Aruna Bramanti Gunadhya, gadis cantik anak konglomerat di Indonesia berusia dua puluh tiga tahun ini baru saja naik jabatan di perusahaan milik papinya dengan jerih payah sendiri. Dan setelah Aruna menduduki jabatan barunya, dia bertemu dengan seorang klien-CEO tampan sebuah perusahaan multinasional di Indonesia yang berbasis di Singapura. Sebagai seorang single yang tidak terikat hubungan dengan pria manapun, Aruna sangat available untuk menjalin hubungan dengan sang klien tapi kenyataan kalau pria bernama Leonhard Mikael merupakan pria beristri membuat Aruna mati-matian membunuh cinta itu. Sialnya, mereka harus melakukan pertemuan dan komunikasi yang intens karena terikat kerjasama bisnis. Apakah Aruna akan tetap mempertahankan cinta terlarangnya? Atau menyerah begitu saja meski dia tahu kalau Leonhard juga mencintainya.
View More“Congratulation!” seru keempat kakak laki-laki Aruna sambil menyalakan conveti ke arah Aruna membuat tubuh mungil itu dihujani kertas warna-warna berukuran kecil.
Langkah Aruna yang baru saja sampai di meja sebuah restoran mewah yang terdapat di sebuah hotel berbintang lima langsung berhenti lalu diam mematung dengan ekspresi kesal menatap satu persatu kakak laki-lakinya yang jahil sementara kedua kakak ipar membantu Aruna membersihkan kertas conveti yang melekat di wajah, rambut dan pakaiannya. Sementara papi dan mami yang mengikuti Aruna dari belakang malah tergelak menertawakannya. “Udah Kak … makasih.” Aruna menghela pelan tangan Naraya-istri dari kakak pertamanya. “Sudah Kak, biarin.” Aruna kemudian menghela pelan tangan Anasera-istri dari kakak keduanya. Wajah si bungsu mengerut dengan bibir mengerucut karena kesal. “Cieee … gitu aja marah, kita ‘kan mau merayakan.” Ghazanvar-sang kakak pertama menarik tangan Aruna yang masih berdiri di samping meja makan besar yang telah dikelilingi seluruh anggota keluarga. Aruna akhirnya duduk dengan masih menunjukan ekspresi wajah ditekuk. “Pake conveti segala ah, aku ‘kan cuma naik jabatan jadi Sourching Spesialist bukan jadi Kepala Departemen Procurement.” Aruna mengibas-ngibas kertas conveti yang memenuhi pundaknya. “Jangankan naik jabatan … kamu bisa bangun pagi aja ‘kan kita rayain,” seloroh Arnawarma-sang kakak kedua membuat bibir Aruna mencebik menggemaskan. Semua tertawa tapi tidak dengan Aruna, meski begitu raut kesal Aruna telah menghilang setelah menyadari dibalik keisengan keempat kakak laki-lakinya ada sayang yang banyak untuknya. “Mbak, aku mau pesen menu paling mahal di sini,” kata Aruna kepada pelayan wanita yang baru saja datang membawa buku menu. “Baik, Kak.” Dengan senang hati sang pelayan menuliskan pesanan Aruna disusul pesanan anggota keluarga yang lain. Malam ini papi Arkana membuat pesta perayaan atas promosi Aruna. Pasalnya Aruna yang setelah lulus kuliah ditempatkan sebagai Sourching Asistant di perusahaan milik papinya sendiri dalam waktu delapan bulan saja mampu melakukan pekerjaan dengan excelent sampai atasannya yang menjabat sebagai Sourching Spesialist yang telah pensiun perhari ini memilih Aruna sebagai penggantinya. Tidak ada nepotisme dalam hal ini, Aruna benar-benar kerja keras untuk bisa mendapatkan kursi tersebut dan semua orang di perusahaan mengakuinya. Tidak seperti keempat kakak Aruna yang langsung