"Oh, ha-ha-hai, selamat malam, Tuan Delucas," Maharani tergagap menyadari sosok yang tetiba hadir di belakangnya dan kini berdampingan dengannya. Pemuda Everopa itu mengenakan stelan jas semi formal yang tampak elegan namun nyaman dikenakan. Sangat pantas di tubuhnya yang langsing, tinggi, ideal dan atletis. Rambutnya cokelat sedikit gondrong hampir menyentuh bahu. Maharani tampak agak mungil di sisinya. Pemuda itu bertumpu pada pagar beranda, menatap lawan bicaranya dengan pandangan hangat. 'Tidak terkesan genit apalagi penuh nafsu, hanya ramah atau bersahabat. Atau mungkin lebih dari itu?' Demikian sempat terlintas di benak Maharani.
"Akhirnya kita bisa bertemu berdua saja, Nona Maharani. Jangan memanggilku Tuan Delucas. Sebenarnya aku bukan tuan besar dalam keluarga ini. Panggil saja aku dengan nama kecilku, Orion."
Suara pemuda itu begitu merdu didengar, senyumnya juga begitu manis, bibir lembut berpadu deretan gigi putih bersih terawat. Hidungnya mancung, matanya sedikit sipit dengan bola mata berwarna cokelat dan alis tebal lurus panjang. Maharani merona, ia tak pernah memperhatikan wajah lawan jenis sedetail ini. Buru-buru memalingkan wajah, kembali menatap pemandangan malam yang indah.
"Oh, baiklah, Orion. Maaf, aku belum terbiasa. Aku diajar keluarga besarku untuk selalu hormat kepada orang lain, terutama atasan atau majikanku, seperti Anda. Aku juga, Anda bisa memanggilku Rani."
Orion seperti ingin tertawa dan mengatakan sesuatu kepada gadis itu, namun dengan susah payah akhirnya berhasil menahannya, "Uh, baiklah, Rani, nama yang sangat indah, aku sangat mengagumi ketulusan Anda. Kudengar keluarga Bangsa Evernesia sangat meninggikan adat sopan santun, ramah tamah, bekerja sama dan toleransi, bukankah begitu?"
"Ya, betul sekali. Oh, Anda sebaiknya tidak berdua saja denganku, Istri Anda dan anak-anak, uh, tiri Anda nanti mencari," Maharani bertambah sungkan, merasa pipinya bertambah panas saat mata pemuda itu menjelajahi wajahnya.
"Biarkan saja perempuan tua itu! Aku sesungguhnya bukan suaminya!"
'Ehhh?' Maharani terbengong, tak percaya pada apa yang baru saja Orion ucapkan dalam nada berbeda itu.
"Excuse me, apa maksud Anda?"
"Maksudku, Lady Rosemary dan aku memang baru saja menikah, namun sesungguhnya bukan karena cinta. Sebenarnya, karena ibuku..."
Orion baru saja hendak mengatakan sesuatu saat Leon dan Grace bersama-sama muncul di pintu beranda, "Kalian berdua sama-sama sedang mencari udara segar? Ayo kita berkumpul lagi di ruang keluarga dan menonton televisi! Sedang ada berita besar yang perlu kalian tonton!" ujar si kakak, disambung adiknya, "Kami tahu ini sepertinya konyol, tapi sangat menarik!"
Maharani merasa sedikit kecewa karena percakapan Orion tadi belum lagi usai, namun pemuda itu tersenyum sekali lagi dan berkata, "Nanti kulanjutkan lagi ceritanya, mari kita masuk dulu ke dalam bersama, uh, Anak-anak!"
Mereka berempat masuk bersama-sama, bergabung dengan Lady Rosemary yang sedang berkonsentrasi menonton televisi layar lebar.
"Astaga. Aku benci sekali membayangkannya, namun kuharap papa kalian berdua bersama selingkuhannya sedang tak berada di Everance saat ini! Negara tetangga kita, sesama Everopa!" Lady Rose tampak tegang menyaksikan breaking news yang sedang disiarkan oleh jaringan berita internasional EverTV.
"Jenis virus baru, Everance segera melakukan lockdown di ibukota Pharez sesegera mungkin!" Leon membaca banner yang berseliweran di bagian bawah layar, "Sepertinya keren!"
"Apanya yang keren, virus itu sangat berbahaya, tahu!" Omel Grace kepada kakaknya yang suka menganggap enteng segala sesuatu yang ia tonton.
