“Dahlia, mungkin itu bunga yang bisa melambangkan kisah tentang kita…kau tahu apa maknanya? Dia lambang ikatan dan komitmen, dia adalah anugerah dan juga perubahan hidup yang positif. Jika ada kata yang lebih dari terima kasih, aku akan mengucapkannya…”~Ileanna Hanicha ****Pada matahari yang memancarkan sinarnya, ia ingin berterima kasih. Ia membulatkan tekadnya untuk keluar dari kegelapan yang menyelimuti kalbunya, melangkah demi melangkah hingga mendapat titik terang dari hidupnya.Semua perubahan itu terbayar sudah, di sini dia sekarang. Nicha, memasang raut wajah tersenyum melihat dua orang yang telah menjadi kekuatannya selama ini.“Papa, susunannya tidak seperti itu!”Mainan lego itu yang awal mulanya berbentuk sebuah robot seketika hancur, Nicha akui suaminya tidak pandai untuk merangkai atau menyusun lego seperti di petunjuk gambar, keributan terus terjadi hingga anak laki-laki yang berumur delapan tahun itu berdiri.“Aku tak mau main sama papa lagi, aku mau main sama Cinta
“Aku menyukaimu Nicha.”Gadis bernama Nicha itu bergeming di hadapan laki-laki yang baru saja menyatakan perasaannya beberapa detik yang lalu.Untuk pertama kalinya ia mendengar ada seseorang yang mengatakan suka padanya. Tapi bukan itu yang ia harapkan untuk sekarang ini.Apalagi disukai oleh seorang pemuda yang bahkan jauh sekali dari tipe idealnya.Wajahnya seketika berubah dari yang tadinya datar dengan mata yang membulat, kini menjadi senyuman miring dengan mata yang tajam.“Sejujurnya sejak kita masih di sekolah dasar aku sudah menyukaimu. Tepatnya saat kita kelas 6, dan aku bersyukur Tuhan mempertemukan kita lagi saat lanjut sekolah. Nicha kau tahu bagaimana aku bukan?”“Adnan, apa kau sadar cinta itu hanyalah cinta monyet?” Laki-laki bernama Adnan itu tersentak setelah jari telunjuk Nicha menyentuh dadanya. “Yang membuatku merasa bodoh adalah mengapa aku harus disukai oleh orang seculun dirimu! Sial.” Nicha menghela napasnya lalu kembali melanjutkan. “Aku tanya padamu sekaran
Gilang berhenti berlari setelah melihat mobil itu menabrak tubuh Adnan hingga terlempar ke udara. Tubuh laki-laki malang itu sukses jatuh tepat di kaca depan mobil tersebut hingga retak.Dan kini Adnan lemas tak berdaya di atas aspal. Seragam putih birunya jelas sekali dipenuhi dengan darah yang masih segar. Darah dari kepalanya terus mengalir seperti air membasahi aspal. Nicha yang mendengar suara keras akibat kecelakaan itu langsung berlari, dan ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi.Nicha kaget bukan main. Ia hanya bisa menutup mulutnya sembari mengatur napasnya yang entah kenapa tiba-tiba saja sesak, setelah melihat laki-laki yang baru saja menyatakan cinta padanya beberapa menit yang lalu kini telah meninggal di tempat.Beberapa orang melewati Nicha untuk melihat Adnan yang mungkin saja bisa dikatakan bunuh diri itu. Sedangkan Gilang hanya bisa menangis, tak sanggup lagi melihat Adnan yang menggenaskan."Ini bukan salahku kan?" gumam Nicha tanpa sadar.Tiba-tiba sa
Suara tangisan mulai jelas terdengar. Gadis itu melangkah pelan dengan mata yang berkaca-kaca. Gilang menarik tangannya menuju UGD di rumah sakit itu. Semakin mereka masuk, semakin terdengar juga suara tangisan yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.Nicha melihat seorang wanita tua sedang memeluk jasad Adnan yang tertutup oleh kain putih. Meski tidak ada yang memberitahunya, Nicha tahu itu adalah ibu Adnan. Sedangkan ayahnya, kini terduduk menjongkok dengan punggung yang bersandar di tembok rumah sakit. Terlihat sekali, betapa terpukulnya dia mengetahui anaknya telah meninggal.Gilang melepaskan tangan Nicha. Laki-laki yang dekat dengan Adnan tersebut kini melangkah menuju di mana Adnan dibaringkan.Mereka belum pernah melihat wajah Adnan. Meski ini sungguh menyedihkan namun Gilang rasa ia harus melihat wajah temannya itu. Tangan gemetarnya dengan perlahan membuka kain yang menutupi wajah Adnan. Hingga, wajah pucat itu mulai tampak perlahan.Meski wajah pria itu datar nam
“Ini terjadi karena kesalahan Nicha, dan juga –“ Mata Nicha membulat. Ini tidak sesuai dengan ucapan Gilang tadi sebelum sampai di kantor polisi. Apakah ia dijebak? Nicha memang tidak terlalu mengenal Gilang. Bahkan, mereka hanya tahu nama. Jika firasatnya memang benar, tamatlah riwayat Nicha.Gilang terdiam sebentar. Ia menarik napas sebelum melanjutkan. “Dan juga, semuanya terjadi begitu saja, aku tidak bisa mengejar Adnan, kami mungkin bersalah di kasus ini pak.” Terlihat sekali jika dia gugup. Hampir saja Nicha jantungan. Ia pikir Gilang akan sepenuhnya menuduh dirinya sebagai dalang, sedangkan yang sebenarnya terjadi adalah tidak ada yang harus disalahkan pada kasus ini termasuk sang penabrak menurut Nicha.“Bicaralah dengan jelas nak, coba jelaskan ulang apa yang sebenarnya terjadi, jangan takut?” ujar sang polisi.Entah kenapa menghadapi polisi menguras energi Gilang. Laki-laki dengan hoodie hitam yang menutupi seragam sekolahnya itu pun mencoba menceritakan kronologinya. Apa
“Rasakan itu pembunuh!”Gilang berhenti. Di depan matanya seorang gadis terduduk di tanah penuh dengan cairan kental yang sangat busuk. “Kenapa dia tega sekali?” ucap seseorang yang berbisik di belakang Gilang.Nicha terlihat sangat malang. Dulu bukan dia yang ada di posisi itu, namun sebaliknya. Mungkin ini adalah karma baginya ketika ia mulai terjatuh. “Kau pantas mendapatkannya wanita berengsek!” bentak salah satu gadis itu.Nicha memerhatikan orang-orang yang mengelilingi dirinya termasuk Gilang. Mungkin beginilah rasanya jika ditindas, mungkin beginilah perasaan para korbannya. Tanpa ia sadari air matanya mengalir.“Dia yang menyebabkan kematian Adnan.”“Katanya, dia adalah gadis pembully.”“Dia memang kejam, dia pantas mendapatkannya.”Demikianlah bisik orang-orang di sekitar Nicha. Gadis itu menunduk dan mencoba menekan dadanya karena ia merasa sesak mendengarnya, namun sayangnya ia baru menyadari cairan kental busuk apa yang diberikan oleh orang-orang itu. Tadi Nicha tidak mel
12 Tahun kemudian.Seorang wanita masih terduduk di bangku dengan kepala yang sengaja ia sandarkan di meja. Matanya terus memerhatikan kalender yang tergantung di dinding, pikirannya berfokus pada tahun di kalender tersebut.“2021 tidak terasa begitu cepatnya ya.”Di bulan Oktober nanti, umurnya akan bertambah lagi. Namun, pencapaian di hidupnya belum ada sama sekali.Sudah 4 tahun ia menganggur karena takut bertemu dengan banyak orang di luaran sana.Suara ketukan pintu tiba-tiba saja mengagetkannya. Ia dengan cepat berlari ke kasur dan menutup tubuhnya dengan selimut sebelum ibunya membuka pintu dengan seenaknya.“Nicha?” panggil wanita tua itu setelah membuka pintu.Ibunya memerhatikan Nicha di balik selimut tersebut. “Kau tidur lagi ya?”“Bagaimana caranya kau punya masa depan jika tidur terus Nicha! Bahkan ayah ragu menikahkanmu kalau sikapmu seperti itu,” ketus ayahnya yang ternyata ikut masuk kedalam kamar Nicha.Akhirnya setelah merantau, keluarga itu pulang ke kota asal merek
“Gilang.” Mata gadis itu berbinar. Sepertinya doanya 12 tahun lalu telah dikabulkan hari ini, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Gilang lagi. “Nicha. Jadi itu benar kau?” Suara itu agak beda dari beberapa tahun lalu. Itu karena Gilang telah tumbuh dewasa, suaranya terdengar agak berat. Apakah benar, di depannya itu adalah Gilang teman SMP-nya dahulu.Secara perlahan, Nicha mencoba memastikan apakah ia tidak sedang mengkhayal. Dilihatnya lagi, iris mata laki-laki itu berwarna cokelat, rambutnya pendek hitam dan dahinya dibiarkan terlihat. Wajah laki-laki itu masih sama meski sekarang terlihat lebih dewasa.Sedangkan Gilang yang juga sebenarnya kaget mencoba untuk menutupi hal itu. Dia kaget bukan karena bertemu dengan Nicha secara tiba-tiba. Namun, itu semua karena ia tidak menyangka jika Nicha terlihat sangat menyedihkan. Rambut panjang yang berantakan, wajah pucat dan juga badan yang sangat kurus.Nicha jujur. Ini bukan waktu yang tepat bertemu dengan Gilang jika melihat keadaa