“Bis … ikut ke dalam, yuk?” tawar Melati. Dengan sengaja dia ingin melihat bagaimana cara Bisma meluluhkan hati sang papah.“Boleh …. ” Bisma segera turun dari mobil mewahnya dan membuka pintu, agar Melati segera turun. Pemandangan itu jelas terlihat oleh Anton, dikarenakan pukul enam sore anak gadisnya baru pulang.Mereka berdua segera masuk kedalam gerbang, dan mendapati Anton sudah menunggunya di teras rumah.Melati segera menghampiri papahnya dan menyalami. “Mm, pah, kenalin ini Bisma.”“Hallo om, saya Bisma,” ucap Bisma dengan PD-nya memperkenalkan diri kepada Anton. Dia pun berniat menyalami tangan lelaki yang telah membesarkan melati. Namun, saat hendak mengambil kembali tangannya dia mengalami kesusahan.Dengan sengaja Anton mencengkram kuat tangan Bisma. Hingga membuat Bisma kesakitan. “Silahkan duduk,” tawar Anton, seolah mengintimidasi.Bisma pun menurut dengan kikuk dia duduk diatas kursi yang tersedia di teras rumah melati.“Kalau gitu aku mandi dan ganti baju dulu. Nanti
“Semoga kamu sadar, Bis. Perempuan itu bukan mainan. Mereka adalah harta berharga kedua orangtuanya, dan seorang lelaki tidak berhak untuk merusaknya.”Melati tersenyum menyaksikan adegan itu lewat jendela kamarnya. Jika tadi dia sempat berpikir untuk menyembunyikan statusnya dengan Bisma, kini berbeda.Dia ingin memperkenalkan Bisma dengan Papanya, agar sedikit demi sedikit Bisma paham, bahwa perempuan bukanlah barang yang seenaknya bisa dipermainkan.“Pergi kamu. jangan kemari lagi, kalau sikapmu masih seperti itu.”Terdengar dengan jelas suara teriakan Anton, dan bersamaan dengan suara mesin mobil yang mulai dihidupkan. Itu artinya Bisma telah pergi. Sekarang saatnya bagi Melati untuk membersihkan diri, dan bersiap untuk menerima hukuman dari sang papah tercinta.“Kenal dari mana sama lelaki itu?” tanya Anton. Kini keluarga Melati sedang menikmati makan malam bersama.“Dari sekolah, Pah. Kebetulan dia ketua Tim Basket,” jawab Melati. Sedikit menundukkan kepalanya.“Wih … yang nginc
“Caranya … Lo kerjain aja lewat anaknya,” jawab Rexha, yang kembali menghisap rokok.“Maksud Lo langsung tidurin gitu?” tanya Doni, antusias.“Bukan … itu terlalu cepat. Lo tinggal kiss aja si Melati tanpa dia tahu, kasih tanda di lehernya. Anak bokap kayak gitu, pasti masih suka manja-manja sama orangtuanya.” Rexha mulai serius, dan menyimpan rokoknya terlebih dahulu.“Bisa dibayangkan kan, reaksi bokapnya kalau liat ada tanda merah di leher anak gadisnya. Dia pasti langsung marah, dan emosi. Itu udah cukup buat ngerjain bokapnya.”“Wih gila, Lo. Bapak-bapak aja mau dikadalin,” Doni menepuk-nepuk pundak Bisma.Sementara Bisma hanya tersenyum miring, semakin dia bisa menghancurkan gadis itu, maka ada beberapa orang yang tersakiti. Tak terkecuali, Raka–orang yang telah berani mengancamnya.“Thanks Xha, ide Lo keren banget.” Bisma menepuk pundak Rexha, dan kembali meneguk minumannya.Sesuai rencana semalam, kini Bisma sedang mengajak Melati pada saat jam istirahat, untuk makan bersama d
“Mel, aku … “ Bisma sedikit memiringkan wajahnya. Ini saat yang tepat, Melati sudah terpesona oleh kharismanya.Hingga … Bisma semakin mendekatkan wajahnya. Dan …Suara music dari ponsel Melati, membuyarkan lamunan sang gadis. Ia lantas menjauh dan melihat Maudi sedang menghubunginya.“Aku sudah bilang, hati-hati dengan Bisma.” Suara Maudi terdengar pelan, namun jelas. Dia tersadar, hampir membuat kesalahan dengan Bisma.Tanpa diketahui oleh Bisma, bahwa Maudi sedang mengawasi mereka dari atas pohon sambil memegangi buku favoritnya.“Siapa Mel?” tanya Bisma. Dia bersifat setenang mungkin, meski hatinya sedang dilanda kekesalan. Kesal karena tidak mendapatkan apa yang dia mau.Melati menggeleng dan menghampiri BIsma kembali. “Nggak ada, ayo kita selesaikan makan. Aku harus segera ke kelas.”Sial, Bisma mengumpat dalam hati. Ini baru permulaan, setidaknya dia tahu titik lemah Melati. Mereka pun menghabiskan makanan, dan segera menuju ke area kelas.Seperti biasa Bisma menggandeng Melati
“Gue minta bukti. Kalau ketahuan mereka masih berhubungan, gue gak bakal pakai cara halus lagi ke cewek gue.”Bisma bangkit dan segera menghubungi Maudi, dia tidak akan memaafkan kedua orang itu, jikalau mereka benar-benar mengkhianati Bisma.“Halo Bis?” terdengar suara Maudi dari seberang sana.“Hallo, Di. Lo sekarang lagi dimana?” tanya Bisma basa-basi. Jika benar mereka masih berhubungan, bisa Bisma pastikan selama ini Maudi mengawasi mereka berdua. Bisma tersenyum licik, dia ingin mencoba satu hal untuk membuktikannya.“Gue lagi di luar nih. Lagi mau ke Cafe, ada apa? Lo mau ikutan.”“Nggak. Gue mau minta bantuan nih. Urgent.”“Ya udah, apa? Mumpung gue belum pergi.”“Gue minta Lo datang ke kantor Bokap. Tolong ambilin jaket gue yang ada di ruangan pribadi gue, kalau nyuruh orang rumah Lo tahu sendiri kan isinya apa. Bisa bahaya.”Bisma tersenyum, untung dia ingat belum menyimpan jaketnya yang ketinggalan. “Oh, Okay. Gue bisa atur.”“Sekarang yah, gue kebetulan Gue lagi ada latih
Melihat Melati yang sudah tertidur, akibat efek dari obat tidur yang telah Bisma campurkan kepada minuman tadi. Ia lantas menghentikan mobilnya di tempat yang cukup sepi.“Lo tahu … gue nunggu moment ini dari dulu.” Bisma membelai wajah kekasihnya dengan begitu lembut. Dia langsung menghirup aroma tubuh dari sang gadis, dimulai dari rambut, telinga, dan ….Saat hendak menyentuh bibir mungil itu, suara dering ponsel Melati membuat Bisma mengurungkan niatnya. Bisma mengambil ponsel itu, yang diletakan di dalam saku rompi sekolahnya. Dengan jelas tertera nama Maudi disana.Bisma tersenyum sinis, “Gue mau tahu reaksi Lo. Saat Lo tahu kenyataan hari ini …. ”Ia langsung menonaktifkan ponsel Melati dan mengambil ponsel miliknya. Lalu dia menyentuh menu berbentuk kamera dan mulai menyalakan rekaman Video. “Jika dalam satu Minggu Gue gak bisa dapetin apa yang Gue mau, ini bakal jadi senjata untuk neken Lo, Mel!”Bisma langsung menyimpan ponselnya
“Ma-maksud Mama apa?” Melati tidak menyangka, bagaimana Dewi bisa mengetahui kebohongannya.“Ayo ke kamar kamu!” Dewi menarik Melati agar ikut dengannya ke kamar.“Cerita sama Mama. Kamu dari mana, Mel?” tanya Dewi. Yang bersifat setenang mungkin, agar anak gadisnya mau berbicara kepadanya.“Maaf!” Melati menunduk, percuma berbohong. Dewi sudah tahu kebohongannya.“Rencananya pulang Sekolah, aku mau ketemuan sama Kak Maudi di luar …. ”Dewi menggeleng, lelaki itu baik? Bagaimana bisa lelaki itu berbuat kurang ajar kepada anak gadisnya. Namun, Dewi memilih diam. Dan akan mendengarkan penjelasan anaknya sampai selesai.“Tapi … saat aku mau naik taxi. Kak Bisma ajak aku untuk ikut pulang sama dia. Dan aku … aku malah ketiduran di mobil Kak Bisma.”Melati menatap Dewi, lalu memeluknya. “Kata Kak Bisma dia gak berani antar pulang dalam keadaan tidur, takut Papa marah.”Dewi menggeleng, 'Anak itu. Apa dia sengaja melakukan ini?'“Mel! Kamu harusnya dengar baik-baik nasihat dari Papah mu unt
“Sayang aja, gue dulu keburu diputusin. Jadi … belum sempat muasin dia.”“Lo, sih, Sin. Jadi, keduluan sama anak kemarin sore.” Vanya, teman Sinta yang lagi ikut menimpali.“Ya … gimana, ya. Gini-gini gue masih punya harga diri. Gak kayak cewek udik satu ini, yang udah ngasih tubuhnya dengan sukarela ke Bisma.” Sinta mengibaskan rambutnya sedikit.“Kecil-kecil cabe rawit.” Kini Olla yang bersuara, teman Sinta yang berbadan gempal.“Gimana gak mau ngasih, Bisma kan tajir. Sama gue aja dulu, bisa ngasih puluhan juta. Apalagi sama nih cewek, gue denger bokapnya juga cuman pengusaha biasa.” Sinta semakin menjadi.Melati menggeleng, itu semua tidak benar. “Aku gak seperti itu,” lirihnya. Dia sudah benar-benar pusing dengan segala persoalan yang ada. “Bahkan … aku …. ” Melati menggeleng, kenapa harga dirinya harus diinjak-injak seperti ini?“Ups! Ini yang dibilang gak ngapa-ngapain.” Vanya menyungkurkan Melati kedepan, sehingga kepalanya terlihat seperti menunduk. “Lo lihat, Sin. Bekas apa