“Baiklah, terima kasih. Cukup sampai di sini,” ucap Valo sembari meletakkan tablet berlogo apel tergigit yang digunakannya dalam rapat di atas meja, kemudian meng-klik opsi keluar dari meet room pada layar laptopnya.Riccardo dengan sigap membantu menyingkirkan perangkat laptop Bosnya yang baru saja selesai melakukan meeting melalui rapat virtual.Valo melepaskan jas dan melonggarkan ikatan dasi di lehernya, melepaskan tiga kancing di bagian atas kemeja putihnya sehingga memperlihatkan otot dadanya yang kekar.“Sebenarnya, Anda tidak perlu bersusah payah seperti ini, Sir.” Riccardo menyuarakan komentarnya.Valo menggulung lengan kemejanya hingga sampai ke siku. “Kau tahu alasanku melakukannya. Selagi Elian pergi ke luar kota, aku harus menggunakan kesempatan ini untuk menarik perhatian wanita itu.” Mengambil gelas dari tangan Riccardo yang berisikan vodka, lalu menandaskan separuh isinya sekali teguk.“Naikkan suhu penghangat ruangan ini, Ric!” perintah Valo yang dituruti Riccardo ber
Suara panggilan intercom masuk pada saluran telepon di meja berbunyi ketika Maylin tengah sibuk melakukan pekerjaannya.“Anda memerlukan bantuan?” tanyanya tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.[Siapkan menu makan siang. Aku makan siang di sini.]“Anda ingin menu apa?”[Bagaimana kalau kau yang menjadi menu makan siangku?]“Boleh saja. Saya sudah menargetkan salah satu bagian inti tubuh anda. Barangkali gigitan saya waktu itu tidak cukup membuat anda puas merintih kesakitan.” Ancaman bercampur cemoohan dari mulut Maylin, membuat Valo tertawa terbahak-bahak.Maylin memutar bola mata malas. Sepertinya Iblis mesum satu ini masih belum jera juga. “Anda bisa memerintah asisten anda, membelikan makan siang untuk anda, sir.”[Dia sibuk membantuku periksa dokumen, sedangkan posisimu pasti lebih banyak menganggur.]Mendengar alasan Valo itu lantas Maylin menggeram kesal.Apa katanya tadi? Menganggur? Jika menyimpan arsip penting dan melakukan korespondensi bukan pekerjaan sekretaris, lantas peke
Tampak Maylin tengah menopang kepalanya yang menyamping dengan satu tangan di atas meja. Kerutan di keningnya makin dalam, larut dalam pemikirannya mencari cara agar bisa lolos dari pengawal Elian.“Ini pesanan Anda, Miss,” tiba-tiba muncul seorang pria berbadan besar, memberikan paper bag berisi makanan dan minuman kepada Maylin.“Gosh! Kau mengagetkanku!” maki Maylin.“Maaf telah mengejutkan, Miss.”“Terima kasih. Kau boleh istirahat. Aku tak akan ke mana-mana. Atasan bosmu memintaku makan siang bersamanya.” Maylin menerima paper bag dari Glax dan dibalas pria itu mengangguk.*****Mata besar Valo melirik angka di sudut kanan layar komputernya. Kurang dari lima menit lagi, jam makan siang akan tiba. Merasa tidak ingin membuang waktunya, ia hendak menghubungi sekretaris Elian melalui intercom. Namun, tangannya berhenti di udara tatkala ada ketukan dari pintu.“Makan siang sudah disiapkan, Sir. Anda ingin makan sekarang ata—”“Sekarang saja! Perutku sudah lapar,” Valo menyela dengan c
Jantungnya berpacu cepat dan bibirnya bergetar. Bayangan dirinya akan kehilangan wanita itu, membuat rasa cemasnya berlipat-lipat. Ia berdiri di dekat sofa, menatap nanar wanita itu sedang diperiksa oleh Dokter pribadinya.“Bagaimana?” tanyanya begitu melihat Dokter Derloy melepaskan stetoskop yang menggantung di leher. Suaranya terdengar khawatir saat berucap.“Wanita ini mengalami post-traumatic stress disorder.”“Gangguan stress pascatrauma?” Valo tersentak kaget mendengar jawaban Dokter Derloy.“Gangguan kecemasan yang membuat penderitanya teringat pada kejadian traumatis seperti perang, kecelakaan, bencana alam dan pelecehan seksual. Usahakan hindari pasien teringat pada salah satu peristiwa yang membuatnya trauma.” Dokter Derloy menulis sesuatu pada secarik kertas.Trauma? Dari hal apa? Terakhir dalam perbincangan kami mengenai kekasihnya yang meninggal karena kecelakaan. Apakah hal itu yang memicu penyakitnya kambuh? Pertanyaan berputar dalam benak Valo.“Ini resep obat antidep
“Sel darah putihnya menurun. Dengan terpaksa jadwal kemoterapi yang seharusnya lusa, tidak dapat dilakukan. Kita tunggu dalam seminggu dan saya sarankan selama itu nyonya Banara dirawat di rumah sakit untuk diberikan perawatan intensif.”“Baiklah, lakukan yang terbaik untuk adik saya, Dokter. Dia muntah-muntah terus dan nafsu makannya pun menurun drastis.” Tangis yang ia tahan sedari tadi, kini mengalir jatuh membasahi pipinya.“Mual dan muntah memang efek samping yang paling umum terjadi. Selain ini, apa masih ada keluhan lain?”“Rambut mulai rontok, sering mengeluh pusing … umm, lalu ….” Fifi mencoba mengingat-ingat apa saja keluhan yang pernah diucapkan keluar oleh adiknya itu. “Oh ya, adik saya beberapa belakangan ini meringis sakit tulang, Dok,”“Nyeri pada tulang?”“Iya, Dokter. Apakah keluhan itu tidak wajar?” Fifi berbalik tanya saat mendapati ekspresi terkejut di wajah Dokter Reese.“Keluhan itu lebih mirip seperti gejala pada kanker tulang, tetapi mungkin saja itu karena sal
“Suara tidak dapat mengukur umur seseorang, Dalbert,” sahut Leonel seraya menggelengkan kepalanya.“Kau melupakan kejadian saat kita sedang menjalankan misi dari klien di salah satu negara Asia Tenggara? Hampir saja aku diperkosa oleh makhluk wanita jadi-jadian itu.” Leonel tertawa terbahak-bahak ketika ingatan itu kembali terbayang.Dalbert memelankan tawanya ketika luka di perutnya terasa perih dikarenakan otot perut ikut bergetar tatkala dirinya kelepasan tertawa keras-keras. “Itu salah Tuan sendiri. Tuan tidak bisa menahan gairah bila sudah bertemu dengan wanita cantik,” ucapnya.“Aku pria normal, Dalbert. Salahkan mereka yang hanya melakukan operasi pembuatan dada, tetapi tidak pada alat kelaminnya.” Leonel menggeleng, masih tergelak tawa. “Siapa yang menyangka di balik wajah cantiknya, tubuh semampainya dan seksi serta suaranya yang halus, ternyata seorang waria.”“Tetapi kejadian itu tidak membuat Tuan jera bermain-main dengan wanita.”“Kau akan tahu sendiri nanti bagaimana ras
Valo tahu kamera pengintai di sudut ruangan ini tidak dinyalakan oleh Elian. Kamera itu dipasang hanya untuk memberikan kesan bahwa segala aktivitas dalam ruangan tersebut direkam oleh kamera video.Tak akan ada orang yang bersedia memberikan barang bukti kejahatannya, kecuali bila memang ia tidak melakukan perbuatan tersebut. Oleh karena itu, ia berpura-pura mengatakan akan memeriksa rekaman cctv agar wanita itu mempercayainya.“Ti— tidak perlu!” Dengan cepat Maylin menyergah Valo yang hendak memanggil Riccardo. Kemudian menundukkan kepala untuk menutupi rona merah di wajahnya.“Alright, tetapi kau harus berhenti mencurigaiku,” ucap Valo santai. Tampak senyum kemenangan menghiasi wajahnya.“A— aku tidak curiga! Hanya … lebih bersikap waspada saja!” elak Maylin seraya mengerucutkan bibir. “Salahkan dirimu sendiri yang menyerang seenaknya disaat pertemuan pertama kita sehingga menciptakan citra yang buruk untukmu.”Valo terkekeh dan tersenyum lebar. “Jika aku tahu bahwa kau wanita pend
Skotlandia, Sebuah kamar di salah satu hotel berbintang, tampak seorang pria duduk di sofa yang menghadap jendela kaca lebar, disuguhi pemandangan panorama alam yang indah. Namun sayang, keindahan itu tidak mampu menarik perhatian pria itu yang memejamkan kedua matanya. Kerutan dalam di keningnya menandakan dirinya tengah memikirkan sesuatu, entah apakah itu. Seorang pria lain berjalan menghampiri Bosnya itu seraya membawa sebuah laptop hitam di tangannya. “Sir Crusio telah online, Sir,” lapornya. Kelopak matanya terbuka, menunjukkan sepasang mata yang tajam. Hanya sesaat, karena detik berikutnya ia memasang wajah datar. [Bagaimana, Nox? Berhasil meringkus mereka?] Suara bariton berat terdengar bersamaan munculnya wajah Crusio tanpa topeng dari layar laptop setelah kaki tangan kepercayaan Nox meletakkan komputer jinjing itu ke meja. Crusio yang tidak sabar menunggu Nox kembali dari tugasnya dengan segera melakukan meet room. “Terjadi pertarungan. Jasadnya langsung kubakar di dala