“Mas Rasya pasti hanya bercanda. Semua itu tidak mungkin benar,” elak Adinda.“Saya serius, Adinda. Saya adalah ayah kandung dari bayi ini,” tegas Rasya. Dia sudah tahu bahwa Adinda tidak akan percaya begitu saja dengan perkataannya.“Tidak, Mas. Mohon maaf jika kesannya ini terlalu vulgar. Tapi saya tidak pernah tidur dengan Mas Rasya jadi bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi. Mengenai anak ini, mungkin Mas Rasya tahu dari Alvia kalau dia bukanlah anak kandung saya dengan Mas Ardiaz. Tapi saya tahu betul siapa laki-laki yang sudah menjebak dan menodai saya pada malam itu,” ucap Adinda dengan nada bergetar pada ujung kalimatnya. Hatinya masih terasa nyeri setiap kali mengingat malam naas yang dia alami.“Hotel Gardenia kamar nomor 304.”“Apa? Kenapa Mas Rasya bisa tahu tempat itu?” ujar Adinda dengan perasaan yang semakin melesak tak karuan.“Karena saya adalah pelakunya, Adinda. Saya yang sudah merenggut kesucianmu malam itu,” jawab Rasya mengakui segala rahasia dan beban yang se
“Apa kamu sama sekali tidak tahu tentang perkembangan kondisi Ardiaz?” tanya Rasya langsung disambut gelengan cepat oleh Adinda.“Maksudnya setiap hari saya memang mendapat kabar tentang Mas Ardiaz dari keluarga mertua saya. Tapi sejujurnya saya merasa ada yang aneh dan sedang mereka sembunyikan dari saya,” kata Adinda.Rasya tampak menghela napas sejenak. Dia sudah menebak jika pihak keluarga tidak memberitahu Adinda dengan jujur. Dia bisa maklum karena mungkin kondisi Adinda masih dalam proses pemulihan pasca melahirkan.“Jadi kamu tidak tahu kalau Ardiaz akan dipindahkan ke rumah sakit di luar negeri?”“Apa?” ujar Adinda jelas merasa syok. Dia tidak pernah mendengar apa pun tentang hal itu.Rasya mengerti kebingungan di wajah Adinda. Dia pun menjelaskan seperti informasi yang dia dapat dari orang suruhannya. Ardiaz sudah dioperasi berkali-kali namun belum juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dokter di rumah sakit itu sudah angkat tangan dan memberi rujukan agar Ardiaz dip
Setibanya di rumah sakit, Adinda langsung menemui mertuanya. Hani dan Hairi cukup terkejut dengan kedatangan Adinda yang tiba-tiba. Apalagi mereka melihat Adinda kembali ditemani oleh Rasya. Ada perasaan tak suka yang Hani pendam dalam hatinya ketika melihat menantunya pergi bersama laki-laki lain.“Lho Adinda kok bisa datang ke sini? Sama Pak Ahyan?” sapa Hairi ketika Adinda menyalami mereka.“Iya, Pa. Adin ingin menjenguk Mas Ardiaz. Adin diantar teman,” jawab Adinda.“Bayimu bagaimana, Sayang? Maaf kami belum sempat menjenguknya sama sekali. Lagi pula seharusnya kamu tidak bepergian jauh dalam masa pemulihan seperti ini,” ujar Hani. Dia berusaha untuk menyampingkan rasa tidak sukanya pada Rasya.“Tidak masalah, Ma. Aku juga mengerti kondisinya. Bayiku aku tinggalkan bersama mama di rumah,” jawab Adinda.“Bagaimana keadaan Mas Ardiaz?” tanya Adinda langsung pada intinya.Adinda sudah mendengar semuanya dari penuturan Rasya. Tapi dia ingin mendengar jawaban langsung dari kedua mertua
“Adinda Dwi Ersalina, maukah kamu menjadi pendamping hidupku?”Adinda tersipu mendengar pertanyaan indah yang diucapkan oleh laki-laki di hadapannya. Wajahnya berbinar bahagia mengalahkan sinar rembulan yang bertahta di langit malam. Dia tidak menyangka akan dilamar malam itu juga.Ardiaz Alfarezel, selama beberapa bulan belakangan, nama itu sudah sering mengukir bahagia dalam jejak hidup Adinda. Perkara jodoh memang tidak bisa ditebak. Adin tidak menyangka hubungan mereka akan berlanjut sampai sejauh itu. Padahal awalnya pertemuan mereka terjadi sepintas ketika Adin melaksanakan tugasnya sebagai marketing di salah satu bank syariah.Diaz adalah seorang pengusaha kuliner yang bergerak di bidang halal food. Interaksi sebagai nasabah dan karyawan bank membuat hubungan mereka perlahan berkembang lebih jauh. Lebih dari sekedar hubungan kerja sama dalam pekerjaan.Adinda adalah seorang perempuan yang taat agama. Kecantikan budi pekerti dan kebaikan hatinya yang membuat Diaz selalu terpeson
