Home / Romansa / Cinta di Balik Palu Hukum / Bab 6: Kebenaran yang Membakar

Share

Bab 6: Kebenaran yang Membakar

Author: Sania Larisa
last update Last Updated: 2025-07-26 22:08:32
Hujan turun deras malam itu, membasahi kaca depan mobil Raisa yang melaju pelan di jalan sepi arah Puncak. Jalanan licin, lampu jalan temaram, dan kabut mulai turun menambah ketegangan suasana. Di kursi sebelahnya, ponsel menyala dengan peta yang menunjuk lokasi bertanda merah: “Villa Arga Putih – Private Meeting Point.”

Itu lokasi yang dikirim Rangga siang tadi melalui email.

> "Datang sendiri. Tapi jangan benar-benar sendiri. Bawa hatimu yang paling jujur. Kebenaran kadang lebih kejam dari peluru."

— Rangga.

Pesan itu aneh, nyaris puitis. Tapi justru terasa nyata bagi Raisa, yang saat ini sedang melangkah ke dalam jurang kebenaran yang ia cari sejak kecil. Setiap tarikan napasnya terasa berat. Tangannya menggenggam kuat setir mobil, tapi jiwanya gamang.

Pukul 21.18. Raisa tiba di villa kecil yang sudah terlihat usang dari luar. Dinding-dindingnya dipenuhi tanaman rambat liar. Sebagian genteng tampak rusak. Tapi lampu teras menyala—tanda tempat ini masih dihuni… atau sengaja
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 10: Peluru di Ujung Malam

    Udara malam di halaman gudang tua itu serasa berhenti berputar.Dimas berdiri tegak dengan pistol teracung, senyumnya tipis namun mengancam. Lampu sorot dari gudang membuat bayangannya memanjang di tanah berdebu, seperti sosok iblis yang baru keluar dari neraka.“Berhenti di situ,” katanya pelan, tapi suaranya menusuk tajam.Matanya menatap lurus pada Raisa, bukan pada Revan atau Rangga. Seakan hanya Raisa yang benar-benar penting dalam permainan ini.Revan berdiri di depan Raisa, melindunginya dengan tubuhnya sendiri. Tangannya perlahan meraih pistol di pinggang, matanya tak pernah lepas dari Dimas. “Kalau kau pintar, turunkan senjata itu sekarang.”Dimas tertawa kecil. “Lucu. Kau pikir bisa mengatur aku, Revan? Aku sudah terlalu lama bermain di arena ini. Satu peluru saja… dan segalanya selesai.”Raisa berusaha menahan gemetar. Nafasnya cepat, tapi ia memaksa dirinya tetap tegak. “Apa sebenarnya yang kau mau, Dimas? Kau sudah hampir membunuh Rangga, menghancurkan karierku, dan menja

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 9: Jejak dalam Bayangan

    Raisa berlari kecil keluar dari ruang sidang, jantungnya berdentum lebih cepat dari biasanya. Pesan terakhir dari Rangga masih terpampang jelas di layar ponselnya.> “Mereka… sudah dapat aku.”Tangannya bergetar. Nafasnya terengah. Dunia seakan runtuh. Rangga, saksi kunci yang bisa membongkar semua permainan kotor Dimas, kini hilang begitu saja.“Raisa!” suara tegas memanggil dari belakang. Revan menyusul, dengan wajah tegang. “Ada apa? Kau pucat sekali.”Raisa menelan ludah, mencoba menahan gemetar. “Rangga… dia diculik. Pesan terakhirnya barusan masuk. Mereka sudah tahu dia masih hidup.”Revan mengumpat pelan. “Sial. Berarti Dimas sudah bergerak lebih cepat dari dugaan kita.”Tanpa berpikir panjang, Raisa menunjukkan ponselnya. Revan melihat layar yang retak, lalu menatap Raisa dalam. “Kita tidak punya waktu. Kalau Rangga hilang, bukti-bukti akan lenyap. Dan kamu… akan jadi target berikutnya.”Raisa menggigit bibir. “Aku tidak bisa diam saja. Kita harus cari dia.”Revan menghela nap

