“Udah tukang selingkuh, kriminal lagi! Ternyata putri kesayangan pak Handoko psikopat!” teriak Aruna dengan mata merah setelah dicekik Nova tadi. “Ada apa ini?” Suara berat papi menggelegar dari ambang pintu membuat semua orang menoleh ke sana. Deg! Jantung Aruna seakan berhenti sepersekian detik, sekali saja Nova buka suara maka habislah Leonhard. “Ya Tuhan, tolongin Leon ….” Batin Aruna melirih penuh permohonan. Nova yang dadanya naik turun karena nafasnya tersengal mulai merapihkan rambut dan pakaiannya. Lalu melangkah mendekati Aruna tapi Aruna langsung beringsut di sofa bersamaan dengan Tasya bergerak ke depan melindunginya. Ternyata Nova hanya ingin memungut bukti perselingkuhan dirinya yang berserakan di lantai, Aruna hendak merebut kembali tapi Tasya menahan tangannya. Gadis itu menggelengkan kepala dan dengan sorot matanya memberi tahu Aruna kalau dia menyimpan copyannya. Akhirnya Aruna membiarkan Nova mengambil bukti-bukti yang sebagian telah sobek
Aruna tampak cemas, netranya terus memindai ke arah dinding kaca yang membatasi ruang MRI karena di sana kedua orang tua dan keempat kakak laki-lakinya telah berkumpul memandanginya sambil mengobrol dan yang membuat Aruna semakin gelisah adalah sorot mata serta raut wajah mereka tampak serius.Bagaimana kalau mereka mengintrogasi Tezaar dan Tasya?Bagaimana kalau mereka tahu hubungannya dengan Leonhard?Mata Aruna memanas seiring tubuhnya bergerak masuk ke sebuah lubang mesin.Padahal dokter mengatakan memar di leher Aruna tidak serius juga mata Aruna yang merah bukan disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di mata, Aruna sendiri sudah mengatakan kalau dia baik-baik saja tapi papi memaksa menginginkan Aruna melakukan banyak pengecekan agar beliau tenang dan yakin kalau apa yang dilakukan Nova tidak berdampak buruk baginya.“Leon … maafin aku.” Aruna bergumam kemudian terisak.Aruna merasa bersalah kalau sampai Leonhard dihabisi oleh papi dan keempat kakaknya.Semestinya dia men
“Aku baik-baik saja …,” kata Aruna menatap Enzo dengan binar di mata yang menunjukkan penuh cinta meski sebenarnya palsu.“Maaf aku baru sampai, tadi aku sedang meeting sewaktu mendapat kabar tentangmu … aku baru membaca pesan Ghaza setelah meeting selesai.” Enzo tampak menyesal, dia mengecup lagi kening Aruna.“Eeeuhhh ….” Papi Arkana yang benar-benar jengah bangkit dari kursi.“Aku mengerti dan lagi aku baik-baik aja, sayang.” Nada suara Aruna tercetus manja membuat senyum Enzo berubah kaku karena mendapatkan balasan manis tersebut.“Apa yang terjadi?” Enzo bertanya, maksudnya apa yang terjadi dengan Aruna sampai dilarikan ke rumah sakit dan apa yang terjadi dengan Aruna sampai bersikap manis.Seingatnya mereka tidak sedang menutupi aib Leonhard.“Kamu tahu istrinya Enzo yang waktu itu ketemu di pesta?” Aruna ceritanya sedang mengadu.“Iya … ada apa dengannya?” Enzo mendengarkan dengan serius.“Dia cemburu karena pak Leon dan aku sering berhubungan tentang bisnis, tadi dia d