memegang jabatan sebagai CEO di setiap perusahaan milik kakek dan papi, si bungsu malah dipekerjakan di level menengah sampai harus mati-matian untuk mendapatkan posisi level pimpinan. “Papi bangga sama kamu, sayang ….” Adalah papi Arkana yang serius dengan kalimatnya tersebut. Papi Arkana sebenarnya ingin Aruna membuka butik, coffeshop, atau menduduki jabatan Direktur Humas di Rumah Sakit milik istrinya dengan job desk ringan. Beliau tidak ingin Aruna lelah bekerja karena sesungguhnya apapun di dunia ini bisa beliau berikan untuk sang putri tercinta. Tapi Aruna bersikeras ingin bekerja di perusahaan sang papi karena sesuai dengan jurusan yang dia ambil saat kuliah. Jadilah papi Arkana menempatkan Aruna di level bawah agar menyerah namun ternyata si bungsu yang merupakan perempuan satu-satunya ini adalah perempuan tangguh seperti sang mami. “Iya donk, Arunaaaa …,” ujarnya sembari menepuk dada jumawa. Papi dan mami tertawa bangga sementara keempat kakaknya merotasi bola mata malas. “Pi, ada satu klien yang cukup potensial … tapi Zio lagi banyak proyek … yang ini Zio limpahkan ke perusahaan Papi ya.” Reyzio-kakak ketiga Aruna malah membahas bisnis. “Kalau gitu, ini proyek pertama kamu sebagai Sourching Spesialist.” Papi Arkana langsung memberikan tantangan kepada Aruna berharap sang putri menyerah. “Oke! Siapa takut.” Tapi Aruna malah menantang. “Untung ya pembagian waris diatur kalau anak laki-laki dapet yang paling besar karena kalau enggak ada aturan itu kayanya seluruh perusahaan papi dikuasai dia yang ambis,” celoteh Narashima-kakak keempat Aruna. Mami Zara langsung memberikan tatapan peringatan. “Ya iyalah, Sorry ya aku enggak kaya kalian … cowok tapi hidupnya penuh drama romantis.” Aruna meledek ingin puas membalas kejahilan kakak-kakaknya. “Hey! Jangan sesumbar, sayang … kamu belum aja mengenal cinta, jangan sampai sekalinya mengenal cinta-eeeh, drama berdarah-darah ….” Ghazanvar menimpali. “Nangis-nangis bombay,” sambung Arnawarma. “Gimana Aruna mau punya cowok kalau baru aja ada cowok yang deketin Aruna langsung kalian datengin terus diancam-ancam,” kata Aruna ketus dan mereka semua kembali tertawa. “Nanti Mami cariin yang terbaik,” kata mami Zara memberi solusi. “Enggak ah, Aruna mau cari sendiri … boleh ya Mi … Pi … Please ….” Aruna menyatukan kedua tangan di depan dada dengan tampang memelas. Bagi Aruna menikah hanya bisa dilakukan satu kali seumur hidup sesuai dengan moto keluarga Gunadhya jadi harus dengan orang yang dia cintai dan yang cintanya besar untuknya. “Memangnya ada cowok yang kamu suka?” pancing papi Arkana penasaran. “Belum ada sih, tapi sekalinya ada … Papi sama Abang Ghaza, Mas Nawa, Kak Zio, Mas Nara jangan aneh-aneh ya … enggak kasian apa sama Aruna yang ngejomblo terus belum pernah ciuman dan masih perawan ini.” “Hey!” “Shut up!” “Ow … ow … ow!” “Aruna!” Seru keempat kakaknya dengan ekspresi memperingati dan tatapan tajam sementara sang papi telah mengepalkan tangan di bawah meja mendengar celotehan Aruna karena membayangkan putrinya disentuh oleh pria asing brengsek sebelum janur kuning melengkung. Aruna dan mami serta kedua kakak ipar Aruna tertawa meningkahi sikap kelima pria yang begitu posesif kepada Aruna. *** Selama seminggu Aruna mempersiapkan segala sesuatu untuk