Pertemuan dua keluarga sudah berlangsung. Bahkan tanggal pernikahan Adinda dan Ardiaz juga sudah ditetapkan. Namun sayang belakangan ini wajah Adinda justru sering tampak muram. Bukannya tak bahagia karena sebentar lagi dirinya akan menjadi istri seseorang. Dia gelisah memikirkan beban lain yang datang.Banyak yang mengatakan beberapa ujian seringkali terjadi pada seseorang yang akan segera menikah. Termasuk dengan kehadiran sosok dari masa lalu. Itulah yang sedang mengganggu kebahagiaan Adinda. Rafli, mantan kekasihnya datang dan menghubunginya kembali.Dua tahun yang lalu saat masih menginjak semester akhir di salah satu perguruan tinggi, Adinda sempat menjalin hubungan dengan Rafli yang merupakan teman kuliahnya. Dulu Adinda belum berhijrah seperti sekarang ini. Dia masih sempat mencicipi keindahan hubungan tak halal dengan lawan jenis yang berlabel pacaran.Saat itu Adinda mengalami musibah dalam hidupnya. Ketika dirinya disibukkan dengan tugas akhir skripsi, ayahnya pun mengalami
“Pamali lho, Din. Calon pengantin sedang dipingit kok mau keluar rumah,” tegur Salma, ibu dari Adinda. Bukannya mendengar nasihat dari sang ibu, Adin justru melempar senyumnya dengan tenang.“Insyaallah tidak akan terjadi apa-apa, Ma. Adin hanya keluar sebentar karena ada keperluan,” bantah Adinda tak mau menuruti pemikiran sang ibu.“Tapi…”“Apa yang dikatakan putri kita itu benar, Ma. Jangan terlalu khawatir. Tidak perlu terbelenggu dengan pemikiran-pemikiran seperti itu. Perbanyaklah berdoa agar semuanya baik-baik saja,” sambung Ahyan, ayahnya Adinda. Dia menghampiri istrinya dengan kursi roda dan menengahi perbincangan ibu dan anak itu. Senyum semakin mengembang di wajah Adinda lantaran merasa memiliki dukungan dari ayahnya.“Baiklah kalau begitu,” jawab Salma mengalah. “Kamu boleh keluar. Tapi ingat! Jangan terlalu lama,” imbuhnya memperingati.“Iya, Mama sayang,” balas Adinda sembari menaruh sebelah tangannya di kepala dengan posisi hormat. “Kalau begitu Adinda pamit dulu ya. As
“Ya Allah…bukankah aku perempuan baik-baik? Aku sudah berusaha menjadi hamba-Mu yang baik. Lantas mengapa Engkau berikan takdir seburuk ini kepadaku? Mengapa Engkau timpakan cobaan yang merusak kesucian diriku di hadapan-Mu? Bukankah dosa besar ini tidak Engkau sukai? Aku yang selama ini berlari untuk semakin dekat kepada-Mu, kenapa Engkau berikan jarak berupa dosa besar yang semakin membentang. Sekarang mungkinkah aku masih bisa meraih ridha-Mu dengan kondisi yang sudah berada dalam kubangan lumpur seperti ini? Bahkan untuk bersanding dengan salah satu makhluk terbaikmu saja aku merasa malu.”Perempuan itu terus termenung menatap kosong pada langit gelap yang berbintang. Dia berdiri di dekat jendela kamarnya yang terbuka. Dia sedang sibuk berdialog dengan dirinya sendiri mengenai kejadian buruk yang baru saja ia alami. Memikirkan tentang nasib dirinya dan rencana pernikahannya.Semakin wajah Ardiaz berkelindan di pelupuk mata, semakin pula Adinda terbayang kejadian buruk yang sudah m
“Apakah kamu sudah mendapatkan rekaman CCTVnya?” tanya pemuda yang masih duduk di kursi kebesarannya. Sementara laki-laki lain yang turut berada di ruangan itu langsung melangkah mendekat dengan tangan memegang laptop yang terbuka. Dia siap menunjukkan rekaman yang diinginkan oleh sang atasan.“Itu adalah rekaman CCTV di Hotel Gardenia kamar nomor 304 pada hari kejadian. Bos bisa melihatnya sendiri,” ujar laki-laki itu setelah meletakkan laptopnya tepat di hadapan atasannya.Tanpa membuang waktu lebih lama, gemetar tangan pemuda itu langsung menekan tombol untuk memutar isi rekaman. Dia bisa melihat segala adegan dalam ruangan persegi empat itu. Segala yang terjadi antara dirinya dengan perempuan yang bahkan tidak dia kenali dengan baik identitasnya.Kedua mata laki-laki itu tak lepas memperhatikan tontonannya. Sesekali dia menelan ludah kasar dan menghembuskan napas berat jika mengingat kesalahan yang sudah dia lakukan. Terlebih saat melihat bagaimana sosok perempuan itu menangis his