FAZER LOGINLeena Laudya, 23 tahun. Gadis yatim piatu, harus menelan pil pahit setelah malam panasnya dengan pria asing. Tak disangka, pria itu ternyata adalah dosen baru di kelasnya. Zayn Vaughan, 29 tahun. Rahasia malam panas itu menjadi ancaman bagi reputasi akademik yang selama ini susah payah dibangunnya. Demi mengamankan posisi, Leena menawarkan kesepakatan pada Zayn. Dibalik malapetaka yang mengintai, mungkinkah ada rasa yang tumbuh diam-diam, atau justru jadi awal kehancuran tanpa sempat memulai?
Ver mais“Ngh ….”
Leena, mahasiswi 23 tahun itu terbangun dengan kepala yang terasa berat. Rasanya seperti ada dentuman keras yang berulang dalam kepalanya.
Semalam Leena tak sadar berapa gelas minuman yang sudah ia teguk hingga kesadarannya kabur. Pagi ini ia harus menanggung sakit kepala setelah mabuk.
Belum juga bisa menghilangkan rasa sakit di kepala, Leena mulai merasakan denyut perih di area terlarang. Rasa sakit itu seolah menusuknya, saat ia mencoba bergerak.
Sadar apa yang terjadi padanya, Leena membatu sesaat di atas tempat tidur. Detik berikutnya, dengan kecepatan cahaya, Leena menyibak selimut yang menutupinya.
“Astaga!”
Tubuhnya polos. Benar-benar tanpa balutan apapun di balik selimut tadi. Rasa sakit yang tak seharusnya Leena rasakan kembali berdenyut, menuntut perhatian.
Semua tanda-tanda mengarah pada bukti bahwa semalam, ia sudah menyerahkan kesuciannya pada orang asing.
Leena menempelkan kedua telapak tangan di pelipisnya, mencoba menenangkan diri dan mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam.
“Nggak! Nggak mungkin! Gue minum, terus gue ….”
Leena tertunduk seketika, menyadari kebodohannya. “Gue nggak ingat apa-apa!”
“Kenapa gue … bego banget?”
Tangis Leena pecah. Penuh getir dan penyesalan.
Leena terus meraung, sementara netranya menjelajah ruang asing itu. Ia baru sadar kalau tempat itu mungkin adalah kamar inap VIP di klub malam Velvet Haven.
Tak peduli dengan itu, Leena terus menangis.
“Gue … gagal buat ngejaga kehormatan gue sendiri!” raung Leena tak berdaya.
Puas menangis hampir setengah jam, Leena akhirnya terdiam. Termenung, meratapi dirinya yang sudah melakukan kesalahan terbesar dalam hidup.
“Nasi udah jadi bubur, Len!” ujar Leena pada dirinya sendiri, seolah orang lain yang bicara. “Nggak ada yang bisa lo lakuin buat balikin keadaan lo kayak semula!”
Penghakiman itu menghujam hati dan pikiran Leena bertubi-tubi.
“Gue harus gimana?” gumam Leena frustasi.
Ia menggosok kasar wajahnya yang sudah basah oleh air mata. “Gue—”
Ting! Ting!
Ponselnya berdenting beberapa kali. Membuat Leena kembali pada kenyataan.
Waktu tidak menunggu. Kehidupan terus berjalan. Dan jam kuliah Leena sudah akan dimulai 2 jam lagi.
“Gue masih harus dateng kelas pagi!” keluh Leena sambil menyeka wajahnya. “Kelasnya pak Dekan pula!”
Leena pun memutuskan untuk bersiap pergi. Ia meletakkan ponselnya di dekat tas yang ada di meja samping tempat tidur.
Saat itulah Leena melihat sebuah kartu nama tergeletak di atas tasnya. Ia membaca sekilas, tetapi tidak berpikir bahwa itu adalah milik lelaki yang sudah tidur dengannya semalam.
Dikejar waktu, Leena pun buru-buru memasukkan kartu nama dan ponselnya ke dalam tas.
Segera, ia ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Berusaha menghapus setiap jejak malam itu baik dari tubuh dan pikirannya.
“Nggak ada yang boleh tau … meskipun harus gue telen sakitnya sendirian.”
**
Di kelas Lab Administrasi.
Leena duduk termenung di kursi paling belakang. Pikirannya masih dipenuhi kejadian semalam yang berusaha diingatnya.
‘Apa yang sebenernya terjadi?!’ batin Leena mencoba merunut kejadian.
Semalam, karena penat dan putus asa menghadapi sang bibi, Leena mengajak dua sahabatnya pergi ke klub malam untuk melampiaskan stres.
