Kini Kana sudah duduk berhadapan dengan pria bernama Elvan itu, sesekali Kana mengangkat dagunya tapi saat tahu pria itu tengah menatapnya ia segera menundukkan kembali wajahnya.
Makanan yang sudah di masak olehnya sudah tersedia di atas meja makan, tapi tak ada dari salah satunya untuk mulai memakan makanan tersebut.
Napasnya jadi tidak teratur, meski Elvan memiliki tampang yang rupawan tapi entah mengapa Kana selalu merasa takut dengan tatapannya.
‘Aku mulai lapar…’ lirih Kana dalam hati.
Kemudian setelah ia mengumpulkan keberaniannya, Kana kembali mengangkat wajahnya. “Aku akan menyiapkan makanan untukmu,” serunya pelan dengan tangan yang mulai mengambil piring untuk menyiapkan makanan bagi Elvan.
Tapi, dengan cepat Elvan melarangnya. “Aku masih punya tangan, dan kau hanyalah tamu di sini.”
Dengan spontan Kana men
Kana tidak mengerti, mengapa pria ini bisa berpikiran seperti itu padanya, bahkan ia tidak tahu nama belakang Elvan. Bagaimana dia bisa mengenal kedua orang tuanya. Kana benar-benar tidak habis pikir.‘Dan apa aku salah minta pekerjaan padanya? Meski hanya sementara?’ pikir Kana tidak tenang.Tapi mungkin bisa saja pria ini menganggapnya memiliki niat jahat, tidak sering wanita asing tiba-tiba saja datang begitu saja lantas meminta pekerjaan padanya. Pria itu tidak mengenalnya, dan Kana sendiri tidak akan bisa menunjukkan tanda pengenal padanya, karena dia pasti akan tahu, jika tanda pengenal itu tidak tertulis atas nama ‘Kana Zanitha’ nama yang ia karang kemarin, tapi Dayana Ekavira.Saat ini dirinya hanya bisa menyesal karena sudah menawarkan diri sebagai pengganti Bi Enah untuk sementara waktu.Begitu Elvan menghilang dari pandangannya karena pergi begitu saja meninggalkan Kana, tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja.Entah karena perasaan menyesalnya atau karena pria itu t
Kana mendudukkan tubuhnya di sisi tempat tidur seraya menghembuskan napas panjangnya.“Dan aku kembali ke kamar ini lagi…” gumamnya pelan.’Masih ada perasaan malu yang menyelimuti dirinya, saat ia ketahuan berbohong. Pada dasarnya dia memang tidak pandai untuk berbohong.Kana membaringkan tubuhnya, dan memejamkan matanya. Ia akan beristirahat sebentar sebelum kembali menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang akan Elvan lontarkan kembali padanya nanti.Kana yakin, pria itu akan tidak lupa bahwa ia belum mendapatkan jawaban yang diinginkannya darinya. Saat berjalan kembali ke vila, Elvan sempat melontar beberapa pertanyaan lagi padanya.Meski enggan, tapi Kana menjawabnya dan sedikit membubuhkan kebohongan di dalam jawabannya dan berharap Elvan tidak sadar dengan itu.Kana kembali membuka matanya, ia tahu pasti saat ini suami dan keluargan
Elvan memperhatikan Kana yang sedang makan dengan suapan-suapan kecilnya. Dan tak lama kemudian Kana tampak tersedak dengan makanannya dan terbatuk-batuk. Dengan reflek Elvan mendekatkan gelas minum milik Kana.“Minumlah…”Kana segera meraih gelas tersebut dan segera meneguknya.“T-terima kasih…” ujar Kana dengan tulus.Elvan tampak memperhatikan setiap gerak-gerik yang Kana lakukan. Hingga Kana sadar akan tindakan Elvan tersebut, saat menatapnya sekilas.Dan dengan cepat kembali menundukkan wajahnya kemudian memakan kembali makanannya yang masih bersisa.“Apa kau tinggal sendirian?” tanya Kana karena merasa canggung jika hanya diam dan makan saja. “Bi Enah hanya datang pagi dan pulang sore saja, kan?”“Hmm…” Elvan mengangguk.“Di mana istrimu? Apa dia tinggal di sini? Aku harus meminta izin padanya karenatinggal di
Elvan terkejut sekaligus lega, saat melihat wanita itu sudah berdiri di depan pintu. Seakan menunggu kedatangannya. Dan tidak mengerti mengapa ia harus merasa lega saat mengetahui jika wanita itu tidak pergi dari rumahnya saat ia sedang pergi untuk berbelanja.Dengan sigap Kana menghampiri Elvan ketika ia baru saja memarkir mobilnya. Elvan keluar dari dalam mobilnya kemudian membuka pintu bagian belakang dan mulai mengeluarkan kantong belanjaan.“Aku akan membantumu,” seru Kana seraya mengambil alih salah satu kantong belanjaan di tangannya.Meski sedikit risih karena terlalu dekat dengan wanita itu, tapi Elvan langsung menyerahkan kantong belajaan itu, berharap agar mereka kembali berjarak dengan cepat.Setelah dua kantong belanjaan di tangannya, Kana segera masuk ke dalam rumah. Di susul oleh Elvan yang sudah membawa kantong yang lainnya setelah sebelumnya mengunci kembali mobilnya. Dan
Pagi ini ketika Elvan terbangun dan pergi menuju dapur ia kembali menemukan Kana yang sudah mempersiapkan makanan mereka. Dan harus Elvan akui, jika setiap makanan yang dibuatkan oleh wanita ini memang enak dan benar-benar cocok di lidahnya.‘Harusnya suaminya merasa senang karena memiliki istri yang pandai memasak seperti ini,’ gumam Elvan dalam hati. Tapi kemudian ia berusaha mengenyahkan pemikiran tersebut, karena baginya ia tidak berhak untuk berpikiran seperti itu.Setelah menyelesaikan sarapannya, Elvan meninggalkan Kana sendirian di dalam dapur yang tampak mulai membereskan piring-piring yang sudah mereka gunakan.Saat sarapannya kali ini, hampir tidak ada pembicaraan di antara mereka sama sekali.Elvan akan melakukan aktivitasnya seperti biasa, yaitu mengecek semua laporan yang dikirimkan oleh Andrew. Dan ia hampir saja lupa, jika sudah seharian sejak kemarin ia tidak menyalakan p
Sekitar pukul 10 malam Kana memutuskan untuk pergi ke dapur, tiba-tiba saja perutnya terasa lapar. Ia tidak mau makanan berat, hanya cemilan saja. Dan berharap jika Elvan sudah tidur hingga ia tidak akan terlihat mengambil makanan secara diam-diam.Dengan perlahan Kana berjalan menuju dapur, dengan langkah yang sangat pelan Kana berjalan menyusuri dalam rumah, dari kamar menuju dapur. Saat siang derap langkah akan menggema di sini terdengar, apalagi malam hari. Semua sangat begitu hening, tak ada suara, kecuali suara jangkrik di luar sana.“Rasanya ini seperti saat aku berada di rumah saja, jika aku lapar di malam hari. Aku pasti akan mengendap-endap seperti maling begini…” bisik Kana.Kana teringat bagaimana ia di perlakukan di rumah itu, bahkan ia tidak bebas untuk mengambil makanan di rumah yang seharusnya seperti rumahnya itu sendiri.Pernah Kana ketahuan, dan hanya cacian sert
Hari menjelang sore, dan Elvan masih berada di ruang kerjanya. Setelah makan siang tadi ia kembali berkutat dengan pekerjaan. Cukup banyak laporan yang dikirimkan oleh Andrew hari ini, karena menjelang akhir bulan, hingga laporan dari beberapa divisi cukup banyak dan perlu ia kaji dengan lebih teliti.Elvan tetap fokus mengerjakan pekerjaan meski tidak berada di kantor. Hingga saat ini ia belum ada niatan untuk kembali ke Jakarta. Rasanya ia sudah terlalu nyaman tinggal di sini. Tidak ada kebisingan dan kemacetan.Udara yang segar, membuat dirinya merasa lebih sehat.Sejenak Elvan menjauhkan jemarinya dari atas keyboard laptop miliknya. Meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk berdiri di beranda.Angin sore menerpa wajahnya, matahari sudah berwarna jingga. Sekitar 2 jam lagi ia akan terbenam.Elvan menatap ke bawah di mana ada beberapa tanaman di
Elvan membuka mata perlahan-lahan, lalu menatap langit-langit yang di sinari oleh cahaya matahari yang menembus tirai. Bahkan angin meniupkan tirai itu cukup kuat. Semalam Elvan lupa untuk menutup rapat pintu kamarnya yang menuju beranda.Tapi memang sering ia melupakan untuk menutup jendelanya, agar suara binatang malam dapat ia dengar dengan cukup jelas, menemaninya hingga Elvan terlelap.Begitu membuka matanya tadi, tiba-tiba saja Elvan merasa sedikit tidak enak. Membuatnya enggan untuk beranjak dari atas tempat tidurnya saat ini. Ia membalik tubuhnya ke arah Kanan seraya menarik kembali selimutnya hingga menutupi pinggang. Meski matahari sudah bersinar tapi udara masih terasa sangat dingin.Elvan sedikit memijat keningnya, larut malam sekali ia tertidur. Karena setelah makan malam, Elvan menerima email yang berisi ratusan data wanita bernama Kana Zanitha yang dikirimkan oleh Andrew padanya.Semal