presentasi di depan klien hari ini. Dia harus sempurna, harus bisa menaklukan tantangan papi yang selalu meremehkannya. Setidaknya itu yang Aruna rasakan karena papi selalu saja menganggapnya seperti boneka dari bahan porselen yang rapuh. Aruna datang lebih awal ke ruang meeting guna berkoordinasi dengan tim support memberikan data terbaru yang akan ditampilkan nanti karena Aruna sendiri yang akan presentasi. Tidak berselang lama para atasannya yang merupakan para pimpinan di Departemen Procurement satu persatu memasuki ruangan rapat. “Semangat Aruna!” seru pak Beny-Dephead Procurement seraya mengepalkan tangan ke udara. Aruna mengedipkan satu matanya memberitahu kalau dia begitu tenang menghadapi ini. Aruna menganut kepercayaan jika segala sesuatu harus dilakukan dengan tenang dan kepala dingin agar berjalan lancar dan mendapatkan hasil maksimal jadi Aruna berusaha keras mengumpulkan bahan presentasi terbaik agar dia percaya diri dalam menyampaikannya. Tidak berselang lama, dari kejauhan suara papi Arkana terdengar. Beliau seperti sedang mengobrol dengan seseorang yang juga memiliki suara berat. Entah kenapa semakin dekat suara itu terdengar jantung Aruna mulai menaikkan tempo debaran. Aruna menerka-nerka bagaimana paras dari suara bariton yang saat tertawa terdengar sangat seksi itu. Papi Arkana masuk lebih dulu diikuti sang klien bernama Leonhard Mikael yang mampu membuat Aruna menahan nafas dan memaku tatap padanya. Demi Tuhan, meski memiliki papi dan empat kakak laki setampan Dewa Yunani tapi saat ini tepat di depan Aruna-pria bernama Leonhard Mikael jauh lebih tampan. “Aruna … kenalkan, ini pak Leon … calon klien kita.” Suara papi Arkana menyadarkan Aruna. Sebisa mungkin Aruna menutupi segala keterpesonaannya kepada Leonhard dengan menunjukkan tampang datar. Menundukan pandangan, menyambut jabatan tangan pria itu kemudian mendongak disertai senyum tipis. “Selamat pagi Pak Leon … selamat datang di AG Group, mari kita mulai meetingnya,” sapa Aruna bersikap biasa saja. Berulang kali Aruna menarik nafas lalu mengembuskannya perlahan guna menetralkan debar jantung yang masih menggila. Dia tidak boleh terdistraksi, Aruna harus bisa membalas pesona Leonhard yang berhasil memikatnya dengan kemampuan yang dia miliki agar pria itu menandatangani kontrak bisnis sehingga mereka bisa terus bertemu. Aruna mendapat motivasi tambahan untuk melakukan presentasi, gadis itu tampak memukau saat menunjukkan bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk membuat product yang diinginkan klien. Presentasi Aruna begitu lengkap sampai ke analisis pasar dan Market share yang tentu saja hal tersebut membuat Leonhard terpukau. Tanpa sadar para atasan Aruna bertepuk tangan usai Aruna selesai melakukan presentasi. Aruna sampai terkejut, diam-diam tersenyum bangga sambil melangkah ke kursinya. “Sepertinya saya tidak perlu mempertimbangkannya lagi … selain AG Group adalah perusahaan terbaik dalam bidang ini, saya juga baru menyaksikan presentasi yang luar biasa dan lengkap … tapi saya memiliki satu kebiasaan ….” Kalimat Leonhard menggantung. “Apa itu?” Papi Arkana bertanya. “Saya harus melihat langsung bahan baku dibuat di pabriknya dan setelah cocok baru kita akan menandatangani kontrak kemudian setelah kontrak berjalan, saya