“Aruna serius ya waktu minta kalian melupakan kejadian kemarin, biarkan Aruna selesaikan ini sendiri dulu …,” kata Aruna memohon di tengah sarapan pagi di rumah papi.Berhubung tidak ada cedera serius di tubuh Aruna dari hasil pemeriksaan kemarin maka dokter mengijinkan Aruna pulang.“Iya sayang,” kata papi cepat menghindari perdebatan.“Tapi kami tetap ngawasin kamu ya, De.” Narashima buka suara.Tubuh Aruna kaku menatap Narashima dengan kedipan mata cepat.“Terserah … kalau enggak capek mah.” Kalau Aruna terang-terangan menolak pasti mereka akan curiga jadi memilih kalimat tersebut. “Lagian memangnya apa yang bisa Nova lakuin sama Aruna? Apartemen Aruna deket dari kantor, Aruna dianter jemput driver, apartemen Aruna juga dijaga ketat.” Tapi menambahkan alasan-alasan agar sang kakak tidak perlu mengkhawatirkannya, pasalnya dia jadi tidak leluasa bertemu Leonhrad jika diawasi terus.“Kalau gitu tugas kamu menghandle pak Leon—papi alihkan ke bu Maria-atasan kamu,” kata papi santa
Pesawat telepon yang ada di atas meja kerja Aruna berdering.Dia meraih gagang telepon lalu menempelkannya di telinga.“Bu … ada bu Nova telepon.” Tasya memberitahu terdengar ragu.“Sambungkan,” titah Aruna dengan jantung berdebar kencang.“Baik, Bu.” Setelah nada bip, Aruna tahu kalau telah tersambung dengan Nova.“Hallo?” Aruna bersuara lebih dulu.“Kita harus bicara.” Seenaknya Nova memerintah.“Bicaralah,” kata Aruna santai.“Temui aku di coffe shop sebelah gedung kantor kamu.” “Lalu kamu akan mencekikku lagi?” Aruna tertawa sumbang. “Jangan berharap!” serunya dengan nada meledek.“Mana mungkin aku mencekikmu di depan banyak orang!” Nova meninggikan suara.Aruna termenung sedang menimbang.“Kita bicara baik-baik atau ….” Kalimat Nova menggantung.“Atau apa?” tantang Aruna kesal.“Kalau kamu menghancurkanku maka aku juga enggak segan menghancurkanmu dan Leon.” Mendengar nama Leonhard disebut membuat Aruna akhirnya mengiyakan pertemuan itu.Aruna belum sempat disku
Aruna : Leon.Satu kata itu Aruna kirim dalam pesan singkat kepada Leonhard.Setelah bernegosiasi dengan Nova, Aruna jadi lebih berani menunjukkan kepemilikannya kepada Leonhard.Untuk yang pertama kali, dia menghubungi Leonhard lebih dulu di luar urusan bisnis.Leonhard yang tengah berkutat dengan MacBooknya tersenyum membaca pesan dari Aruna.Leonhard : Kamu merindukanku?Balasan Leonhard membuat Aruna juga tersenyum.Aruna : Sangat, bisa kamu datang ke apartemenku?Leonhard mengirim emotikon terkejut dengan mata dan mulut membulat serta kedua tangan menangkup pipi.Aruna balas mengirim emotikon tertawa hingga meneteskan air mata.Aruna : Ada yang ingin aku bicarakan.Dan seketika senyum di bibir Leonhard memudar, dia curiga hubungannya dengan Aruna akan kandas.Leonhard tidak langsung membalas, dia masih membuka ruang pesan dengan Aruna dan menatapnya berlama-lama.Aruna : Aku rindu.Leonhard mengangkat kedua a
Aruna terjaga karena tidak merasakan tangan Leonhard memeluk tubuhnya lagi.Dia menegakan punggung dan mendapati Leonhard sedang berkutat dengan MacBook di meja riasnya.Menoleh ke samping, melalui jam yang digantung di dinding Aruna tahu kalau waktu menunjukkan pukul tiga pagi.Tadi malam setelah Leonhard terbuka mengenai perusahaan di Singapura dan Aruna memberi saran yang telah dipendamnya beberapa hari ini—Leonhard menggendong Aruna ke kamar dan menurunkannya di atas ranjang,Pria itu hanya membuka kemejanya kemudian memeluk Aruna, menenggelamkan wajahnya di dada Aruna.Tidak berlangsung lama, Aruna mendengar dengkuran halus Leonhard yang sudah memasuki alam mimpi.Leonhard seperti tidak tidur selama berhari-hari jadi ketika bertemu Aruna langsung melampiaskan kantuknya.“Leon,” panggil Aruna dari atas ranjang.Leonhard menoleh lalu senyum manis terlihat jelas di wajah tampannya yang dipantuli sinar dari layar MacBook.“Masih pagi, tidur lah lagi …,” kata pria itu sembari