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 8 : Api di Balik Sidang

    Gedung Kejaksaan Agung sore itu penuh dengan lalu-lalang orang. Para jaksa, staf, dan aparat keamanan mondar-mandir dengan wajah serius. Di ruang utama, persiapan sidang etik luar biasa sudah hampir rampung. Nama-nama besar dipanggil, berkas-berkas ditata, dan suasana tegang terasa hingga ke lorong-lorong panjang.Raisa berdiri di depan cermin toilet wanita, merapikan jas hitamnya. Wajahnya pucat, tapi matanya tajam. Hari ini bukan hanya soal karier. Hari ini adalah soal hidup dan mati—bagi Revan, bagi Rangga, bahkan bagi dirinya sendiri.Ponselnya bergetar. Pesan masuk dari Tama.> “Data cadangan sudah aman. Kalau kamu tidak keluar dari sidang ini, aku akan lepaskan semuanya ke publik.”– T.Raisa tersenyum tipis. Itu satu-satunya jaring pengaman yang membuatnya berani melangkah.Ketika sidang dimulai, ruang itu penuh sesak. Beberapa kursi diisi jaksa senior, di antaranya Bu Suryani yang duduk tegak dengan wajah serius. Di sisi lain, ada pejabat pengawas internal, pengacara internal,

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 7: Rencana di Atas Meja Gelap

    Langit Jakarta mendung pagi itu. Di balik kaca ruang kejaksaan, Raisa menatap langit dengan kepala penuh strategi. Ia tidak hanya akan mengungkap kebenaran, tapi menjatuhkan sistem kotor yang telah merenggut ayahnya—dan kini mencoba menghancurkan Revan. Tapi ia tahu, langkah selanjutnya harus sangat hati-hati. Tak bisa langsung membawa semua bukti ke pengadilan. Terlalu besar. Terlalu berbahaya. Raisa memerlukan sekutu. Bukan dari kejaksaan, bukan dari lembaga hukum resmi—melainkan dari seseorang yang masih punya nurani, meski berdiri di batas antara legal dan ilegal. Ia membuka ponselnya dan mengetik: > “Aku butuh akses ke media. Yang independen. Yang berani.” – R. Beberapa menit kemudian, balasan datang. > “Ada satu. Namanya Tama. Mantan jurnalis investigasi. Sekarang jalankan channel independen di YT dan platform luar. Tapi dia juga target mereka.” – Rangga. Raisa minta kontak Tama. Dan siang itu, mereka bertemu diam-diam di sebuah warung kopi tua di kawasan Cikini

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 6: Kebenaran yang Membakar

    Hujan turun deras malam itu, membasahi kaca depan mobil Raisa yang melaju pelan di jalan sepi arah Puncak. Jalanan licin, lampu jalan temaram, dan kabut mulai turun menambah ketegangan suasana. Di kursi sebelahnya, ponsel menyala dengan peta yang menunjuk lokasi bertanda merah: “Villa Arga Putih – Private Meeting Point.” Itu lokasi yang dikirim Rangga siang tadi melalui email. > "Datang sendiri. Tapi jangan benar-benar sendiri. Bawa hatimu yang paling jujur. Kebenaran kadang lebih kejam dari peluru." — Rangga. Pesan itu aneh, nyaris puitis. Tapi justru terasa nyata bagi Raisa, yang saat ini sedang melangkah ke dalam jurang kebenaran yang ia cari sejak kecil. Setiap tarikan napasnya terasa berat. Tangannya menggenggam kuat setir mobil, tapi jiwanya gamang. Pukul 21.18. Raisa tiba di villa kecil yang sudah terlihat usang dari luar. Dinding-dindingnya dipenuhi tanaman rambat liar. Sebagian genteng tampak rusak. Tapi lampu teras menyala—tanda tempat ini masih dihuni… atau sengaja

  • Cinta di Balik Palu Hukum   Bab 5: Jejak yang Terkubur

    Raisa menghabiskan malamnya dengan membaca ulang berkas Operasi Burung Hitam, mencocokkannya dengan bukti-bukti yang ia temukan beberapa hari terakhir. Setiap nama yang tercantum di dalam dokumen itu menguak potongan-potongan masa lalu ayahnya yang selama ini disembunyikan. Kolonel Wahyudi. CV Garda Pratama. Letkol Satrio Wibowo. Dan kini… seseorang bernama Rangga—anggota pasukan elit yang disebut Revan, saksi kunci yang katanya memegang rekaman kejadian malam pembunuhan. Tapi siapa Rangga? Pagi itu, Raisa memutuskan untuk menemui seseorang yang bisa memberinya informasi tanpa terlalu banyak bicara. Ia menyamar keluar dari kantor kejaksaan sebelum waktu makan siang. Di tangan kanannya, ia membawa secarik kertas bertuliskan alamat: Blok C10, Asrama TNI Bekasi. Itu adalah alamat lama keluarga Satrio sebelum ia pensiun. Raisa tidak berharap bisa bertemu keluarganya, tapi ia berharap bisa menemukan jejak lama—siapa saja yang pernah tinggal atau bekerja dengan Satrio, termasuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status