"Seperti di film-film zombie, serial yang kita sering tonton di FlixNet. Kedengarannya hebat, pasti nanti akan jatuh korban, banyak yang mati! Hahahahaha!" Leon melanjutkan candanya yang saat ini memang terdengar sama sekali tidak lucu!
"Dengar, Anak-anak..." Orion malah lebih serius menyimak, "Beberapa korban di Pharez, Everance, pada awalnya hanya diletakkan di ruang jenazah rumah sakit. Namun semuanya menghilang secara tiba-tiba..." diulanginya kalimat reporter yang belum lama diucapkan namun terlewat oleh mereka semua gegara canda Leon.
"Tak lama kemudian di kompleks rumah sakit jatuh beberapa korban lain dengan ciri penyakit yang sama disertai beberapa gigitan ringan. Mereka segera diisolasi, lalu kembali tak dapat diselamatkan! Akhirnya rumah sakit tersebut berubah menjadi neraka hidup! Pihak yang berwajib memutuskan untuk mengurung semua yang berada di dalam rumah sakit, mencegah semua orang yang masih berada di dalamnya untuk keluar!" Demikian reporter di TV melaporkan dengan nada cemas.
"Astaga, jadi ini semua kenyataan?" Maharani teringat pada sebuah pandemi virus yang belum lama merebak selama bertahun-tahun hingga memakan banyak korban jiwa. Walau terjadi pada masa remajanya di Viabata, Rani takkan bisa melupakan masa-masa itu. Saat seluruh keluarganya harus bekerja dari rumah, belajar online, mengenakan masker, hingga melakukan vaksinasi. Sayangnya sebagian besar penduduk Evernesia pada awalnya menganggap remeh, sehingga sempat jatuh ratusan ribu korban jiwa.
Orion sepertinya menangkap ekspresi cemas Maharani, "Aku tahu apa yang Anda bayangkan, Rani! Sama seperti pandemi beberapa tahun yang lalu ya? Everopa yang bersih dan penduduknya cenderung taat protokol kesehatan saja masih bisa terkena dengan hebatnya. Kita berdoa saja mudah-mudahan apa yang terjadi di Pharez tidak sampai ke kota kecil Chestertown ini!"
Orion hanya berbicara ke Rani dalam rangka menenangkannya, namun segera Lady Rose menatap suami barunya itu dengan mata biru tajamnya. "Orion, kau ajak saja Leon dan Grace kembali ke kamar masing-masing. Dan kau juga, Nona Maharani Cempaka, bukankah besok pagi kau harus mulai mengajar anak-anak? Lebih baik kau segera kembali ke paviliunmu dan beristirahat. Kau pasti sangat lelah setelah perjalanan panjang dengan bus dari Everlondon seharian."
Rani merasa benar jika itu adalah cara halus Lady Rose untuk mengusirnya, maka ia hanya bisa menurut, "Baiklah, Lady Rose, selamat malam! Terima kasih atas jamuan makan malam dan acara keluarga yang menyenangkan!"
Wajah Lady Rose tampak jauh lebih senang saat Orion berlalu bersama kedua anaknya. Malas berlama-lama bersama wanita yang belum terlalu akrab dengannya itu, Maharani segera pamit, berjalan menuju pintu keluar utama mansion untuk kembali ke paviliunnya sendiri. Namun baru saja ia membuka pintu ganda dan melihat keluar, cuaca hujan menghentikan langkahnya.
"Astaga, sudah dingin, turun hujan. Aku tak mungkin kembali ke paviliun tanpa membasahi gaunku. Kurasa aku memerlukan sebuah payung," Maharani berbalik, hendak menuju ke sudut, di mana ada sebuah tiang besi gantungan di mana payung-payung dan jaket hujan tersedia.
"Tidak perlu, Rani!"
Suara maskulin itu lagi-lagi membuat Maharani berhenti dan menoleh.
"Anda, uh, maksudku, kamu, bisa tinggal di ruang tamu saja malam ini. Hujan di Chestertown halus-halus namun cukup deras. Daripada besok kamu jatuh sakit dan tak bisa mengajar anak-anak, lebih baik tinggal di sini untuk malam ini saja!"
"O-o-orion?"
