Share

Nonton di Bioskop

Calista duduk di samping Jorge yang menyetir mobil. Seperti biasa bertugas mengantar ke sekolah sembari melanjutkan perjalanannya ke kantor. Jorge melihat Calista senyum-senyum sendiri sambil melihat ponsel, usil menanggapi Calista yang sibuk bermain ponsel.

“Senyum-senyum sendiri aja...”

Calista menoleh ke arah pamannya lalu tersenyum. “Nggak paman, ini hanya teman...”

Jorge yang tahu perbedaan senang dikontak sama teman dan seseorang spesial hanya bergumam, “Teman atau teman?”

Calista tidak peduli dengan perkataan Jorge dan masih asyik berkirim pesan dengan Eden yang notabene sudah sampai di sekolah. Dia tertawa terkikik-kikik dan membuat Jorge menggeleng-gelengkan kepala.

“Dengar ya Calista, ingat kata Paman. Tidak boleh pacar-pacaran...” Jorge mengulangi lagi perkataan semalam dengan nada tegas. Entah kenapa dia punya feeling nggak enak.

“Siapa sih yang pacaran, paman?!” ulang Calista lagi sambil memanyunkan bibirnya.

Namun hati kecilnya berkata lain, siapa yang tahu kan?

Jorge memelankan mobilnya yang sudah hampir dekat ke gerbang sekolah, lalu berhenti tepat di depannya. Dia memperhatikan Calista yang keluar dari mobil, lalu menatap Jorge lagi.

“Oh iya Paman, nanti aku pulang agak malam. Soalnya diajak Arabel nonton film di Bioskop. Kan nanti malam Minggu, Paman...besok juga libur,” ucap Calista sambil menatap pamannya. Lebih ke pemberitahuan dan bukan meminta izin, sebetulnya.

Jorge menatap Calista dengan tajam, “Oke tapi ingat kalau kamu pulang melampaui jam malam, Paman nggak segan-segan meneleponmu terus atau Arabel. Dan datang langsung ke sana.”

Calista meringis sebal, lalu membalikkan badannya dengan jengkel. Jorge hanya diam dan memandang Calista masuk ke gerbang dan menghilang dari pandangannya, lalu dia melanjutkan perjalanannya ke kantor.

Akhir-akhir ini dia agak kesal dengan seorang wanita yang terus menerus mengganggu dirinya. Beberapa temannya bilang dia beruntung disukai seorang Dahlia Irkhasia, perempuan cantik yang berdarah Indonesia Belanda. Memang Jorge akui dia wanita yang cantik dan menarik. Namun, sikapnya yang agresif membuat Jorge kesal setengah mati.

Pagi-pagi sudah mengirim pesan, siang mengirim foto. Di kantor juga Dahlia selalu menacari topik untuk mengobrol dengannya, tapi Jorge hanya meladeni sebatas topik yang penting saja. Sesudah itu dia hanya menanggapi dengan dingin dan acuh tak acuh. Herannya perempuan itu malah makin semangat mengejarnya.

Jorge menatap teleponnya yang berdering lalu melihat nama di layar ponselnya. Dahlia Irkhasia. Jorge menekan tombol merah dan memasang mode silent, sambil terus melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota.

Sementara itu Calista yang mau masuk ke kelas bertemu dengan Eden yang hendak ke kamar mandi dekat kelas Calista. Eden mendekati Calista dulu, sambil tersenyum-senyum.

“Jadi kan, nanti pulang sekolah...” ucap Eden mengingatkan. “Nonton bareng.”

Calista mengangguk, lalu masuk ke dalam kelas. Dia masuk dengan wajah yang senang dan tentu saja memancing perhatian Inneke yang sekelas dengannya.

“Sepertinya ada yang sedang bahagia...” sindir Inneke.

“Kemarin ditelepon Eden lama banget....sampai malam,” kata Calista dengan mata berbinar-binar. “Lalu tadi ketemu lagi. Orangnya lucu, cakep lagi...”

Inneke menghela nafas lalu menimbang-nimbang apa dia harus memberitahukan Calista atau tidak. Dia akhirnya memutuskan bicara, “Calista...Eden itu dulu anak nakal di sekolahnya loh...Dia dikirim ke sini karena ayahnya udah putus asa.”

Calista terdiam dan mendengarkan Inneke lagi, “Masa sih Inneke?” Dia agak ragu sesaat, namun berkata lagi, “Tapi dia memang bilang kalau dia itu nakal. Dia udah jujur, kok.”

“Itu kan masa lalu, semua orang punya masa lalu,” kata Calista lagi sambil duduk di kursinya, persis di depan Inneke.

“Temanku bilang dia pemakai narkoba, Ta. Kamu udah tau?” tanya Inneke lagi.

“Sudah, dia mengakuinya kok. Dan dia bilang sudah sembuh,” jawab Calista sambil menghadap Inneke.

Inneke memandang Calista dengan tatapan kagum dan percaya tidak percaya. Ini anak lagi bucin atau apa sih?

“Nah jadi...kamu tau dia mantan pemakai narkoba. Apa betul sudah sembuh? Gimana kalau masih make?” kata Inneke dengan membelalakkan mata.

