Share

Bab 3

Author: Aku Suka Uang
Orang yang menelepon Yvonne adalah kakak kelasnya. Keduanya lulus dari universitas kedokteran yang sama, tetapi kakak kelasnya ini lebih tinggi dua tingkatan darinya, juga sempat melanjutkan studi di luar negeri. Kini, reputasinya sudah sangat terkenal di dalam negeri. Kakak kelasnya ini pun selalu menjaganya sehingga hubungan keduanya sangat baik.

"Apa? Katakanlah," timpal Yvonne langsung.

"Aku ada pasien, tapi nggak sempat mengobatinya sekarang. Kamu gantikan aku ke sana," ujar Neil Sanchez.

Yvonne memeriksa jam sekilas. Dia tidak membuka konsultasi hari ini, tetapi ada 2 operasi sore nanti. Lantaran senggang di pagi hari, dia langsung menyetujuinya, "Oke."

"Lokasinya di Kompleks Rose Blok A nomor 306. Bilang saja kamu mencari Pak Xavier, penjaga akan memberi tahu kedatanganmu kepada mereka nanti," pesan Neil.

"Oke." Yvonne menganggukkan kepalanya.

"Jangan beri tahu siapa pun masalah ini, juga jangan bertanya apa pun. Kamu hanya perlu mengobati pasien," pesan Neil lagi.

"Aku mengerti." Setelah mengiakan, Yvonne pun mengakhiri panggilan dan berangkat ke alamat yang disebutkan.

Tempat ini adalah kompleks kalangan atas dengan tingkat keamanan dan privasi terbaik. Begitu sampai, penjaga langsung menghentikan Yvonne. Yvonne memberitahunya bahwa dia datang untuk mencari Xavier. Sesudah menelepon untuk memastikan dan mendapat izin, Yvonne baru dipersilakan untuk masuk.

Setelah menemukan pintu rumah nomor 306, Yvonne menekan bel. Kemudian, pintu segera dibuka.

Ketika melihat bahwa si pendatang bukan Neil, Xavier mengernyit seraya bertanya, "Siapa kamu?"

Dari perkataan Neil, Yvonne tahu bahwa pasien ini sangat peduli dengan privasinya. Dia juga khawatir akan mendapatkan kerepotan sehingga sengaja mengenakan masker. Kemudian, Yvonne menjawab, "Dokter Neil menyuruhku kemari."

Xavier melirik kotak obat di tangannya, lalu bertanya, "Kamu tahu harus bagaimana, 'kan?"

"Ya, Dokter Neil sudah memberitahuku. Aku nggak akan berbicara sembarangan," sahut Yvonne.

Xavier yakin bahwa Neil tidak akan menyuruh sembarang orang datang. Jadi, dia mengizinkan Yvonne masuk, lalu membawanya berjalan melewati ruang tamu yang luas dan naik ke lantai 2 untuk menuju ke sebuah kamar.

Tidak ada lampu yang menyala di kamar ini sehingga Yvonne bertanya, "Gelap sekali, bagaimana aku bisa mengobati pasien?"

Begitu mendengar suara wanita, Shawn bergegas meraih jaket yang dilemparkannya ke samping untuk menutupi wajahnya. Kemudian, dia memerintahkan dengan dingin, "Buka lampu."

Xavier bergegas menekan saklar. Kamar seketika menjadi terang benderang.

Yvonne merasa suara pria ini sangat familier, tetapi tidak berpikir terlalu banyak. Dia menatap pria yang berbaring di atas ranjang. Terlihat bercak darah yang sudah kering pada kemeja putihnya.

Yvonne tidak mengamati wajah pria itu dengan saksama karena dia datang hanya untuk mengobati pasiennya. Dia tahu bahwa pria ini tidak ingin orang lain mengetahui identitasnya.

Setelah meletakkan kotak obat di atas meja dan membukanya, Yvonne mengeluarkan gunting medis untuk menggunting kain di area luka pasien. Dalam sekejap, dia sudah bisa melihat luka pada tubuh Shawn yang hanya diperban dengan sederhana. Yvonne menggunting perban tersebut, lalu melihat 2 tusukan pada rusuk kanan dan bagian perut.

Kemudian, Yvonne menyingkirkan guntingnya dan membersihkan luka pasien dengan terampil. Dia pun bertanya, "Apa ada alergi terhadap obat bius?"

Melalui pemeriksaan, Yvonne mendapati bahwa luka pasien ini tidak dalam sehingga tidak mengenai organ dalamnya. Meskipun demikian, lukanya masih harus dijahit. Jadi, pasien harus dibius terlebih dahulu.

