Perjalanan hidup memang sangat misterius. Seorang pemuda penghafal Al-Qur’an berusaha mencari jati dirinya.Sikap istiqomah yang dimiliki harus teruji dengan beberapa rintangan. Musibah yang menimpa keluarganya membuat dirinya menjadi seseorang yang memiliki kekuatan. Takdirnya yang akan menjadi salah satu pemuda yang akan menjadi penyelamat bumi dari tindakan kejahatan.Di sisi lain, dia juga berjuang untuk menghindari cinta yang akan membuatnya terbuai dari sikap istiqomahnya. Cinta yang ingin diperjuangkan jika menuruti hawa nafsu tapi terhalang dengan misi yang menjadi takdirnya.Akankah Daffa Albana bisa menghadapi takdirnya dengan baik?Akankah Daffa Albana mendapatkan cintanya dengan halal?Cerita yang dikemas dengan baik dan mempergunakan latar belakang kota kecil bersejarah, bekas reruntuhan Kesultanan Langkat, akan membawa anda ke sejarah yang mungkin belum anda ketahui.Stay tune terus di Mystery Of Life : Daffa Albana.
View MorePemuda yang memotong rambutnya dengan rapi berlari cepat menuju kamar adik laki-lakinya, melongok ke dalam. “Kemana Empa...?” Terlihat raut wajahnya cemas. Pucat, padahal kulitnya tergolong berwarna sawo matang. Kemudian pemuda itu berlari menuju teras yang pintunya terbuka lebar, tak jauh dari kamar adiknya. Hanya berjarak tujuh meter. Dia sempat melihat dua sosok bayangan yang berkelebat. Salah satu sosok itu memanggul satu tubuh di bahunya. “Ya allah, Empa...!” Histeris yang dikeluarkan dari mulutnya tersekat. Pemuda yang memiliki tubuh kurus dan tinggi berlari, masuk ke dalam dan menuju tangga. Turun ke bawah dengan terburu-buru dan langsung menuju pintu keluar rumah. Semua yang dilakukannya terburu-buru. Kunci rumah berdentangan. Daun pintu terhempas kuat. Bak kesetanan dia berlari menuju halaman depan rumah dan membuka pagar dengan cepat. Dia melihat dari atas tadi, sosok makhluk yang membawa adiknya melompat dengan sigap, keluar rumah tanpa mem
“Baik, Tuan. Saya cek kembali.” Suara dari pemuda tampan tapi tak memiliki kepercayaan diri yang besar itu semakin melemah. Entah apa yang telah terjadi sehingga dirinya tak mempunyai kepercayaan diri yang besar. “Sudah Tuan. Kita akan mendarat di markas besar dalam beberapa detik saja.” “Bawa anak ini! Kita segera berangkat!” Terdengar derap kaki yang berlari menuju kamar tempat anak laki-laki itu tersudut. Pemuda itu mengangkat lengan anak laki-laki secara paksa, sehingga menuruti kemauannya untuk berdiri dan berjalan keluar menuju ruangan lain. Tok. Tok. Tok. Langkah kaki perlahan dengan hentakan tongkat terdengar jelas di malam yang hening itu. Pria berkumis juga berjalan dengan perlahan keluar menuju ruangan di depan mereka. Rangga dan anak laki-laki mengikutinya dari belakang. Berjalan menuju pintu keluar dan sedikit berbelok ke kiri ke tempat yang ditujunya. Lalu, dia berhenti dan berdiri di tengah-tengah antara dua ruangan baru. Pria itu berdi
Mesjid di atas kolam buatan yang berada di pinggir jalan besar di Kota Tanjung Pura terlihat sangat unik. Mesjid yang dibangun ditahun 90-an ini merupakan salah satu mesjid yang ada di kota kecil Kecamatan Tanjung Pura. Daffa duduk di pinggir teras yang terbuat dari semen berbatu. Melihat ke arah kolam yang beriak karena terlihat beberapa ikan yang ingin diberi makan atau hanya sekedar menghirup oksigen. Kedua mata yang mengenakan kaca mata berbentuk petak melihat kolam secara fisik, namun pikirannya melanglang buana. Pikirannya meraba mimpi yang masih diingatnya dari awal sampai akhir. Tak ada satu penggalanpun yang dilupakannya. Dia ingat kelima petunjuk yang diberikan oleh Sang Kakek –yang entah dari mana asalnya- mengaku bernama Habib Ali Assegaff. “Habib...,” gumamnya. Setau dirinya, sangat jarang orang bergelar Habib di Sumatera Utara ini. Kebanyakan ada di Jawa, Kalimantan dan Palembang. Anak laki-laki yang memakai baju batik panjang berdominan