“Maaf ya Calista. Aku itu belum begitu kenal Eden. Masih mending cowok-cowok yang dulu kamu tolak seperti Roby, Manawi, Leo...yang walaupun masih cupu tapi alim. Oh iya Leo nggak cupu sih, dia anak baik. Kenapa kamu tolak dia dulu?” lanjut Inneke lagi panjang lebar yang malam membuat Calista kesal.

“Maaf ya Inneke. Aku itu nggak ganggu hidup kamu...kenapa kamu ikut campur siapa yang aku suka dan nggak. Kalau kamu mau, kamu aja yang sama Leo!” cetus Calista kesal, lalu membalikkan badannya lagi karena guru mereka sudah masuk ke kelas.

Inneke hendak membantah lagi, namun dia mengatupkan mulutnya karena ibu guru mereka sudah berbicara depan kelas.

“Si Calista udah bucin, Bel...” kata Inneke selagi jam istirahat di kelas Arabel yang sedang makan di kotak bekalnya. Dia memang sengaja mau ketemu Arabel untuk membicarakan Calista. “Masa dia tadi marah karena aku bilang masih bagusan cowok-cowok yang dulu dia tolak daripada Eden.”

“Ya kamu sih...” jawab Arabel sambil menaikkan alisnya. “Ya jelaslah marah, orang lagi suka kok. Mau dibilang cowok yang dia suka jelek, ya pasti dibelain keleus...”

“Eden itu mantan pemakai, Bel...ada lagi deh, nanti aku tanya temenku,” kata Inneke dengan menggebu-gebu.

“Sstttt...sudah Ke. Nanti malah kamu dibilang sama Calista, kamu cemburu sama dia,” kata Arabel mengingatkan. “Inget ya, kita hanya bisa mendukung dia karena kita sahabatnya. Jangan bikin dia tertekan, di rumah aja dia sudah tertekan sama pamannya yang aku bilang berlebihan. Kita cukup awasi dia saja, , mengingatkan kalau sudah terlalu jauh.”

“Ini juga baru temenan kan...Udahlah nggak usah berlebihan,” kata Arabel kalem sambil melanjutkan makannya. Sementara Inneke hanya terdiam saja.

Mereka naik mobil seorang teman sepulang sekolah, sama-sama ke bioskop. Eden dan teman sekelasnya, Jacob yang punya mobil. Di tengah ada Merlian, Calista dan Arabel, di belakang ada seseorang cowok dari kelas Eden juga yang Calista tidak tahu namanya.

“Tenang, gue udah ada SIM. Kan gue pernah tinggal kelas beberapa tahun dulu, jadi gue udah punya sim dong karena udah tujuh belas. Hahah...” jelasnya sambil melajukan mobilnya pelan di tengah kemacetan lalu lintas.

Calista merasa agak kikuk di tengah beberapa orang yang belum dikenalnya. Sementara cewek yang bernama Merlian terlihat cuek dengan rok abu-abu yang di atas lutut, kaos seragam yang tipis memperlihatkan bra hitam yang agak membayang, dan kaos kaki panjang selutut. Agak-agak seperti cewek-cewek badung di film Jepang yang pernah ditonton Calista. Cowok di belakang juga terlihat santai dengan rambut jigrik dan baju yang dikeluarkan, dia memakai headset dan menyanyikan sebuah lagu sepanjang jalan dengan santainya.

Jacob sendiri dengan cueknya menghisap sebuah rokok dan menghembuskannya keluar jendela berkali-kali. Dia minta maaf dulu sebelumnya ke Calista dan Arabel untuk mematikan AC mobil dan membuka jendela. Begitu juga dengan Eden yang sempat merokok, tapi hanya sebentar lalu sibuk menanyakan beberapa hal ke Calista yang duduk manis di tengah antara Arabel dan Merlian.

Masuk ke dalam gedung bioskop, Calista baru menyadari kalau Merlin dan Jacob itu pasangan. Mereka terlihat sangat mesra dan jalan bergandengan satu sama lain. Koko-nya Arabel ternyata sudah menunggu di samping counter makanan di bioskop. Dia diperkenalkan Arabel pada Eden dan kawan-kawan. Sementara cowok di belakang itu, bernama Steve...kadang Calista suka bingung dengan apa yang dibicarakan. Orangnya seperti nggak nyambung.

“Calista, duduk di sampingku...” kata Eden saat mereka semua mengambil kursi yang berderet sebaris. Calista pun duduk di samping Eden. Seragam sekolah Calista sudah diganti dengan jins dan kaos berukuran pas badan berwarna merah marun.

Lampu dimatikan dan mereka sudah fokus pada film yang ada di layar lebar. Sementara Calista terus memakan popcorn bersama Eden, tangan mereka nggak sengaja bersentuhan. Entah Eden sengaja atau tidak. Kursi yang sempit membuat tangan mereka berdekatan, dan dengan halus Eden memegang tangan Calista, yang tidak ditepis oleh perempuan itu.

Calista tidak bisa jelas melihat Eden, namun dia melihat senyum yang tersamar di wajah pria itu. Dan dia juga ternyata menikmatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status