Suara Yvonne terdengar sangat tenang, tidak seperti dirinya yang panik kemarin malam. Itu sebabnya, Shawn tidak bisa menyadari apa pun saat mendengarnya dan hanya mengakui kemampuan Yvonne. Dia pun menjawab dengan tidak acuh, "Tidak ada."

Yvonne mulai mencampur obat, lalu menyuntikkan anestesi di sekitar area yang perlu dijahit. Setelah 2 menit, efek obat bius akhirnya bekerja. Dia pun mulai menjahit luka Shawn.

Semuanya sudah beres hanya dalam 1 jam. Bisa dibilang, proses penjahitan ini sangat cepat. Karena tangannya terkena darah, Yvonne berkata, "Aku mau ke toilet."

"Toilet ada di lantai bawah, pergilah," timpal Xavier.

Sesudah Yvonne keluar, Xavier memastikan bahwa dia pergi ke lantai 1. Kemudian, dia menutup pintu dan menghampiri Shawn untuk melapor, "Hasil penyelidikan sudah keluar. Orang-orang itu diutus oleh Quinn Martinez. Mungkin, dia ingin membunuhmu karena kamu menyingkirkan mata-mata yang ditempatkannya di perusahaan."

Shawn bangkit dan duduk di tepi ranjang. Dia tidak terlihat kacau meskipun pakaiannya berantakan. Meskipun terlihat sangat lemas, sosoknya tetap memancarkan karisma yang kuat. Dia mendongak, lalu bertanya dengan tatapan suram, "Apa wanita yang kunikahi itu punya hubungan dengannya?"

Xavier terdiam sejenak. Kemudian, dia menjawab dengan lirih, "Ya, hasil penyelidikan membuktikan bahwa Quinn pernah berhubungan dengan Calvin Staford. Masalah ini sangat kebetulan. Calvin ingin kamu yang menikahi putrinya dan bukan Thiago. Bisa dipastikan bahwa Quinn yang memintanya untuk melakukan hal ini, karena Thiago adalah putranya."

"Wanita ini terus memberiku kejutan, tapi aku belum membalasnya. Jadinya, aku seperti orang yang tidak tahu sopan santun," sahut Shawn. Dia hanya keluar negeri untuk mengurus beberapa hal, tetapi seseorang mengambil kesempatan ini untuk melakukan begitu banyak hal.

Raut wajah Shawn tampak dingin, tetapi tidak bisa menutupi sorot matanya yang penuh tekanan. Dia melanjutkan, "Aku dengar, Thiago membuka tempat hiburan bernama Charm di pusat kota."

Xavier seketika memahami maksud Shawn. Dia membalas, "Mereka tidak punya tempat di perusahaan lagi, makanya membuka tempat hiburan. Jika kelab itu dihancurkan, bisa dibayangkan betapa sulitnya kehidupan mereka nanti."

"Pergilah," perintah Shawn dengan suara rendah.

Ketika Xavier tiba di lantai bawah, Yvonne kebetulan hendak naik ke lantai atas. Meskipun tahu bahwa Neil telah berpesan kepada wanita ini, dia tetap memperingatkan, "Jika kamu membocorkan masalah hari ini, kamu pasti akan mati dengan mengenaskan."

Bagaimanapun, Quinn dan Thiago pasti akan memanfaatkan kesempatan ini jika mengetahui Shawn terluka parah.

"Aku nggak akan memberi tahu siapa pun," ujar Yvonne sambil menunduk. Kemudian, dia meneruskan, "Aku akan langsung pergi setelah mengambil kotak obatku."

Setibanya di lantai atas, Yvonne melihat Shawn yang membelakangi pintu. Pria ini sudah melepaskan kemejanya yang dipenuhi bercak darah. Punggungnya terlihat kurus dan lebar, sementara pinggangnya terlihat ramping tanpa lemak sedikit pun. Bisa dikatakan bahwa tubuhnya sangat proporsional dan juga tegap, bahkan memancarkan pesona.

"Masih belum pergi?" tanya Shawn tanpa mendongak. Dia seperti menyadari tatapan Yvonne sehingga nada bicaranya terdengar agak culas dan menyindir.

Yvonne pun buru-buru menundukkan kepalanya. Dia merasa sangat canggung karena terpesona pada tubuh pria ini barusan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 674

    Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 673

    Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 672

    Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 671

    Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang  wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 670

    Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan

  • Cinta yang Candu: Gairah Panas sang Presiden   Bab 669

    Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status