Share

Bab 2

Hank selaku direktur rumah sakit pun berkata, "Ini Jolene Summers, dokter yang bertugas kemarin malam."

Setelah masuk, Xavier memeriksa sekilas kartu karyawan Jolene. Kemudian, dia berkata, "Ikuti aku."

Jolene yang kebingungan pun bertanya, "Ke mana?"

"Ikut saja, jangan sampai Pak Shawn menunggu terlalu lama," timpal Hank sembari menariknya dan tidak memberinya kesempatan untuk bertanya.

Segera, Jolene dibawa ke ruang kantor direktur. Terlihat Shawn yang bertubuh tegap sedang duduk di atas sofa. Jika tidak memperhatikan dengan saksama, seseorang tidak akan menyadari bahwa bibirnya tampak agak pucat.

Uap disinfektan di dalam ruangan menutupi penampilannya yang haus darah. Shawn mengenakan jas hitam dan tampak sangat berkarisma. Bahkan, satu tatapan darinya sudah bisa membuat orang-orang ketakutan.

Setelah berjalan ke sisi Shawn, Xavier membungkuk dan berbisik, "Kamera pengawas sengaja dirusak seseorang kemarin malam. Pelakunya mungkin adalah orang-orang yang mengejarmu karena takut meninggalkan bukti. Ini dokter yang bertugas kemarin malam, namanya Jolene Summers. Pak Hank sudah memastikannya, aku juga sudah memeriksa jadwal sifnya."

Shawn pun menengadah. Jolene seketika menarik napas dalam-dalam. Dia tahu bahwa pria ini adalah Presdir Grup Skyward.

"Kamu yang membantuku semalam?" tanya Shawn dengan tatapan selidik.

Jolene buru-buru menunduk karena tidak berani bertatapan dengannya. Meskipun tidak tahu apa yang terjadi kemarin malam, dia tahu bahwa dirinya akan mendapat keuntungan jika berhubungan dengan pria ini. Dia pun menjawab, "Ya, benar."

Saat ini bertepatan dengan pemilihan dokter yang akan diutus untuk magang di Rumah Sakit Umum Wilayah Militer Kedua. Siapa pun yang terpilih akan menetap di sana. Asal tahu saja, gaji di sana jauh lebih tinggi daripada di rumah sakit ini. Jadi, asalkan bisa mendapatkan bantuan dari Shawn, Jolene yakin bahwa dirinya akan diutus ke Wilayah Militer Kedua.

"Apa yang kamu inginkan? Aku bisa memberimu semuanya, termasuk pernikahan," ujar Shawn dengan ekspresi datar. Namun, begitu teringat pada kejadian kemarin malam, ekspresinya pun menjadi agak lembut.

"Aku ...." Berita baik ini datang terlalu mendadak sehingga Jolene agak kebingungan.

"Kamu boleh mencariku setelah tahu jawabannya," ucap Shawn sembari bangkit. Dia juga menyuruh Xavier untuk memberikan nomor ponselnya kepada Jolene.

Melihat Shawn berdiri, Hank ingin mengantarnya keluar. "Pak Shawn, silakan."

"Tidak perlu mengantarku." Shawn tetap memasang ekspresi dingin. Kemudian, dia tiba-tiba berhenti seperti teringat pada sesuatu. Dia berkata, "Tolong lebih memperhatikannya."

"Tenang saja, Pak. Aku pasti akan memperhatikannya dengan baik," sahut Hank seraya tersenyum.

Setelah memastikan tidak ada orang yang mendengarnya, Xavier memperingatkan dengan lirih, "Pak, kamu sudah menikah. Masalah pernikahan ...."

Shawn tahu bahwa dia mungkin tidak akan bisa menikahi Jolene. Begitu teringat pada wanita yang terpaksa dinikahinya itu, raut wajahnya perlahan-lahan menjadi suram. Dia tersenyum sinis sembari bergumam, "Cari mati."

Xavier seketika bergidik ngeri. Dia tidak tahu, apakah Shawn marah kepada wanita yang terpaksa dinikahinya atau pelaku yang menargetkannya.

....

Yvonne kembali ke vila. Tempat ini adalah tempat tinggal suaminya.

"Nyonya, kenapa kamu baru pulang?" tanya Leah yang buru-buru menyambut.

"Ada pekerjaan mendadak," jawab Yvonne. Saat ini, matanya terlihat sangat merah, sedangkan raut wajahnya terlihat sangat lelah. Jadi, Leah tidak bertanya lagi karena melihat Yvonne yang begitu lemas.

Yvonne naik ke lantai atas dan berendam di bak mandi. Ketika teringat pada kejadian kemarin malam, wajahnya seketika terasa panas. Dia pun membenamkan kepalanya di antara lengannya.

Perasaannya sungguh campur aduk. Bagaimanapun, Yvonne menyerahkan dirinya begitu saja kepada pria yang tidak dikenal. Apalagi, dia adalah wanita yang sudah menikah. Dia merasa sangat bersalah kepada suaminya ini.

Sesudah mandi, Yvonne mengenakan pakaiannya dan keluar. Ketika melihat Yvonne hendak keluar lagi, Leah menghampirinya dan bertanya, "Nyonya mau keluar lagi? Nggak makan sarapan dulu?"

Yvonne melirik jam sekilas, lalu menjawab, "Aku bisa terlambat nanti."

Leah tahu bahwa Yvonne adalah seorang dokter sehingga jam kerjanya pasti kurang teratur. Selain itu, profesi dokter sangat patut untuk dihormati. Jadi, dia pergi mengambil susu, lalu menyodorkannya kepada Yvonne dan berkata, "Ini susu hangat, minum dulu sebelum pergi."

Yvonne menatap Leah. Hatinya terasa hangat karena perhatiannya. Dia menunduk sambil membalas dengan lirih, "Terima kasih."

"Sama-sama," sahut Leah sembari tersenyum. Wajahnya yang bulat terlihat sangat ramah.

Leah pun mengambil gelasnya setelah Yvonne menghabiskan susunya. Kemudian, Yvonne bergegas keluar. Dia tidak langsung pergi ke ruang kantor di rumah sakit, melainkan berangkat pagi-pagi untuk pergi ke bagian rawat inap. Ibunya sedang dalam perawatan intensif.

Begitu masuk dan melihat kondisi ibunya, Yvonne menjadi sangat murung karena kondisi ibunya masih tidak membaik. Ibunya menderita gagal jantung stadium akhir. Jika ingin bertahan hidup, ibunya harus melakukan transplantasi jantung. Namun, biaya operasinya sangat mahal.

Yvonne bersedia menikah dengan Shawn juga karena ancaman ayahnya. Ayahnya mengancam tidak akan membayar biaya operasi jika Yvonne menentang perintahnya. Itu artinya, ibunya bisa langsung dioperasi setelah mereka menemukan jantung yang sesuai untuknya.

"Ibu, aku pasti akan menyembuhkanmu," ujar Yvonne dengan getir sambil menatap ibunya. Baginya, ibunya adalah satu-satu keluarganya di dunia ini.

Tut tut .... Ponsel di dalam saku tiba-tiba berdering. Terdengar suara dari ujung telepon. "Yvonne, bantu aku sesuatu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status