juga akan memeriksa prosesnya secara berkala.” Leonhard berujar dengan nada tegas. Papi Arkana tertawa. “Beberapa klien melakukan hal yang sama, jadi tidak masalah … Aruna akan memfasilitasinya.” Papi Arkana mengarahkan pandangan pada Aruna diikuti Leonhard. “Hem?” Aruna mendongak mengangkat kedua alisnya karena mendengar namanya dipanggil sementara dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan sang papi dengan Leonhard. “Pak Leon suka dengan presentasi kamu tapi dia harus survei langsung bahan baku ke pabrik … kamu fasilitasi ya,” kata papi Arkana membuat hati Aruna membuncah akan perasaan bahagia karena itu berarti harapannya terkabul. Dia akan betemu dan berkomunikasi secara intens dengan pria tampan yang mampu menggetarkan hatinya itu. “Siap, Pak!” Aruna menyahut sembari menganggukan sedikit kepalanya. “Yes … Yes … Yes …,” batin Aruna teriak kegirangan. Sampai detik ini, Aruna masih mengira kalau Leonhard Mikael adalah seorang pria lajang yang ambisius seperti dirinya.Sikap Tasya berubah seratus delapan puluh derajat menghadapi Tezaar.Dia butuh waktu untuk menata hatinya setelah penolakan Tezaar kemarin dan tentunya menerima kenyataan kalau pria itu akan menikah.Karena pekerjaan mereka dilakukan tanpa mengobrol dan sungguh-sungguh jadi lah pekerjaan cepat selesai.Sebelum sore mereka sudah dalam perjalanan kembali ke Jakarta namun karena berbarengan dengan jam pulang kerja, jadilah Tasya dan Tezaar harus melewati kemacetan.Saat pergi tadi Tezaar sengaja duduk di depan di samping driver untuk memberi Tasya ruang agar bisa menerimanya kembali dan sekarang saat pulang Tezaar memilih duduk di kabin belakang bersama Tasya yang duduknya terlalu mepet ke pintu seakan enggan berdekatan dengannya.Tezaar menoleh menatap Tasya yang pandangannya lurus ke depan dengan kepala bersandar pada kaca jendela, gadis itu sedang melamun.“Hei … laper enggak?” Tezaar bertanya memulai pembicaraan karena sepanjang jalan baik pergi tadi maupun sekarang saat pulang
Sampai di depan ruangan Arumi, Aruna langsung membuka pintunya.Di dalam sana masih ada om Kaivan dan tante Zhafira.“Om … Tante … pulang aja, biar Arumi sama aku,” kata Aruna setelah menyalami kedua orang tua Arumi diikuti Leonhard.“Oke deh, kami pulang dulu ya … mungkin Tante sama om agak lama di Bandung jadi nanti Arumi ditemani Reynand.” Tante Zhafira memberitahu.“Oke Tante … Om, hati-hati di jalan.” “Titip Arumi, ya sayang.” Tante Zhafira berpesan.“Kami duluan Pak Leon,” ujar om Kaivan saat meninggalkan ruangan dan berbalas anggukan kepala dari pria itu.“Kapan mulai theraphy?” Aruna bertanya seraya meletakan paperbag berisi dessert kesukaan Arumi di atas meja.“Minggu depan.” Arumi menjawab.“Lekas sembuh ya Arumi.” Leonhard akhirnya buka suara.“Makasih Pak Leon.” Arumi menyahut.Leonhard mengangguk sambil tersenyum tipis.“Aku pulang ya.” Leonhard pamit kepada Aruna.Aruna mendekat kemudian memeluk Leonhard