Sejak orang tuanya meninggal, Leena tinggal bersama Vior, bibinya. Awalnya, tak diperbolehkan kuliah. Namun, setelah tahu Leena mendapat beasiswa penuh, Vior akhirnya setuju.
Dari uang beasiswa, Vior menuntut uang bulanan. Tanpa tahu kalau beasiswa yang Leena terima tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
Untuk menutupi kekurangan, Leena diam-diam bekerja paruh waktu di kafe. Meski sibuk, prestasinya tetap gemilang, bahkan dikenal sebagai yang terbaik.
Keadaan semakin rumit, ketika tempat ia bekerja dinyatakan bangkrut. Uang yang selama ini ia berikan pada sang bibi pun terhenti.
Frustasi, Leena tak sadar menghabiskan banyak minuman beralkohol. Ia pun mabuk dan tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya.
‘Tau-tau gue udah nggak perawan lagi.’
Kenyatan itu membuat air mata kembali berkumpul di pelupuk.
Leena memukul-mukul kepala dengan kepalan tangannya. ‘Ugh! Bego banget, Len! Bego!’
Bersamaan dengan itu, Dekan tiba-tiba memasuki ruang kelas. Ia datang bersama seorang pria tak dikenal.
Wajah pria itu tergolong tampan, tapi terlihat dingin. Sorot matanya tajam dan misterius. Tubuhnya tegap, penuh wibawa.
Suasana yang semula riuh, perlahan tertib ketika Dekan mulai terbatuk.
“Perkenalkan, ini Dr. Zayn Vaughan, MPA. Dosen baru di bidang administrasi publik dan forensik keuangan. Beliau adalah dosen tamu yang dikirim lewat program pertukaran akademik.”
Sambil menepuk ringan pundak Zayn, dekan menambahkan. “Beliau akan mengajar Etika Profesi dan Audit Internal dan Pengawasan.”
Beberapa mahasiswa langsung saling berbisik kagum.
“Gila! Dosennya kayak aktor drakor.”
“Enak dong, jadi belajar sambil cuci mata. Fix nggak bakal bolos kelas sih gue!”
“Dia jomblo nggak ya?”
Di tengah tepuk tangan para mahasiswa, Zayn sempat menatap singkat ke arah Leena tanpa ada yang menyadari. Bahkan Leena sendiri.
Dekan mengangkat tangan, memberi tanda agar semuanya diam.
"Lalu ...." Dekan memandang sekeliling, lalu fokus pada Leena. "Leena!"
Tidak ada balasan. Dekan mengernyit, lalu memanggil lagi. "Leena!"
Suara keras Dekan langsung membangunkan Leena dari lamunan.
Refleks, Leena bangkit dari duduknya.
“Eh, maaf Pak! Bapak tadi manggil saya?” tanya Leena dengan wajah linglung.
Profesor menghela nafas lalu menggeleng tipis.
"Leena, kamu nanti dampingi Pak Zayn keliling kampus ya! Biar beliau lebih kenal lingkungan sini."
Serentak seluruh mahasiswa langsung menatap ke arah Leena. Antara kagum atau justru iri.
“Idih! Curang banget!”
Namun, bagi Leena itu bencana. Ia sedang tidak dalam kondisi yang bagus untuk bersikap manis.
‘Dari sekian banyak orang, kenapa harus gue sih?! Apes banget gue!’ batin Leena menjerit. 'Mood gue udah nggak karuan gini!'
Sayang, ia tidak punya pilihan.
Leena pun meringis sambil mengangguk. “Iya, Pak! Baik!”
Setelah itu, Leena pun duduk. Pikirannya terfokus pada nama sang dosen baru. ‘Kayak pernah lihat nama Zayn, Zayn gitu. Di mana ya?’
Mencoba mengingat-ingat, Leena spontan melebarkan matanya. Sadar di mana ia melihat nama itu.
Perlahan Leena memeriksa tasnya, mencari kartu nama yang ia pungut di kamar hotel pagi ini.
Mulut Leena menganga ketika membaca nama yang tertera di sana.
“Dia ….”
