“Halo, Man. Bagaimana semuanya?” tanya seseorang pada Arman-asisten Keinan pada sambungan telepon.
“Sejauh ini, polisi belum memberikan hasilnya dan investor memberikan waktu hingga dua minggu ke depan, sampai Pak Kienan sadar. Tapi kalau belum sadar terpaksa mereka mengambil keputusan terbanyak untuk menentukan nasib perusahaan.”
“Oke, segera setelah semua urusanmu selesai, kamu tinggalkan mereka. Menghilanglah tanpa jejak.” Bian mengucapkan dengan tegas. Seolah seperti perintah untuk Arman yang tidak dapat dibantah lagi apapun alasannya.
“Baik, Bos.” Arman menutup sambungan telepon dengan Bian.
Lalu Arman melangkah masuk ke dalam ruangan seorang pria yang sangat dihormatinya. Seorang pria yang ikut andil dalam kehidupannya di dunia ini. Namun sayangnya dia tidak bisa melakukan sesuai dengan yang diinginkannya, yaitu berbuat kebaikan.
Arman mendudukan dirinya di sofa berbentuk huruf L tersebut. Mengh
Sementara Kiara tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya mendengar kalau putranya sudah sadar. Berjalan mengikuti sang Suster di belakangnya, Kiara terlihat berseri wajahnya. Tiada hari yang lebih baik dari hari ini.Sampai ketika sudah berada di depan ranjang Kienan, Kiara terpaku melihat pria yang sedang menatapnya itu. Bibir Kiara seolah keluh, tidak dapat berkata-kata lagi yang pada akhirnya menjatuhkan pelukan. Memeluknya dengan erat seolah mereka telah terpisah sangat lama tanpa terasa buliran bening telah membasahi kedua sudut matanya..Dalam pelukan itu, dirinya masih bisa mendengar sang putra memanggilnya.“Mommy ....”Kiara langsung mengurai pelukannya hanya untuk melihat putra yang sudah dia rindukan selama beberapa hari ini. “Iya ... sayang. Mommy khawatir sekali sama kamu. Mommy takut kehilangan kamu. Tapi Alhamdulillah sekarang kamu sudah sadar.”“Iya, Mom. Maaf telah buat Mommy khawatir?”Kia
“Mommy, khawatir ... sama kesehatan kamu, Kien ...?” Kiara menatap lekat pada sang putra. Memberitahu bahwa idenya tidak baik.Kienan mengangguk, seolah mengatakan bahwa dia sudah baik-baik saja setelah melewati hari-hari buruknya di dalam ruang ICU.Kienan menyetujui untuk bertemu dengan pihak kepolisian, guna memberitahukan hasil penyelidikan terhadap kasus kebakaran itu. Harusnya Arman yang menangani ini, tapi sejak kemarin pria yang sudah mengikuti Kienan hampir 6 tahun itu, tidak bisa dihubungi. Parahnya lagi seolah menghindarinya karena ponselnya bisa dihubungi tapi tidak diangkat. Membuat Kienan mengambil alih tugasnya.“Mom, aku sudah sehat. Lagipula itu perusahaanku jadi aku harus siap apapun yang terjadi.”“Mommy, tahu kamu sudah sehat. Buktinya kamu sudah di pindahkan di kamar ini. Tapi tetap saja, sekarang bukan waktu yang baik untuk menambahi beban pikiran kamu. Biar Mommy yang akan temuin mereka ya?”
“Dok, apa saya sudah bisa pulang?” tanya Kienan ketika sang Dokter sedang memeriksa tensi darahnya.Sang Dokter tersenyum seraya menatap Kienan. “Kenapa? Sudah bosen ya?”“Ah ... banyak yang harus saya selesaikan, Dok! Perusahaan saya diambang kehancuran dan saya belum memiliki solusi untuk seluruh karyawan saya. Mereka juga pastinya punya tangung jawab dengan keluarganya yang harus dibiayai. Kalau saya tidak bisa memenuhinya, terus bagaimana nasib mereka,” papar Kienan menghela napas panjang.“Itulah, kenapa saya selalu menyarankan untuk rawat inap. Karena mencegah terjadinya hal semacam itu, banyak pikiran yang akan membebani pasien. Harusnya bisa lebih cepat sembuh malah tambah lama karena kepikiran dengan ini itu. Saya sebenarnya lebih menyarankan untuk istirahat di sini agar kami juga bisa memantau secara detail selain itu biar pasien istirahat total,” tutur Dokter kembali menatap Kienan.Kiara yang ber
“Sayang ... makan du-”Bian menghentikan panggilannya, pada akhirnya dia memilih untuk membenarkan posisi tidur Ziya agar lebih nyaman tidurnya.Semalam jam tidur Ziya berkurang banyak karena Tegar yang terjaga di jam 1 pagi hingga menjelang Subuh. Akhirnya Ziya tidak tidur karena harus menemani Tegar, yang tidak tidur lagi hingga menjelas matahari menampakkan sinarnya.Sejak Ziya menempati apartemen ini, tugasnya bergantian dengan Bian untuk menjaga Tegar. Jam 6 pagi, sudah menjadi tugas Bian untuk menjaga Tegar sedang Ziya membuatkan sarapan untuk dirinya sendiri juga untuk Bian.Tapi untuk hari ini, Bian yang mengambil alih tugas Ziya. Sejak kedatangannya pukul 6 pagi, Bian dapat melihat kalau Ziya terlihat mengantuk. Tegar yang sudah tidur terlebih dulu, membuat Ziya ingin menemaninya di samping keponakannya itu. Tak terasa Ziya sudah sangat terlelap di samping Tegar.Di sisi lain, Bian yang barusan datang langsung menuju dapur untu
“Apa yang kamu tahu tentang Arman, Tika?” tanya Kienan pada sekretarisnya begitu tiba di perusahaannya.Ya, Kienan hari ini untuk pertama kalinya datang setelah kejadian kebakaran. Berniat akan mengurus semua masalah juga tentang rencana para pemegang saham lain yang mengadakan pertemuan, 3 hari lagi.“Ma-maaf, sa-saya tidak ... tahu maksud, Bapak?” jawab gadis berusia 22 tahun itu. Gadis yang seumuran Ziya tidak bisa berucap lancar karena tatapan Kienan mengintimidasi. Bukan tidak mungkin setelah ini dia akan di keluarkan dari perusahaan ini karena tidak bisa menjawab pertanyaan sang Bos.“Yakin kamu tidak tahu, bukannya kalian sangat dekat sekali?” tuduh Kienan. Karena pernah memergoki Tika dan Arman bersama di salah satu Mal.“Ma-maaf, Pak. Kami memang dekat, tapi hanya sebatas rekan kerja tidak untuk yang lain,” bantah gadis yang bernama Tika itu. Terlihat dari wajahnya yang berkata jujur. Ketika seseora
Rupanya polisi bergerak cepat, setelah mendapatkan kesaksian dari para tersangka kalau ada keterlibatan Arman, segera beberapa anggota polisi tersebut menuju ke sasaran dengan membawa surat tugas penangkapan.Bukan hal yang susah, buat para polisi yang langsung bisa menemukan tempat tinggal Arman. Namun setelah beberapa menit mengetuk rumah tersebut tidak ada yang membukakan. Beruntung ada tetangga yang mengetahui yang pada akhirnya memberitahu bahwa Arman jarang pulang karena harus menjaga Ayahnya yang sedang di rawat di rumah sakit.Harusnya bisa menangkap Arman tanpa menggunakan rasa ibah karena kondisi Ayahnya, namun bagaimanapun para anggota polisi itu berpikir juga kalau melakukan penangkapan di rumah sakit, bisa jadi nanti akan menimbulkan keributan di sana. Akhirnya anggota yang terdiri dari 5 orang itu meninggalkan rumah Arman dan mencoba memikirkan bagaimana caranya supaya bisa menangkap Arman tapi tidak di rumah sakit. Mereka menuju mobil yang terparkir tida
Pak Kardi langsung memandang ke arah Kienan yang ternyata juga sedang memandangnya.“Tersangka Arman ... kecelakaan, Pak Kienan. Anggota saya hari melakukan penangkapan dan dia mencoba kabur,” terang Pak Kardi setelah menutup panggilan teleponnya.“Apa!” Suara Kienan spontan meninggi karena terkejut.Setelah mendapatkan informasi dari anggota Pak Kardi soal rumah sakit tempat Arman dilarikan, secepatnya Kienan mendatanginya.Ketegangan terlihat jelas di wajahnya, kalau Arman sampai meninggal itu artinya dia tidak akan tahu siapa dalang dibalik rencana ini semua.Dengan kecepatan tinggi mobil Kienan sudah memasuki parkiran rumah sakit tersebut. Di susul di belakangnya yang ternyata mobil Pak Kardi dan anggotanya.Ketiganya langsung menuju ke ruang ICU karena sudah mendapatkan informasi dari anggota Pak Kardi. Saat sampai di depan ICU Pak Kardi langsung berbicara dengan anggotanya mengenai kronologis kejadiannya. Kienan
Bian terngiang ucapan Taka untuk melepaskan Ziya. Sepanjang perjalanan dari kantor menuju apartemen, pikirannya tidak fokus. Beruntung jalanan tidak padat sehingga dia bisa mengemudi dengan pelan meski konsentrasinya kurang. Seakan tidak ingin memberi kesempatan pada Kienan, dia ingin segera menikahi Ziya.Langkahnya semakin lebar, saat perjalanan menuju unit Ziya. Saat tiba di depan unit, Bian mengetuknya dengan antusias tinggi berharap secepatnya bertemu Ziya dan menyampaikan tujuannya. Sebenarnya dia bisa saja langsung masuk. Kan dia sendiri tahu passwordnya tetapi untuk menjaga kenyamanan Ziya, Bian tidak lakukan itu.“Mas, tumben koq sudah pulang?” tanya Ziya heran, mendapati Bian yang sudah berdiri di depan pintu sembari menatapnya intens.“Hm ....!Hanya gumaman yang diberikan Bian atas pertanyaan Ziya. Setelah itu masuk dan mendudukan dirinya pada sofa di ruang tamu. Melipat kedua tangannya di depan dada dan menyandarkannya di sa