"A-a-apa yang Tuan Orion, eh, kamu katakan kepadaku?" Maharani memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Ajakan Orion Delucas itu membuatnya gugup, terlebih karena tidak ada orang lain di lobi itu. "Aku tidak main-main, jalan setapak menuju paviliunmu cukup jauh dari mansion ini, perlu waktu minimal sepuluh menit untuk mencapainya, apalagi udara sangat dingin dan hujan mulai deras. Terima saja tawaranku." "Ta-ta-pi nanti Lady Rose Delucas tidak akan senang apabila..." Orion mendekat, sepertinya tubuhnya yang tinggi akan merapat lebih dekat apabila Rani tidak mundur selangkah karena masih merasa begitu segan. "Istriku, uh, mengapa aku sebut begitu walau memang kenyataannya, tak akan bisa membantah karena ini memang darurat! Tenang saja, yang penting malam ini kau sehat dan siap mengajar besok dalam kondisi prima! Mari, ikuti aku dan segeralah beristirahat. Di dalam lemari kamar tamu nanti ada banyak gaun tidur bersih dan baru khusus untuk tamu, kau bisa memilih dan mengenakannya!" Or
Sebenarnya Maharani tak ingin melihat dan mendengar semua itu. Tak ayal ia terlanjur mengetahuinya, tak bisa lagi menahan-nahan rasa penasarannya. Seumur umur ia belum pernah menonton satu pun film dewasa, bahkan sinetron dan Drama Khoreya-Everiental saja tak pernah sempat disaksikannya. Namun adegan tak terduga yang tersaji dan tak sengaja diketahuinya telah membuat insting terpendamnya membara. 'Orion, I don't know why, but honestly, I want you too!' Sementara sebuah perasaan lain berkecamuk dalam hatinya, antara kesal, marah, dan... 'Cemburu? ah, tidak, tidak, tidak! Aku bukan tipe gadis cemburuan, apalagi kepada suami orang lain, itu sebuah hal terlarang, aku hanya ingin...' Maharani menggigit bibir, tak tahu harus berkata apa dalam hatinya mengenai istilah yang satu itu. Lady Rose terengah-engah, ia sangat ingin agar suaminya itu memulai saja permainan intim mereka, tak hanya sekadar menyentuh, meremas atau membelai. "
Orion masih berdiri sendirian di beranda itu. Ia masih teringat benar pada kejadian beberapa saat yang lalu.Lady Rosemary kerap menggodanya. Sebagai istrinya yang 'sah', tentu saja wanita itu tak bersalah jika berusaha menggoda dan memikat suaminya dengan segala cara. Tubuh wanita itu memang masih kencang, langsing dan sintal walau sudah memasuki usia empat puluhan. Sebagai pria muda yang tertarik kepada lawan jenis, Orion tentu saja ingin mencoba untuk membuktikan diri. Mungkin lebih seperti tantangan, sebuah pemenuhan kebutuhan fisik belaka. Seperti yang sering dilakukan pria manapun di seluruh dunia, dengan atau tanpa partner. Sangat alami, sangat masuk akal.Namun tanpa cinta, Orion merasa mustahil dirinya bisa bersama dengan siapapun. Ia seorang pemuda penurut dan pendiam yang tadinya menurut saja pada kemauan sang ibu. Ia baru saja kembali dari Everlondon, seorang pianis yang sukses dan mulai populer. Tetapi tiba-tiba saja ibunya memintanya kembali ke Chestertow
"Oh, itu semua hanya mimpi! Walaupun sedikit kesal harus berakhir, syukurlah, bukan kenyataan!" Dini hari menjelang pagi, Maharani mendadak terjaga. Ia sadar jika ia seharusnya tak menginap di sini, harus kembali ke paviliun secepatnya. Semalam ia tak seharusnya berada di main mansion ini, apalagi hanya atas izin Orion. Sang nyonya rumah yang galak tentu akan curiga. Maka gadis itu secepatnya mengenakan pakaian semalam dan diam-diam berlalu dari sana menuju paviliunnya sendiri. Udara pagi buta pegunungan Chestertown masih dingin menusuk tulang walaupun hujan semalam sudah lama berhenti. Maharani berusaha menahannya dengan syal panjang yang ketat membalut leher. Bagaimanapun ia harus membiasakan diri. Ia hanya sempat mandi pagi sejenak dengan air hangat dan berganti busana sebelum kembali ke main mansion untuk memulai tugas di hari pertamanya. Dipastikannya penampilannya sebagai guru privat cukup prima, walau memikirkan akan bertemu dengan Orion lagi sedikit banyak cukup menggelisahka