Gundah menyerang Nova beberapa hari terakhir, meski pesannya kepada Leonhard selalu dibalas dan pria itu juga selalu memberitahunya saat hendak pergi ke Singapura tapi tetap saja Nova merasa resah dan gelisah, khawatir perselingkuhannya terungkap.Nova tidak bisa seratus persen mempercayai Aruna.Dia tidak fokus lagi menjalankan bisnis, lebih banyak melamun di ruangannya.Tok …Tok …Suara ketukan di pintu membuat Nova memerintahkan seseorang di luar sana agar masuk.Ceklek …“Maaf Bu, ada customer yang komplain.” Gadis pelayan toko bernama Ayu melangkah pelan mendekat sambil membawa satu potong blouse. “Komplain kenapa?” Nova bertanya.Belum apa-apa ekspresi wajah Nova tampak kesal.“Ini Bu, katanya bagian tangan yang berwarna merah luntur saat dicuci dan mengenai bagian badannya yang berwarna putih … bajunya jadi rusak dan customer-nya minta ganti.” Nova meraih blouse itu untuk dia teliti, mengembuskan nafas jengah lantas mengesah.“Kenapa bisa kaya gini sih!” Dia mele
Tok …Tok …Ceklek …Aruna dan Arumi yang sedang asyik mengobrol seketika menoleh ke arah pintu.Sosok Reynand masuk memunculkan senyum di bibir kedua perempuan cantik itu namun pudar ketika sosok perempuan ikut masuk mengikuti Reynand dari belakang.“Aruna … kamu udah makan malem? Aku bawain makanan ini, tadi Danisa yang beli.” Reynand menunjuk gadis yang kini berdiri di sampingnya.Arumi dan Aruna masih bingung, keduanya menatap Reynand dan gadis bernama Danisa secara bergantian.“Oh … ini Danisa, mamanya lagi dirawat di sini juga, beberapa hari lalu kami bertemu di coffe shop ….” Lalu Reynand beralih ke Danisa. “Danisa, kenalin ini Arumi adik aku dan Aruna kakak sepupu aku.” Danisa mengulurkan tangan sembari tersenyum ramah.“Hallo … aku Danisa.” Danisa memperkenalkan diri.Meski masih heran karena setau mereka—Reynand adalah sosok pendiam, dingin dan tertutup kepada orang baru apalagi perempuan tapi Arumi dan Aruna mencoba menya
Sikap Tasya berubah seratus delapan puluh derajat menghadapi Tezaar.Dia butuh waktu untuk menata hatinya setelah penolakan Tezaar kemarin dan tentunya menerima kenyataan kalau pria itu akan menikah.Karena pekerjaan mereka dilakukan tanpa mengobrol dan sungguh-sungguh jadi lah pekerjaan cepat selesai.Sebelum sore mereka sudah dalam perjalanan kembali ke Jakarta namun karena berbarengan dengan jam pulang kerja, jadilah Tasya dan Tezaar harus melewati kemacetan.Saat pergi tadi Tezaar sengaja duduk di depan di samping driver untuk memberi Tasya ruang agar bisa menerimanya kembali dan sekarang saat pulang Tezaar memilih duduk di kabin belakang bersama Tasya yang duduknya terlalu mepet ke pintu seakan enggan berdekatan dengannya.Tezaar menoleh menatap Tasya yang pandangannya lurus ke depan dengan kepala bersandar pada kaca jendela, gadis itu sedang melamun.“Hei … laper enggak?” Tezaar bertanya memulai pembicaraan karena sepanjang jalan baik pergi tadi maupun sekarang saat pulang