“Amore ….” Enzo yang duduk di tepi ranjang meraih satu tangan Arumi yang bebas.Malam hampir larut, hanya ada mereka berdua saja di ruangan itu karena papa dan mama sudah pulang untuk beristirahat.“Besok aku akan pulang ke Italia untuk menyelesaikan beberapa urusan di sana lalu aku akan kembali untuk membangun bisnis dengan papa kamu di sini dan menikahi kamu … kamu tunggu aku ya, aku usahakan hanya seminggu di Italia.” Arumi menggelengkan kepala. “Pergilah Enzo, tapi aku tidak akan menunggumu … jangan berjanji apa-apa … kamu bebas, aku tidak berharap apapun padamu.” Bukannya Arumi sok jual mahal tapi justru dia tidak ingin membuat Enzo terikat karena sadar diri dengan keadaannya.Menurutnya, Enzo adalah pria baik dan berhak mendapatkan wanita yang sempurna.Enzo terkekeh, dia tidak mengambil hati ucapan Arumi justru sangat mengerti makna tersembunyi dibalik ucapannya itu.Bergerak ringan, Enzo membaringkan tubuhnya di samping Arumi dalam posisi miring kebetulan ranjang pasi
Om Kaivan dan tante Zhafira baru saja keluar dari ruangan mami Zara setelah sebelumnya dokter Patologi menjelaskan hasil lab yang kini tengah tante Zhafira peluk.Keduanya melangkah pelan dengan tatapan kosong menuju kamar Arumi.Sampai di sana, mereka melihat Arumi sedang disuapi makan siang oleh Enzo.Pria itu begitu tekun merawat Arumi pagi siang malam tanpa lelah atau pun mengeluh padahal Arumi belum memutuskan menerima cintanya.“Mau Mama atau Papa aja yang sampaikan hasil lab ini ke Arumi?” Om Kaivan meminta pendapat istrinya.“Papa aja, Papa yang paling dekat dengan Arumi.” Tante Zhafira mengusap pundak suaminya kemudian mendorong pelan untuk masuk ke dalam ruang rawat itu.Enzo dan Arumi seketika menoleh saat sosok om Kaivan mendekat ke area ranjang pasien.Enzo tidak sengaja mengalihkan pandangan ke arah sofa set di mana di atas mejanya terdapat MacBook yang terbuka sebagai media Enzo memantau pekerjaan di Italia, di sana juga telah duduk tante Zhafira yang memberi kod
Tok …Tok …Tasya yang sedang mager akhirnya harus bangkit dari peraduannya karena mendengar suara pintu diketuk.“Siapa lagi sih hari sabtu gini ganggu aja.” Dia menggerutu karena merasa tidak memiliki janji dengan Rocky.Mengingat di Jakarta Tasya hanya memiliki om Roger dan kini sedang dekat dengan Rocky jadi kehidupannya hanya seputar mereka selain pekerjaan.Ceklek … “Tezaar.” Tasya bergumam dengan mata membulat dan kedua alis terangkat tidak pernah menyangka Tezaar akan berada di depan pintu kossannya.“Tasya … boleh aku masuk?” Raut wajah Tezaar tampak sendu.“Masuk aja ….” Tasya membuka pintu lebar-lebar.Tezaar duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.Sofa yang menghadap televisi itu hanya cukup untuk dua orang jadi mau tidak mau Tasya dan Tezaar berdesakan di sofa itu.Tezaar merogoh tasnya lalu mengeluarkan sebuah undangan pernikahan berwarna coklat.“Perut Marisa semakin besar, aku harus segera menikahi dia
Aruna tahu kalau papinya yang memiliki jasa keamanan swasta telah mengutus seseorang untuk mengawasi.Bisa jadi orang itu adalah Pilot dari privat jet sewaan tuan Lee yang akan ditumpanginya sekarang atau mungkin awak kabin atau bisa jadi driver yang menjemput mereka nanti di Korea, staf hotel atau mungkin mereka semua adalah orang suruhan papi Arkana.Dan Aruna tidak peduli, sama sekali tidak peduli.Mobil yang ditumpanginya bersama Leonhard berhenti di depan sebuah privat jet, Aruna turun dibantu Leonhard dan sampai naik ke dalam pesawat, pria itu tidak melepas genggaman tangannya.Di dalam sana sudah ada Nova dan Dewa yang duduk bersebelahan.Baru sekarang Aruna bertemu lagi dengan Nova dan seketika suasana menjadi canggung.Nova bangkit dari sofa mengulurkan tangan.“Apakabar Aruna,” sapanya ramah.“Kabar baik … kamu dan adik bayi apa kabar?” Aruna balas bertanya.Nova menundukan kepala mengusap perutnya lalu berkata, “Kami baik.” Dia pun menjawab.Tatapan Aruna beralih