“Permisi, Pak Dir.”Leena masih mencoba mengetuk pintu ruangan itu beberapa kali. Namun tak ada jawaban.“Duh, apa Pak Dir belum dateng ya?” gumam Leena sambil melirik arlojinya. “Tapi ini udah jam 8, biasanya juga jam 7 udah di ruangan.” Leena gelisah, matanya terus melekat memandangi pintu yang masih tertutup rapat. “Apa nanti siang aja ya? Pas kelas udah kelar,” lagi, Leena bicara sendiri.Leena sudah bersiap melangkah pergi dari depan ruangan itu, tapi terhenti. Terdengar suara tawa direktur dari dalam ruangan. Nada tawanya terdengar sangat lepas. Leena menoleh pelan, penasaran. Siapa orang yang sedang diajak bicara oleh Pak Dir? Biasanya pria itu selalu terlihat serius.Leena meraih gagang pintu, dan membukanya sedikit. Ia bisa melihat kalau Direktur sedang menelpon seseorang. Wajahnya masih menyisakan senyuman, namun seketika nada bicaranya merendah.“Pokoknya, pastikan semua akses aman! Saya nggak mau sampai ada masalah. Sisanya biar saya yang urus,” ucap direktur itu. Dah
“Saya—”Leena menunda kalimatnya. Tiba-tiba otaknya seolah memproses ulang dan menimbang kondisi mereka berdua. Ia memicingkan matanya menatap Zayn.“Tunggu, tunggu!” Otak cerdas Leena seolah menimbang ulang keadaan. “Bukannya reputasi Bapak juga bakal hancur kalau semuanya kebongkar?”Lagi, Leena menambahkan, “Bapak bisa aja kan dikeluarin kalau ketahuan tidur sama mahasiswinya sendiri!”Zayn menatap datar ke arah Leena. Membatin kesal. ‘Cih! Dia pinter juga ternyata!’Seketika amarah dingin menggantikan tangis Leena. Ia menatap Zayn dengan pandangan yang semakin tajam. ‘Ha! Enak aja nuntut harga buat bungkam mulut dia!’Walaupun Leena bilang begitu, kendali tetap ada di tangan Zayn. Kehancuran reputasi akademik Leena lebih mudah diwujudkan daripada skandalnya sendiri.Zayn tertawa kecil. Ia menganggap remeh ucapan Leena.“Kamu pikir mereka bakal percaya sama mahasiswi yang mabuk, Leena?” tegas Zayn, sambil melipat tangan di dada. “Kamu cuman bakal keliatan kayak perempuan yang frust
“I—ini … bukan gue!”Leena terpaku, suaranya pecah di kerongkongan. Netranya menelusuri setiap detail informasi.Foto yang tertempel di mading tampak asing. Latar tempatnya hotel, bukan klub seperti yang ia ingat. Lalu rambut wanita di foto itu panjang, sedangkan rambut Leena pendek.Lututnya lemas, seolah semua tenaganya terhisap habis. Leena terhuyung ke belakang sampai membentur dinding, kemudian jatuh terduduk di lantai. Air mata seketika mengalir deras, diiringi isak tangis pelan.“Bukan gue!” bisik Leena pada diri sendiri. Gadis muda itu merasa lega, setidaknya gosip itu bukan tentangnya. Meski begitu, ketakutannya tetap menempel di kepalanya. Bagaimana kalau rahasianya juga terbongkar? Hatinya menjerit, menampar logikanya berkali-kali.Kalau itu dia, reputasi akademik dan pencapaiannya sejauh ini, pasti akan tercoreng dan hancur seketika!“Takut banget kalau itu kita?”Leena kenal suara menyindir itu. Ia mendongak dan melihat Zayn yang berdiri tepat di depannya. Menatap tanpa
“Masih pagi gini, udah rame aja!” ujar Arin sambil menyenggol bahu Leena pelan. Arin tersenyum singkat, sementara manik matanya menyapu kerumunan mahasiswa yang memenuhi area mading fakultas.Suasana pagi itu nampak berbeda, area mading fakultas tampak ricuh. Mahasiswa saling berdesakan. Beberapa berbisik sambil menatap mading. Leena melirik malas, tetapi tidak tertarik untuk mencari tahu. Gara-gara percakapannya dengan Evan kemarin menggantung, ia jadi kepikiran. Takut, kalau-kalau Evan tahu rahasianya dengan Zayn.Pikiran itu, membuat Leena sulit untuk fokus pada hal lain.“Naa!” Arin mencoba meminta perhatian Leena yang sepertinya tidak bereaksi atas ucapannya tadi.Namun, Leena hanya mengangkat bahu. “Udah, ke kelas aja lah! Bentar lagi mulai nih,” ucapnya singkat, seolah ingin menutup percakapan.Arin terdiam sejenak sambil menghela nafas. Raut wajahnya nampak sedikit kecewa. “Oke deh!” Arin mengekor Leena, walau sebenarnya masih penasaran. Keramaian di belakang mereka semaki


















Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.