"Oh, ten-ten-tentu saja!" Cara Orion 'mengajak'-nya sedikit membuat Rani gugup. Pemuda itu memandangnya dalam-dalam seperti ingin sekali mengatakan hal lain, namun sadar jika mereka masih berada di tempat terbuka. Sewaktu-waktu ada pegawai lewat dengan kereta kuda pembawa barang yang masih lazim digunakan di sini. "Terima kasih dan percayalah kepadaku. Jangan khawatir, aku bukan pemuda yang tak sopan! Meskipun aku ingin sekali sesekali bisa memutar ulang waktu agar aku tak berada di sini saat ini." Orion kembali berjalan menuju ke main mansion, seolah masih berusaha menutup-nutupi apa yang ia ingin utarakan. Rani diam-diam mengikutinya dari belakang. Diam-diam ia menikmati, mengagumi tubuh tinggi, ketegapan serta rambut lebat hitam kecokelatan berpotongan gondrong sebahu, ciri khas seorang Orion Delucas. Sosoknya begitu agung dan maskulin, lagi-lagi selalu membuatnya memikirkan adegan intim semalam. 'Oh, why do I want you so bad, as bad as your look last night!' Rani menggeleng sea
"A-a-apa?" Rani tak tahu harus menjawab apa, begitu terkejut dengan permintaan Orion yang mendadak dan begitu absurd itu. "Kau pasti hanya bercanda. Kumohon, jangan berpikiran buruk seperti itu, Orion. Maafkan aku, tapi aku sungguh-sungguh tak bisa membantumu, terutama apa yang tak layak kulakukan sebagai seorang guru dan tamu di kediaman Delucas ini!" "Sebenarnya kau memang tak bisa, atau memang tak ingin membantuku? Apakah kau punya jalan keluar lain atas masalahku? Kau belum tahu jika masalah ini membuatku hampir gila! Jika kau tak bisa menolongku, lalu siapa lagi? Masa depanku, karierku, keinginanku untuk merasakan cinta sejati, semua sirna bersama pernikahan palsu ini!" Sedikit berteriak, Orion baru sadar jika ia terlalu terbawa emosi, mencoba mengatur napas yang mulai terengah-engah. Mata Rani menyipit. "Palsu? Apa maksudmu?" Orion berbisik perlahan sekali di telinga Rani, napasnya hangat membelai tengkuk gadis itu. "Hampir sama seperti di negerimu, Eve
Semua yang Orion rencanakan berjalan cukup lancar. Tak lama setelah puas menikmati anggur pemberiannya, Lady Rosemary tampaknya benar-benar mabuk. Ia asyik bicara mengenai apa saja, tak henti-hentinya menyerocos dengan pipi merona merah dan napas beraroma alkohol. Sesekali tertawa lepas sambil menyentuh tubuh Orion di mana saja sesuka hatinya, wanita cantik yang biasanya tampil elegan itu kini berbalik liar. Orion sebetulnya enggan menerima belaian istrinya, namun keyakinannya bahwa Rose takkan lebih lama 'sadarkan diri' membuatnya sabar menunggu."Lakukan itu sekarang juga, Orion, my handsome prince, cepatlah, please, I just can't wait any longer..." Rose beraksi setelah meletakkan gelas anggurnya di meja sisi ranjang. Dilucutinya sendiri bagian atas lingerie-nya, mulai dari tali bra yang melingkari bahu kiri, bahu kanan, hingga perlahan terjatuh ke pangkuan, tanpa malu-malu mengekspos sepasang rahasia wanita memikat di baliknya.Rose segera menarik
"A-a-apa? Orion, ups, maksudku, Tuan Delucas, mengapa aku harus ikut denganmu, maksudku, bersama Anda, masuk berdua saja ke dalam kendaraan pribadi Anda?" Menyadari jika mereka berada di area terbuka yang bisa dilihat oleh siapa saja termasuk Lady Rosemary yang mungkin berada di kejauhan, Maharani berusaha untuk tak terlihat terkejut. Jantungnya tak ayal berdebar-debar, ia belum pernah duduk berdua saja dengan seorang pria di belakang kemudi. 'Menurut atau tidak, apa alasan yang dapat kuberikan seandainya aku...?' "Ikuti saja perintahku. Lady Rosemary tak pernah ingin ikut serta dengan acara go downtown seperti ini. Ia masih lelap di kamar, percayalah, ini takkan jadi masalah, kita juga bepergian untuk tugas belanja mingguan! Mari, kendaraan kita ada di sini!" Maharani sadar, titah pemuda itu tak dapat ia tolak. Orion segera berjalan menuju sebuah sedan sport hitam convertible berlogo kucing besar, merek yang tergolong mewah dan lan