“Papiiiii!!!!” Aruna berlarian dari lantai dua memburu papi yang baru saja masuk ke dalam rumah bersama mami.“Loh! Belum tidur.” Papi menghentikan langkahnya di ujung tangga paling bawah dan otomatis langkah mami juga terhenti.Aruna memeluk dada bidang papi yang dibalas beliau dengan pelukan erat.Papi terkekeh meningkahi sikap manja Aruna. “Ada apa?” Papi Arkana bertanya.“Papi, boleh besok Aruna ikut Leon anter istrinya kontrol kandungan ke Korea?” tanya Aruna mendongak sembari menunjukkan puppy eyes menggemaskan.Papi langsung mengalihkan pandangan ke mami yang masih berdiri di sampingnya.“Bilang enggak boleh, Pi.” Arnawarma yang menimpali dari sofa panjang.Aruna mencebikan bibirnya kesal bersama delikan sebal.“Kamu mau ganggu momen bahagia mereka?” Papi Arkana sedang bersarkasme.“Piiii, Dewa pacarnya Nova juga ikut kok … dia enggak mengijinkan Nova berdua aja sama Leon.” Aruna memohon.“Terus nanti ‘kan di sana Leon sama Nova pasti menginap di rumah keluarganya Leo
Baru kali ini Aruna melihat Arumi tampak putus asa padahal biasanya Arumi selalu bisa mengatasi beragam masalah yang muncul dalam hidup bahkan memberi saran terbaik layaknya wanita dewasa.“Kalau dia enggak mencintai kamu, dia enggak akan nungguin kamu di sini selama satu minggu.” Aruna memperkuat apa yang sudah Enzo katakan sebelumnya.Arumi terpekur lama sekali sampai ketika ditegur, dia memilih untuk pura-pura tidur.Hatinya sedang gundah gulana saat ini, dia yang mengalaminya jadi biarkan dia menikmatinya sendiri.Meski matanya terpejam tapi air mata Arumi tidak berhenti mengalir, diam-diam menyusut buliran kristal ungkapan kesedihan itu agar tidak ada yang menyadarinya.Tapi Enzo yang fokusnya hanya untuk Arumi seorang menangkap gerak-gerik ganjil tersebut.Setelah keluarga Arumi pulang menyisakan mereka berdua saja di ruangan itu, Enzo duduk di tepi ranjang Arumi.“Aku tahu kamu enggak tidur,” kata Enzo membuat kelopak mata Arumi terbuka.“Dari tadi kamu menangis tapi ka
Arumi membuka matanya perlahan, cahaya matahari yang menembus melalui jendela kaca begitu menyilaukan.Dia menutup kelopak matanya kembali lalu terdengar suara dari rel yang ditempel di dinding pertanda seseorang menutup tirai dan seketika suasana tidak terang benderang seperti tadi.“Arumi?” Suara parau berlogat Italia terdengar.Arumi kenal betul suara itu tapi dia merasa masih sedang bermimpi jadi Arumi enggan membuka mata.Terasa keberadaan sosok bertubuh atletis di sisi ranjangnya lalu tubuh Arumi yang lemah direngkuh oleh lengan kekar bertato sampai sisi wajah Arumi menempel di dada yang bidang.“Bangunlah Arumi, kamu sudah seminggu tidak sadarkan diri … aku mohon bangunlah, aku akan melakukan apapun permintaanmu tapi jangan meminta aku meninggalkanmu ….” Enzo berbisik kemudian mengecup kepala Arumi.“Enzo.” Arumi melirih.Enzo memberi jeda pada tubuh mereka untuk bisa menatap wajah cantik yang begitu lemah dalam dekapannya.“Arumi ….” Enzo menangkup wajah Arumi.Arumi
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments