Share

Menghilang Tanpa Jejak

Penulis: Sigi Allegra
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-14 05:49:37
Sudah hampir dua minggu.

Tidak ada kabar. Tidak ada pesan. Tidak ada suara yang menenangkan lewat telepon seperti biasanya.

Sebetulnya ini bukan kali pertama Fady tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Sebelumnya seringkali dia begitu karena alasan sibuk atau sedang banyak masalah. Tapi kali ini rekor terlama dan terkejam bagi Binar.

Fady benar-benar menghilang.

Begitu saja, seolah malam itu, malam ketika ia dengan yakin mengucap kata “komitmen” tidak pernah terjadi. Seolah semua janji kecil yang mereka ucapkan di antara tawa dan pelukan hanyalah omong kosong belaka.

Binar menatap layar ponselnya yang tak juga

berdering. Ia sudah berhenti menghitung berapa kali membuka W******p hanya untuk memastikan: belum ada pesan baru dari Fady. Beberapa kali ia mengetikkan sesuatu, tapi

kemudian menghapusnya lagi.

Awalnya, ia masih menunggu. Berpikir mungkin Fady sedang sibuk. Mungkin ada urusan kantor yang harus diselesaikan. Mungkin sedang butuh waktu untuk menyelesaikan konfliknya dengan U
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Cintaku, Berhenti di Kamu   Memilikimu Seutuhnya

    Udara Bandung malam itu dingin seperti biasanya. Tetesan embun sisa-sisa hujan menempel di kaca hotel. Suasa kamar dengan lampu yang temaram seolah menjadi latar pendukung untuk dua manusia yang sedang dimabuk rindu. "Sayang.. ahh" Desahan demi desahan lolos dari mulut Binar tanpa bisa ditahan. Melihat wanitanya sudah setengah "mabuk", Fady secara tiba-tiba berhenti yang membuat Binar menatapnya dengan tatapan sayu seolah berkata, "Ayo lanjutkan, sayang. Kenapa berhenti?" "Kalau kamu mau berhenti, berhenti sekarang. Selanjutnya, kamu gak akan bisa nahan aku lagi. Kita harus menyelesaikan apa yang sudah dimulai." Ucap Fady sambil menelusuri tubuh polos Binar dari bibir turun ke bawah sampai perutnya. Binar sudah tak mampu berkata apapun. Kepalanya sudah tak mampu berpikir jernih, jangankan untuk menolak, bahkan kata "iya" pun sudah tak sanggup lagi dia katakan. Matanya memejam dan tubuhnya merinding hebat seolah terkena sengatan listrik yang disalurkan Fady lewat sentuhan, kec

  • Cintaku, Berhenti di Kamu   Rindu yang Tak Terbendung

    "Sayang, serius kamu mau ngelakuin itu sekarang?" Tanya Fady memastikan kembali. "Hmm. Kamu bawa pengaman?" Tanya Binar dengan tatapan yang sulit diartikan. Fady mengernyitkan dahinya, ia pikir Binar sudah ingin berhenti tadi, tapi kemudian menggodanya lagi, sekarang? "Ahh kamu ngerjain aku ya?" Sambil merebahkan tubuhnya yang tadi setengah menindih Binar. Ia mengusap wajahnya kasar, mencoba meredam gairahnya yang sudah sepenuhnya terpancing. "Gak enak kan ditarik ulur?" Ucap Binar sambil melirik Fady, seolah puas sudah berhasil mengerjainya. "Bin.." Panggil Fady dengan nada sedikit merengek tak terima. Sementara Binar hanya tertawa kecil melihat tingkah manja kekasihnya. "Ya udah ah, aku mau berendam air dingin aja." Ujar Fady sambil bangkit dari kasur dan berjalan ke kamar mandi menuju ke bath up. --- Untuk meredam hawa panas di tubuhnya akibat pergulatan yang tak tuntas, Fady berendam dalam air dingin di bath up, tentunya tanpa mengenakan baju. Ketika dia menc

