ada apa dengan papa kalian?" Maharani tanpa sadar menanyakan hal yang sebenarnya masih menjadi hal pribadi, terlalu dini untuk ditanyakan.
"Papa kandung kami? Huh, kami sebenarnya kurang suka mengakui hal ini. Yang berdarah ningrat murni Everopa itu sebenarnya hanya mama kami, kami hanya berdarah campuran. Namun papa kami mencari kesempatan dalam kesempitan, setelah menikah dengan mama, beliau hanya bisa setia selama beberapa belas tahun saja, lalu mengambil sebagian besar harta kekayaan Delucas yang telah mama percayakan kepadanya! Kabur bersama wanita lain yang jauh lebih muda dan cantik, mama selalu menyumpahinya setiap hari hingga akhirnya mereka bercerai. Maka mama lamaaa sekali hidup dalam kesendirian, hingga beberapa hari yang lalu..."
Sepertinya Grace sudah hendak menceritakan sesuatu, namun Leon memotong keseruannya, "Nona Cempaka! Kami ingin sekali agar setelah selesai menikmati makan malam ini, mulai sedikit kau ceritakan mengenai Bangsa dan Bahasa Evernesia! Kami dengar Anda tinggal di Viabata, di mana tak pernah turun salju! Pastinya banyak sinar matahari dan cuaca selalu hangat sepanjang tahun. Belum lagi impian kami, pergi ke Pulau Balee dan Raja Lima. Evernesia tentunya negeri yang sangat indah!"
"Tentu saja!" Maharani sedikit kecewa karena belum sempat mendengar hal seru yang ingin disampaikan Grace yang kelihatan jauh lebih ramah daripada ibundanya.
Sekali lagi Maharani tak bisa menahan diri untuk melirik Orion yang masih makan di ujung meja bersama sang istri yang masih asyik bercengkerama dengannya. Pemuda itu tampaknya berusaha sopan dan meladeni semua celoteh Lady Rosemary, namun tampak sekali jika tak ada chemistry berarti di antara mereka berdua.
Selepas semua orang merasa puas makan dan selesai menikmati hidangan pencuci mulut, ternyata keluarga itu tak langsung membubarkan diri. Maharani didaulat para remaja duduk di sebuah sofa tunggal empuk di depan perapian, sementara keduanya mengelilingi sambil duduk semaunya di atas karpet tebal. Kebetulan Rani membawa sebuah buku ensiklopedi tebal tentang Evernesia, ia mulai menceritakan negeri kelahirannya sambil mencontohkan beberapa kalimat dan kata sederhana dalam bahasa ibu yang ia kuasai. Leon dan Grace sangat menikmati pelajaran pertama itu dan ribut gantian bertanya hal apa saja yang terlintas dalam benak.
Sementara Maharani tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi pada buku yang ia bacakan. Sesekali matanya melirik ke sebuah piano putih besar di ruangan yang sama. Di sana, Orion memainkan sebuah lagu instrumental dengan lancar. Di bangku yang sama, Lady Rose menyilangkan kaki seolah memamerkan betis-betisnya yang jenjang. Tampak sekali ia berusaha untuk pamer kemesraan sambil sesekali membelai lengan dan memeluk punggung Orion yang cuek bermain. Pemuda itu hanya tersenyum sesekali saja, larut dalam nada-nadanya sendiri. Ia malah sesekali melirik, seperti berusaha mencaritahu apa yang sedang dilakukan anak-anak tirinya di sebelah sana.
"Permisi Adik-adik, aku ingin pergi ke kamar kecil. Lalu ingin keluar sejenak melihat pemandangan dari balkon, jika kalian tak keberatan!" Maharani merasa ingin keluar mencari udara segar. Pemandangan yang ia baru lihat terlalu menyesakkan, entah mengapa ia merasa begitu gerah dalam cuaca dingin yang masih terasa walau di depan perapian hangat.
"Tentu saja, jangan berlama-lama ya, kami akan menunggu!" Leon dan Grace berdiri lalu menyerbu Orion dan ibu mereka yang masih asyik di depan piano, "Ma, sesekali Mama yang bermain piano dan kami mendengarkan! Seperti dulu biasa Ibu lakukan! Ayo, Ma!" pinta keduanya mendesak, "Setelah itu kami juga akan bermain piano, menunjukkan apa yang selama ini kami pelajari!"
"Oh, baiklah! Mama sudah lama sekali tak bermain piano, mungkin akan terdengar sedikit kaku atau bahkan salah-salah! Namun akan Mama buktikan jika Mama masih bisa bermain piano seperti waktu Mama masih seumur dirimu, Leon!"
Orion berdiri, memberikan keluarga itu waktu bertiga bersama-sama.
Sementara itu Maharani masih berada di kamar mandi wanita yang sangat besar dan mewah, jauh lebih baik daripada kamar mandinya sendiri di Viabata dulu. Di sini tak ada yang namanya gayung dan ember, apalagi sikat dan sabun colek. Tembok dan lantai terbuat dari pualam plus lapisan karpet khusus. Bath tub berukuran besar, shower air hangat serta interior bernuansa retro klasik. Sabun cair yang ada sangat wangi, mewah bagaikan parfum. Maharani merasa seperti berada di alam mimpi.
Belum lagi begitu ia keluar. Malam pertama di kediaman Delucas tampaknya begitu cerah, indah dan syahdu. Sedari tadi Rani ingin sekali keluar menuju ke balkon, di mana dari sana ia bisa melihat pemandangan indah taman bunga dan hamparan perbukitan serta lampu-lampu kecil Chestertown.
"Selamat malam, Nona Maharani!"
'Suara itu... O-o-orion?'
"I won't ever forget you, Orion. Begitu pula Rani. Kalian berdua akan kuingat selama sisa hidupku!"Bunker itu cenderung nyaman, malah terkesan elegan-mewah. Segalanya tersedia; listrik, bahan pangan, obat-obatan hingga fasilitas bintang lima lainnya. Sangat berbeda dengan dunia atas yang bertambah tak karuan. Lab Barn masih terbakar hebat. Entahlah dengan Kompleks Delucas yang barangkali mulai porak-poranda. Di lokasi bawah tanah ini, Lady Rosemary Delucas terpacak bersama puluhan survivor. Kedua anak kandungnya mengalami luka parah. Entah bagaimana kondisi Leon dan Grace yang sedang berjuang mempertahankan hidup. Mereka masih dalam perawatan darurat staf Lab Barn yang selamat dan ikut turun bersama penghuni Kompleks Delucas lainnya. Lady Rosemary belum mampu menjenguk mereka, batinnya masih sangat terguncang."Aku berjanji, suatu hari nanti akan keluar dari sini dan melakukan pembalasan, Orion, Maharani, Magdalene! I won't ever forget you all, just wait and see!"**********Beberapa
"Bagaimana sekarang, Orion?""Lari, Rani. Mungkin ini tindakan pengecut, tapi kita memang tak punya apa-apa, tak bisa melumpuhkan makhluk ini. Meskipun aku masih punya ide...""Tuan Dokter! Mengapa Anda malah berbuat ini?" Wanita misterius yang mengantarkan Kenneth turut terkejut."Tak usah ikut campur. Terima kasih telah mengantarkanku kemari, tetapi kau juga kini tak kubutuhkan lagi! Saksikan saja pertunjukannya dan semoga terhibur. Lazarus, go go go. Kejar mereka. Lakukan apapun yang kau inginkan. I don't care. Ha ha ha ha ha!" Kenneth tak menghiraukan, hanya tertawa-tawa."Rani, kita segera keluar dari Kompleks Delucas. Mungkin kita harus berkorban, namun tidak di sini. Kita giring Lazarus sejauh mungkin... Segera, ke sepeda motorku!""Ba-ba-baik..." Rani setuju, "Cepat! Namun bagaimana dengan Anda, Ma'am?" Ia masih sempat-sempatnya bertanya kepada wanita pengantar Kenneth."Aku akan baik-baik saja, just leave. Aku belum sempat mengenal Anda berdua, Nona. Namun aku yakin kalian ora
"Ka-kami-kami bukannya tak mau membukakan pintu untuk Anda, Ma'am, tapi kami khawatir jika para penghuni kompleks ini sampai keluar dari sini. Di dalam sini mungkin sedang 'chaos', tetapi di luar sana, dunia juga sedang berakhir. Lady Rose tahu hanya Kompleks Delucas yang masih punya banyak cadangan sumber daya. Sangat berbahaya apabila dunia luar sampai tahu semua ini, juga apabila mereka memutuskan untuk kembali... Maka beliau dengan tegas melarang..."Alasan panjang lebar petugas jaga itu tak bisa diterima Sang Wanita Misterius. Diam-diam dalam genggaman tangannya ada sepucuk handgun, yang ia keluarkan dan acungkan ke petugas di balik gerbang ganda besi. "Tuan, Anda pilih, nyawa Anda atau buka gerbang ini sekarang juga!"Petugas itu gentar seketika. Meskipun ia patuh pada titah Lady Rose, ia tak mampu menyangkal ia pun takut kehilangan nyawa. "Ba-ba-baiklah!"Tak lama, pintu gerbang terbuka setelah barikade-barikade disingkirkan. Para survivor yang tak sabar hendak keluar seketika
"Jika tidak kulakukan sekarang juga, sesungguhnya aku takkan pernah bisa 'beristirahat dengan tenang' walau dalam bunker nyaman penuh pangan dan segala kebutuhan hingga akhir zaman!" monolog Lady Rosemary sambil menggenggam erat sesuatu dalam saku kanan jubahnya."Mama!" Grace segera pergi dari sisi Rani dan tiba di sisi Sang Bangsawati, belum menyadari apa yang ibunya akan lakukan."Grace, kau pulang juga! Cepat, tunggu apa lagi? Segera masuk ke bunker utama bersama kakakmu yang sudah berada di sana untuk dirawat! Jangan habiskan waktumu di sini!" tepis Rose saat putrinya berusaha memeluk seperti tadi Grace lakukan pada Rani."Ta-ta-tapi Mama juga harus ikut, aku kembali karena menurut titah Papa Orion! Ayo, Ma!" Grace merengek dan meraih lengan ibunya, menarik ke arah bunker. Namun Lady Rose teguh bertahan, "Kau saja dulu, masih ada urusan Mama yang belum selesai di sini!"Suatu firasat buruk tetiba menghinggapi Grace. Ibunya tadi sudah mengeksekusi Edward Bennet Si Pendeta Pengkhian
Orion tak perlu memastikan bahwa ia sedang berhadapan dengan sosok yang mungkin akan menjadi lawan pamungkasnya. Mungkin juga hal terakhir yang dilihatnya di dunia ini. Bukan teman, bukan musuh, bukan siapa-siapanya. Akan tetapi pada titik ini hanya ada satu yang akan selamat, entah dirinya sendiri atau..."Lazarus!"Sosok pria beranggota tubuh asimetris tinggi besar yang keluar dari dalam kobaran api itu sedang terbakar hebat. Namun tubuh hangusnya seolah-olah takkan pernah habis. Bagaikan boneka arang raksasa nan masih panas membara, ia melangkah perlahan. Semakin dekat ke tempat di mana Orion dan Grace berada.Orion berseru selantang mungkin, "Grace, tunggu apa lagi? Cepat pergi dari sini!""Tapi, Orion, aku... Ba-ba-baiklah, aku..." hampir pingsan karena sesak lahir batin, Grace tak mampu lagi menahan diri, "Orion, terima kasih, selamat tinggal, good luck!" Berurai air mata, Sang Putri Bungsu akhirnya berbalik dan angkat kaki secepat yang ia bisa."Terima kasih kembali, Grace, suda
"Anda harus menolongku, Ma'am! Sebab dunia ini , secara harfiah, sebenarnya berada dalam genggaman tanganku!"Kenneth tak tahu mengapa ia tiba-tiba saja mengatakan hal itu kepada wanita asing penyelamatnya, yang baru saja ia kenal. Ia teringat pada hal penting yang sedang ia kerjakan, sesuatu yang belum lama ini ditemukannya secara 'kebetulan'. Ia merasa harus segera menunaikan tugasnya, jika tidak...Wanita itu menggeleng, "Tidak mungkin, dan aku sama sekali tak mengerti. Apa maksud Anda, Tuan?""Aku sesungguhnya seorang dokter, ilmuwan yang secara rahasia turut bekerja sama dengan EHO, sayangnya vaksin untuk mencegah Octagon-33 belum sempat kami temukan dalam waktu sesingkat ini! Virus kali ini jauh lebih sulit dan ganas daripada Virus Hexa-19. Seiring penelitianku, aku berhasil menemukan antivirus sebagai pengganti peluru dan cara membunuh zombie! Seiring itu, kemarin aku bahkan menemukan suatu cara lagi untuk 'menghidupkan' kembali zombie yang sudah mati! Hebat, bukan? Meskipun bel