Sampai di depan ruangan Arumi, Aruna langsung membuka pintunya.Di dalam sana masih ada om Kaivan dan tante Zhafira.“Om … Tante … pulang aja, biar Arumi sama aku,” kata Aruna setelah menyalami kedua orang tua Arumi diikuti Leonhard.“Oke deh, kami pulang dulu ya … mungkin Tante sama om agak lama di Bandung jadi nanti Arumi ditemani Reynand.” Tante Zhafira memberitahu.“Oke Tante … Om, hati-hati di jalan.” “Titip Arumi, ya sayang.” Tante Zhafira berpesan.“Kami duluan Pak Leon,” ujar om Kaivan saat meninggalkan ruangan dan berbalas anggukan kepala dari pria itu.“Kapan mulai theraphy?” Aruna bertanya seraya meletakan paperbag berisi dessert kesukaan Arumi di atas meja.“Minggu depan.” Arumi menjawab.“Lekas sembuh ya Arumi.” Leonhard akhirnya buka suara.“Makasih Pak Leon.” Arumi menyahut.Leonhard mengangguk sambil tersenyum tipis.“Aku pulang ya.” Leonhard pamit kepada Aruna.Aruna mendekat kemudian memeluk Leonhard
“Amore ….” Enzo yang duduk di tepi ranjang meraih satu tangan Arumi yang bebas.Malam hampir larut, hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu karena papa dan mama sudah pulang untuk beristirahat.“Besok aku akan pulang ke Italia untuk menyelesaikan beberapa urusan di sana lalu aku akan kembali untuk membangun bisnis dengan papa kamu di sini dan menikahi kamu … kamu tunggu aku ya, aku usahakan hanya seminggu di Italia.” Arumi menggelengkan kepala. “Pergilah Enzo, tapi aku tidak akan menunggumu … jangan berjanji apa-apa … kamu bebas, aku tidak berharap apapun padamu.” Bukannya Arumi sok jual mahal tapi justru dia tidak ingin membuat Enzo terikat karena sadar diri dengan keadaannya.Menurutnya, Enzo adalah pria baik dan berhak mendapatkan wanita yang sempurna.Enzo terkekeh, dia tidak mengambil hati ucapan Arumi justru sangat mengerti makna tersembunyi dibalik ucapannya itu.Bergerak ringan, Enzo membaringkan tubuhnya di samping Arumi dalam posisi miring kebetulan ranjang pasi
Om Kaivan dan tante Zhafira baru saja keluar dari ruangan mami Zara setelah sebelumnya dokter Patologi menjelaskan hasil lab yang kini tengah tante Zhafira peluk.Keduanya melangkah pelan dengan tatapan kosong menuju kamar Arumi.Sampai di sana, mereka melihat Arumi sedang disuapi makan siang oleh Enzo.Pria itu begitu tekun merawat Arumi pagi siang malam tanpa lelah atau pun mengeluh padahal Arumi belum memutuskan menerima cintanya.“Mau Mama atau Papa aja yang sampaikan hasil lab ini ke Arumi?” Om Kaivan meminta pendapat istrinya.“Papa aja, Papa yang paling dekat dengan Arumi.” Tante Zhafira mengusap pundak suaminya kemudian mendorong pelan untuk masuk ke dalam ruang rawat itu.Enzo dan Arumi seketika menoleh saat sosok om Kaivan mendekat ke area ranjang pasien.Enzo tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah sofa set di mana di atas mejanya terdapat MacBook yang terbuka sebagai media Enzo memantau pekerjaan di Italia, di sana juga telah duduk tante Zhafira yang memberi kod
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka