Sedari pagi hingga sore hujan tak kunjung berhenti. Cuaca sepertinya kurang bersahabat, melihat banyak sekali orang-orang yang mengeluh sakit.Gilang juga merasa tak enak badan. Ia memilih seharian di klinik yang juga telah menjadi rumahnya selama ini. Dengan segelas kopi hangat, ia terduduk sambil menatap luar jendela.Angin sedikit masuk dari cela jendela yang terbuka, membuat lengan Gilang agak terasa dingin. Handphonenya masing menyala, ketika beberapa notifikasi chat terus saja masuk, entah itu dari Henry atau dari Zia. Tak bisa dipungkiri jika kedua orang tersebut yang selama ini setia dengan Gilang.âHei! Aku di depan rumahmu, sendirian aja. lagi galau ya?âGilang membulatkan matanya setelah mendapatkan pesan singkat dari Nicha. Dengan cepat ia mencari dan berbalik melihat pintu masuk namun tidak ada siapa-siapa. Gilang berdiri guna ingin keluar memastikan namun wanita itu akhirnya nongol agak jauh dari depan pintu.âHai!â sapanya dengan melambaikan tangan kecilnya.Sambil ter
âTeman kantorku akan mengadakan acara makan-makan, kau mau ikut?â tanya Rangga dengan antusias.Setelah Nicha menyetujui perjodohan itu, setiap hari tiada waktu tanpa Rangga. Pria itu sudah seperti anak kucing yang menempel pada induknya, tidak pernah lepas.âAku tidak bisa,â jawab Nicha setelah menyeruput segelas teh.âKenapa?â Rangga memperbaiki duduknya menghadap Nicha.âAku bukan pegawai.â Jawaban itu memang ada benarnya. Rangga kembali berpikir dan mencari ide agar wanita itu mau ikut.âEmâĶ kalau begitu aku merekrutmu sebagai pegawai mulai malam ini jadi besok malam kau bisa ikut.âTawa Nicha meledak saat itu, bagaimana bisa pria tersebut memikirkan hal konyol seperti itu. Wanita itu tanpa sadar memukul pelan Rangga. âIde gila macam apa itu! Hahaha.âRangga tersenyum melihat reaksi Nicha. âJadi setelah makan-makan, kau akan memecatku! Begitu?â Rupanya Nicha masih bisa bertanya di situasi tawanya yang meledak.âTidak. Kau akan naik pangkat,â jawab Rangga percaya diri.Nicha berhen
âBersulang!â Suara dentingan gelas kaca terdengar di ruangan tersebut.Tempat makan yang sengaja disewakan oleh para pekerja kantor itu begitu ramai dan terlihat seru. Meja panjang sengaja di simpan di tengah ruangan agar semua orang dapat menikmati hidangan dan berkumpul di satu tempat.Setelah bersulang semuanya segera minum dan melanjutkan obrolan mereka, ada yang baru berkenalan dan ada juga yang asyik berkaraoke.Gilang pikir mereka akan berkaraoke di depan restoran ternyata restoran itu punya karaoke sendiri. Laki-laki itu hanya duduk dan menonton Henry bernyanyi.Sesekali ia menyeruput cola yang sedari tadi ada di tangannya. âDokter kenapa sendirian saja di situ, ayo ke sini,â panggil seorang wanita muda.Gilang menolaknya dengan halus, ia lebih memilih untuk sendirian. Lirikannya menangkap sosok gadis yang sedang mengobrol diseberangnya. Jika Gilang bisa menilai, gadis itu tampak tidak nyaman dengan suasana berisik seperti ini.âAku suka ponimu dan rambut panjangmu, kau mirip
Nicha menghempaskan tangan Rangga begitu saja. âAku bisa jalan sendiri,â katanya tegas.Rangga tersenyum miring. âAku sudah duga ada yang tidak beres di antara kalian.â Suara beratnya terdengar meremehkan.Nicha tidak paham dengan apa yang dimaksudkan oleh Rangga. âApa maksudmu?â tanyanya.âAda cinta di antara kalian.âWanita itu menatapnya tidak percaya, apa yang sebenarnya lelaki ini pikirkan. âItu tidak masuk akal,â gumam Nicha.âBuktinya ini.â Rangga menunjuk kemeja kotak-kotak yang dikenakan oleh Nicha. Ya, itu kemeja dari Gilang yang tadi diberikannya untuk menutupi bajunya yang basah akibat disiram oleh Bella.Nicha melihat kemeja tersebut. âIni karena bajuku basah jadi Gilang memberikan kemejanya untuk ââ Nicha tidak ingin menjelaskannya dengan sempurna, ia tidak ingin jika Rangga makin banyak pertanyaan yang bisa membongkar perilaku Bella terhadapnya.âPokoknya ini karena tadi aku tidak sengaja menumpahkan minuman.ââLalu bagaimana dengan di taman itu, sepertinya kalian sunggu
Mata besar itu melirik kemeja kotak-kotak yang dibiarkan tergantung bebas di belakang pintu kamar. Dalam pikirnya, kapan ia akan keluar dan mengembalikan kemeja tersebut. Ya, sejak hari di mana mereka bertemu, Nicha tidak pernah lagi menemui Gilang.Nicha yang tidak ahli untuk memulai semuanya hanya bisa pasrah di rumahnya. Ia merasa bersalah, karena dirinya, Gilang jadi di benci dan di tuduh yang tidak-tidak oleh Rangga.Hanya karena kemeja dan juga taman itu, Rangga menjadi curiga dengan Gilang. âGilang menyukaiku? Omong kosong macam apa itu.âNicha mengingat raut wajah Gilang saat Nicha meninggalkannya. Ia ingin menemui pria itu namun ada keraguan darinya.âApa aku telepon saja ya?âSepersekian detik Nicha kembali menggeleng. âTidak, tidak. Aku tidak suka menelepon, sebaiknya bertemu langsung itu akan lebih leluasa.ââNicha, bicara sendiri lagi?â Nicha bangun dan mendapati ibunya berdiri di depan pintu kamarnya. âIbu kebiasaan. Aku tidak punya privasi jika ibu terus menerus mengin
âHei cepatlah Bangsat!â Sekuat tenaga Nicha mencoba untuk memelankan suaranya.Dari arah belakang, Bella terlihat berlari kecil sambil sesekali menunduk jika melewati tembok yang ada jendelanya. Kedua gadis itu sedang mempertunjukkan bagaimana cara agar bisa bolos sekolah.Mata Nicha terus melihat sekeliling, takutnya ada guru yang lewat dan memergoki mereka berdua. âAh sial, kenapa aku memakai rok pendek ini,â gumamnya saat setelah sampai di depan sebuah tembok besar.Tembok belakang sekolah yang tingginya melebihi kedua gadis itu. âJadi bagaimana cara kita melewati ini?â tanya Bella yang ragu.Nicha berpikir sebentar. Ia mencari apabila ada benda yang mungkin bisa mereka pakai untuk bisa melewati tembok besar tersebut, namun sayang tidak ada satu pun di sana.âKita memanjat saja,â ujar Nicha yang langsung mencoba memanjat tembok tersebut.Bella melongo. Ia kaget dengan apa yang Nicha lakukan, Bella sungguh ragu untuk memanjat tembok yang cukup tinggi itu.âNicha awas bagaimana jika
âPak?âPria dengan jas hitam itu beralih dari berkas yang menumpuk di mejanya. âOh Rangga. Ada apa?â tanyanya sembari memperbaiki kaca matanya.Rangga tersenyum kikuk. âBapak sibuk ya? Maaf mengganggu waktu bapak. Boleh aku meminta nomor dokter Gilang?â âOh tentu Rangga. Sebentar ya,â ujarnya sambil mengetik nama di handphonenya. Matanya memicing, ia mencoba melihat jelas layar handphone tersebut. âBapak sudah terlalu tua,jadi agak rabun,â ujarnya sambil tertawa kecil.Rangga langsung berinisiatif membantu Pak Faris. âBiar aku bantu pak,â katanya seraya mengambil handphone pak Faris lalu segera melihat nama Gilang di sana.âTapi kenapa kau memintanya?â tanya pak Faris tiba-tiba.Rangga tersenyum tipis. âAku cuma ingin berbicara padanya soal Nicha, aku ingin tahu keadaan Nicha pak,â alasannya.Pak Faris tersenyum dengan bangganya. Seperti ia merasa pilihannya adalah hal yang sangat tepat untuk anak gadisnya. Pak Faris tidak akan ragu dan khawatir jika nantinya ia wafat di kemudian har
âTerima kasih sudah mengantarku ayah,â ujar Nicha sembari membuka sabuk pengamannya.Pak Faris hanya mengangguk pelan. âKalau nanti kau mau di jembut, telepon Rangga saja ya,â katanya.Nicha mengangguk. âBaiklah ayah,â balas Nicha bercermin di kaca spion untuk mengatur poninya yang agak berantakan karena saat di perjalanan terkena angin.âOh ya. kemarin Rangga meminta nomor telepon dokter Gilang.â Pak Faris baru ingat kejadian kemarin.Nicha menghentikan aktifitasnya. âBenarkah?â Ia melihat ayahnya kaget. Selintas banyak pikiran negatif muncul di otaknya.âKenapa dia meminta nomor Gilang?â tanyanya lagi.âRangga bilang banyak yang ingin ia bicarakan dengan dokter tentang perkembanganmu,â jelas ayahnya.Nicha mengangkat alisnya masih kaget. âKenapa kau kaget begitu?â tanya pak Faris.Raut wajah wanita itu langsung berubah. Ia tersenyum ringan. âTidak ada apa-apa ayah, kalau begitu aku pergi dulu ya,â pamitnya agak tergesa-gesa.Nicha keluar dari mobil dan langsung menyeberang untuk mas
âDahlia, mungkin itu bunga yang bisa melambangkan kisah tentang kitaâĶkau tahu apa maknanya? Dia lambang ikatan dan komitmen, dia adalah anugerah dan juga perubahan hidup yang positif. Jika ada kata yang lebih dari terima kasih, aku akan mengucapkannyaâĶâ~Ileanna Hanicha ****Pada matahari yang memancarkan sinarnya, ia ingin berterima kasih. Ia membulatkan tekadnya untuk keluar dari kegelapan yang menyelimuti kalbunya, melangkah demi melangkah hingga mendapat titik terang dari hidupnya.Semua perubahan itu terbayar sudah, di sini dia sekarang. Nicha, memasang raut wajah tersenyum melihat dua orang yang telah menjadi kekuatannya selama ini.âPapa, susunannya tidak seperti itu!âMainan lego itu yang awal mulanya berbentuk sebuah robot seketika hancur, Nicha akui suaminya tidak pandai untuk merangkai atau menyusun lego seperti di petunjuk gambar, keributan terus terjadi hingga anak laki-laki yang berumur delapan tahun itu berdiri.âAku tak mau main sama papa lagi, aku mau main sama Cinta
Mata besar wanita itu hanya memandang satu orang dari banyaknya orang disekitar sana, ibarat dari semua kegelapan malam, hanya ada satu objek yang bersinar. Matanya tak bisa berpaling, punggungnya yang tadinya bersandar di tembok kini berdiri tegap. Sedangkan laki-laki itu masih berjalan ke arahnya, membelah lautan manusia, seperti dialah pemeran utamanya.Malam ini, dia memang adalah pemeran utama, bisa dilihat dari tampilannya yang sangat berbeda dari orang-orang. Wanita itu tak pernah melihatnya memakai setelan jas hitam dengan dasi berwarna merah.âTampan,â gumamnya tanpa sadar.Entah sejak kapan lelaki itu sudah ada di depannya, memberinya segelas minuman.âKau menunggu siapa?â tanya pria itu.âOrang tuaku, katanya mereka akan datang. Lalu kau, kenapa bisa ada di sini?â tanya wanita itu balik.Pria itu tersenyum. âAku ada urusan dengan seseorang,â jawabnya.Wanita itu mengangguk. Matanya kembali melihat-lihat orang-orang yang sedang berpesta. âKata ibu, ini pesta teman ayah, tapi
Waktu demi waktu terus berjalan, Gilang mungkin sudah duduk tiga jam di cafÃĐ tersebut, ia melirik jam dinding besar yang terletak di atas jendela besar menghadap jalan itu, rupanya sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tidak. Tapi hampir jam sepuluh itu artinya cafÃĐ akan tutup dua jam lagi.Tak ada satupun pikiran bahwa ayah Nicha tidak akan datang atau lupa, tapi Gilang malah berpikir bahwa ayah Nicha sedang mempermainkannya atau mencoba melihat keseriusannya, sampai kapan ia akan bertahan ditengah orang-orang yang mulai meninggalkan tempat itu.Dengan coat berwarna cokelat yang ia kenakan, Gilang menghela napas mencoba sabar untuk menunggu, jika benar ayah Nicha Cuma mempermainkannya, tak apa. Ia akan coba dilain hari.Gilang mengaduk kopi panas yang sudah dingin dan setengah dari gelasnya itu. Sungguh bosan hingga ia rasanya ingin memejamkan mata.Suara rintik hujan terdengar di atasnya, mencoba menyadarkan dirinya kalau janji ayah Nicha hanyalah kebohongan belaka. Mana ada orang
Wanita dengan baju tidur bermotif kotak-kotak hijau itu menutup segera jendelanya, matanya masih menatap sosok laki-laki yang baru saja pergi setelah diberi nasihat oleh ibunya.Matanya memancarkan kesedihan, ada rasa khawatir yang juga tersinggap dipikirannya, bagaimana kelanjutan hubungan mereka saat ini.Ia menghela napas berat lalu menutup gordennya, dengan lesuh Nicha segera berbaring di kasurnya berusaha memejamkan matanya ditengah lampu yang bersinar terang, pantaslah ia tak bisa tidur, meski ia mencoba memutup mata namun cahaya lampu itu seakan bisa menembus kelopak matanya.Samar â samar, ia dapat melihat hari-hari lama yang telah ia lalui namun ini lebih ke suasana rumah kediaman orang tua Gilang, betapa indahnya hari itu. Apalagi setelah ia menyadari jika perasaannya mulai tumpuh positif menjadi cinta yang sekarang telah menjadi luar biasa.âApa aku harus berbicara dengan ayah, besok?ââJika aku terus seperti ini maka, aku tidak akan bisa menikah dengan Gilang!âDemikianlah
âJika ibu perhatikan, kau belakangan ini sudah mulai memasak di dapur dan masakanmu enak menurut ibu,â puji ibu Hesti.Nicha yang sedang memotong kentang itu tersenyum. âBenarkah bu, itu Gilang yang ajar.âIbunya mengangguk. âGilang bisa memasak juga? dia pria hebat.â Nicha mengangkat alisnya lalu kembali tersenyum.âYa, bu. Dia memang pria serba bisa, dia bisa memasak, bisa melukis, bisa berbicara depan umum, bisa ââ ucapannya terhenti setelah ayahnya lewat dan meliriknya tajam.âAh.. ya begitulah bu,â lanjutnya kaku dan kembali melanjutkan kegiatannya.Waktu terus berjalan tapi ayahnya masih tidak suka jika nama Gilang disebut di rumah itu, Nicha memanyumkan bibirnya, lagian Gilang tidak melakukan kesalahan apapun tapi kenapa ayahnya begitu sensitif pada pria tersebut.Harusnya ayahnya berterima kasih, tapi Nicha sangat mengenal ayahnya. Pria tua itu memang angkuh, jika sekali ada orang lain yang dia tidak suka akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk mengambil hati ayahnya lagi.
âKenapa kau sampai melakukan hal sejauh itu, Rangga?âRangga mengacak rambutnya frustasi. âAku tidak berniat untuk menembak Zia, percayalah padaku, aku hanya ingin membunuh Gilang!â jujurnya.âDengan entengnya kau bilang hanya membunuh Gilang?ââJika tidak ada dia dari awal mungkin semuanya akan berjalan baik.ââBerjalan baik? kau itu sungguh jahat, Rangga!ââSemuanya berawal dari kau, bukan?âNicha mengangguk pelan, ia masih menatap Rangga dengan kekecewaan. Polisi masih mengawal mereka berdua di belakang sana. Hari ini, Nicha menjenguk Rangga hanya ingin memastikan semuanya.âSejujurnya target sebenarnya adalah kau namun ditengah jalan rencana tersebut, aku menyadari ada yang tidak beres dengan hatiku, aku dendam namun terus memikirkanmu, aku terlambat menyadarinya kalau perasaanku tumbuh terhadapmu. Sungguh.âRangga menatap seduh wajah wanita yang ada di depannya tersebut.Nicha membuang mukanya, tak sudi mendengar ucapan menjijikkan dari Rangga.âKita sudah berakhir,â ketusnya.Ra
âMaaf, aku tidak melihat teleponmu,â ujar Gilang sembari menangis.Ditatapnya Zia yang begitu kasihan, matanya yang mulai gelas, suhu tubuhnya yang juga mulai dingin belum lagi darah masih jatuh bercucuran di dadanya.Zia menggeleng. âTak apa, yang penting kau selamat, aku bersyukur,â ujar Zia.Wanita itu bersyukur melihat Gilang masih hidup dan tidak terluka sedikit pun, itu mungkin adalah tujuan akhirnya.Ia tidak menyesal sama sekali telah berkorban dengan nyawanya untuk pria yang dicintainya, meski cintainya tak akan pernah terbalaskan namun ia legah kalau pria itu bersama wanita yang dipercayakannya.Meski dulu Zia membenci Nicha, tapi ia sadar jika hanya Nicha tempat bahagia untuk Gilang. Zia percaya kedepannya bahwa hanya Nicha lah yang dapat membuat hidup Gilang bahagia, nyaman dan damai.Zia rela jika Nicha menjadi wanita sandaran Gilang disaat pria tersebut lelah, Zia rela jika Nicha menjadi tempat ternyaman untuk Gilang pulang, dan Zia rela jika Nicha suatu hari melahirkan
BAB 93âAku ingin meresmikan hari ini.âNicha mengedipkan kedua matanya lalu natap Gilang dalam. âHah, apa maksudmu?â tanyanya tak paham.otaknya belum bisa mencerna apa perkataan lelaki itu. âBisakah kau tinggal sebentar saja di sini, nanti aku akan mengantarmu pulang jam sepuluh?â tanyanya balik.Nicha mengangguk. âYa, tentu. Tapi apa maksudmu meresmikan?âGilang tersenyum. Ia perlahan memegang tangan Nicha dengan lembut. âMenurutku selama ini hubungan kita tak pernah resmi, aku tidak bisa mengatakan kau milikku jika Rangga masih berstatus sebagai suamimu, namun mulai hari ini juga, kau akhirnya menjadi seorang wanita yang sendiri lagi, aku legah dan tentunya bahagia. Jadi ââNicha memperhatikan bicara Gilang dengan seksama. âJadi?â katanya.âJadi, emmm.â Gilang melepas kedua tangannya lalu merogoh saku celana hitamnya.Dengan jantung yang berdebar kencang, Nicha menunggu Gilang mengambil sesuatu tersebut.Matanya membulat sempurna ketika ia melihat kotak berbentuk hati berwarna mer
Perceraian itu hal yang paling dibenci oleh Tuhan.Ada seseorang yang singgah hanya menjadi ujian bagi kita, tapi ada juga seseorang yang benar-benar ingin menetap dihati kita, itulah yang namanya jodoh.Seberapa jauhnya dan lamanya waktu itu, kita akan tetap bertemu dengannya kembali jika memang ia adalah jodoh terbaik untuk kita.Itulah yang Nicha pahami.Bahwa ia kini sedang dihadapkan dua pilihan. Antara bertahan dengan yang lama tapi menderita atau akhiri semuanya dan menjalani hidup baru bersama orang baru yang selama ini telah ada selalu bersamanya.Tentu semuanya pasti tahu jawabannya, âkan?Hari itu tepat selesainya sidang perceraian Nicha dan Rangga. Tak ada persidangan lagi, karena ini telah berakhir. Rangga kalah.Pak Faris hari itu tidak datang ke persidangan, laki-laki tua tersebut memilih tidak bertemu dengan Rangga, bahkan ia telah menyiapkan kejutan dihari Rangga akan kembali bekerja.Ya. Itu adalah surat pemecatannya.Rangga sungguh geram, marah dan merasa dipermaink