  • Cintaku, Berhenti di Kamu   Bunga Lily dan Cokelat

    Langit Bandung sore itu kembali menangis. Rintik hujan turun deras, membasahi jalanan dan kaca mobil Fady yang berhenti di area parkir hotel. Di jok sebelahnya, sebuket lily putih terbungkus kertas cokelat muda. Di sampingnya, sekotak kecil cokelat premium dan secarik kertas yang ditulis terburu-buru namun penuh perasaan: "Tak ada kata-kata yang cukup untuk menggambarkan betapa beruntungnya aku bisa menjadi bagian dari hidup kamu. Terimakasih, Binar sayang." Fady menghela napas pelan. Ia tahu tubuhnya belum sepenuhnya pulih dari alergi, tapi entah kenapa, langkahnya terasa ringan. Setelah merasa agak baikan, tadi ia segera pergi dari hotel untuk mencari apa yang pantas dihadiahkan pada Binar. Ia tak ingin menunggu. Ia ingin segera melihat senyum Binar, senyum yang selalu membuat hari-harinya terasa hangat. Tanpa payung, ia keluar dari mobil, membiarkan hujan membasahi rambut dan bahunya. Napasnya tampak mengepul di udara dingin, namun langkahnya terus menapak cepat menuju lobi.

  • Cintaku, Berhenti di Kamu   Kembali Hangat

    Setelah percakapan panjang di sofa itu, suasana kamar menjadi hening. Hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar. Fady bersandar ke belakang, matanya menatap langit-langit. Rasanya berat bukan karena kelelahan fisik, tapi karena emosi yang baru saja tumpah. Binar menatapnya sekilas. Ada sisa teduh di wajahnya, meski bibirnya belum sepenuhnya tersenyum. “Hmm. Udah gak ada yang mau diomongin lagi kan?” tanyanya pelan, mencoba menjaga agar suasana tak kembali tegang. Fady menegakkan tubuh, tersenyum kecil. “Udah. Makasih ya kamu masih mau dengerin.” Ia menatap jam di dinding. Sudah hampir tengah malam. “Aku pamit, ya. Takutnya kamu mau istirahat.” Binar sempat menatap heran. “Loh, pamit kemana?" “Mau booking kamar.” jawab Fady ringan, berusaha terdengar wajar. “Ngga mungkin tidur sekamar kan? Lagian kamu pasti capek, aku gak mau ganggu waktu istirahat kamu.” Binar mengangguk pelan, tidak menahan, tapi ekspresi matanya sempat berubah sejenak seolah ada rasa iba yang tidak i

  • Cintaku, Berhenti di Kamu   Kesempatan Kedua

    Telepon di kamar hotel berdering pelan, membuat Binar yang tengah berbaring terkejut. Ia baru saja menutup laptop, bersiap tidur setelah hari panjang rapat di Bandung. Suaranya serak ketika mengangkat. “Halo?” “Selamat malam, Mbak Binar,” suara sopan dari resepsionis terdengar. “Ada tamu atas nama Fady, katanya ingin menyampaikan sesuatu secara langsung. Apakah diperkenankan untuk kami teruskan?” Binar membeku. Nama itu yang berhari-hari berusaha ia hindari muncul begitu saja, menghantam dadanya tanpa peringatan. “Dia... masih di sana?” “Masih, Mbak. Duduk di area lobi depan lift.” Binar terdiam cukup lama sebelum menjawab singkat, "Suruh naik aja, Mbak. Saya sudah mau istirahat." Suara ketukan di pintu kamar membuat Binar terdiam. Ia baru saja menerima panggilan dari resepsionis dan meski awalnya enggan, entah kenapa langkahnya justru membawanya ke arah pintu itu. Begitu daun pintu terbuka, di sanalah Fady berdiri, dengan raut lelah dan lusuh. “Boleh aku masuk?” t

  • Cintaku, Berhenti di Kamu   Sepi

    Sudah tiga hari berlalu sejak pertemuan terakhir mereka di Apartemen Binar. Dan dalam tiga hari itu pula, Fady baru benar-benar menyadari bahwa tanpa Binar, hidupnya kesepian. Biasanya, sepulang kerja, jari-jarinya otomatis membuka pesan di ponsel. Mencari satu nama yang selalu ada di daftar paling atas, Binar. Sekadar menanyakan, “Udah makan?” atau, “Kamu capek ga hari ini?” Kini layar itu kosong. Tak ada balasan, tak ada kabar. Kemudian ia mengerti apa yang dirasakan Binar beberapa waktu lalu dan sangat memahami rasa muak itu. Rasanya diabaikan. Rasanya tak dianggap penting. Ia menunduk, menggenggam ponselnya. Di kepalanya, hanya ada satu suara, aku harus perbaiki ini. --- Keesokan harinya, Fady datang ke kantor Binar, tanpa memberi kabar dulu, tidak janji ketemu. Ia hanya menunggu di lobi, membawa kantong kertas berisi makanan kecil yang biasa disukai Binar, roti isi cokelat dan es kopi kesukaannya. Begitu Binar keluar lift, langkahnya terhenti seketika. Tatapannya ka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status