Masjid Azizi berdiri di atas tanah seluas 18.000 meter persegi. Masjid Azizi dibangun atas anjuran Syekh Abdul Wahab Babussalam pada masa pemerintahan Sultan Musa al-Muazzamsyah. Mulai dibangun pada tahun 1320 H (1899M) atau setidaknya 149 tahun sejak Langkat resmi berdiri sebagai Kesultanan, namun Sultan Musa wafat sebelum pembangunan masjid selesai dilaksanakan. Pembangunan diteruskan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah (1897-1927) Sultan Langkat ke-7.Rancangan masjid ditangani oleh seorang arsitek berkebangsaan Jerman, para pekerjanya banyak dari etnis Tionghoa dan masyarakat Langkat sendiri. Sedangkan bahan bangunan didatangkan dari Penang Malaysia dan Singapura dengan menggunakan kapal ke Tanjungpura. Pada masa itu sungai Batang Serangan masih berfungsi baik dan kapal-kapal dengan tonase 600 ton dapat melayarinya.Masjid Azizi diresmikan sendiri oleh Sultan Abdul Aziz Djalil Rachmat Syah bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muham
Wush.Angin malam menerpa kulit putih Daffa. Terasa dingin di malam ini. Kini dirinya berada di balkon puncak paling atas menara mesjid bersejarah. Menara tunggal yang terdapat di mesjid setinggi enam puluh meter.“Indah kan Kota Tanjung Pura ini?” Sang Kakek bertanya tanpa mengharapkan jawaban dari Daffa. “Walaupun kebanyakan anak muda seperti kamu, lebih memilih keluar dari kota kecil ini untuk mencari pekerjaan. Alasan mereka untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Mereka belum mengerti bahwa kehidupan yang layak bisa didapatkan di kota kecil ini, tak hanya layak di dunia, tapi juga layak di akhirat kelak,” jelasnya dengan bersungguh-sungguh.“Apa yang ingin kakek tunjukkan sekarang?” tanya Daffa karena tidak sabar untuk mengetahui jawaban dari pertanyaannya tadi. Tak terlalu memperdulikan pemandangan kota kecil yang hanya dihiasi lampu-lampu rumah dan ruko yang menurutnya hanya pemandangan biasa.“Kemari
Malam tanpa bintang tapi tak terlalu gelap karena dibantu oleh beberapa lampu penerangan mesjid bersejarah di Kota tanjung Pura, berdiri seseorang anak laki-laki memakai baju jubah putih panjang. Kepalanya tertutup dengan peci putih berlogo terompah Rasulullah di kiri dan kanan. Anak laki-laki berdiri terpaku di halaman depan mesjid berdesain campuran Timur Tengah dan India. Dia melihat lurus ke depan, ke arah pintu utama mesjid dengan wajah penuh rasa penasaran.Apa yang aku lakukan di sini, di sepertiga malam?Masih berdiri terpaku, berusaha untuk mencari jawaban. Kedua matanya melihat ke menara mesjid yang menjulang tinggi di bagian kirinya.Sepi.Hening.Malam yang begitu senyap, membuat dirinya semakin penasaran dengan situasi yang dialaminya saat ini.“Assalamu’alaikum... Daffa Albana...,” sapa seseorang yang tiba-tiba muncul di samping kanannya.“Wa’alaikumussalam.” Ana
~ 6 tahun yang lalu. ~“Ma, Empa udah selesai nih....” Anak remaja laki-laki bangkit dari tempat duduknya, melangkah menuju dapur dengan perlahan. Tangan kanan membawa piring. Dia mendekati ibunya yang sedang sibuk melakukan persiapan untuk makan siang. Berhenti beberapa langkah di belakang ibunya. Terpaku. Menatap ibunya dari balik kaca mata berbentuk petak. Kedua tangan memegang piring bekas makan.“Udah selesai ya Nak? Piringnya diletakkan aja ya di wastafel...,” ujar wanita setengah baya dengan lembut tanpa melihat ke anaknya.“Empa cuci deh piringnya, Ma...,” ujarnya pelan. Kedua matanya melihat ke arah punggung ibunya. Masih berdiri terpaku.“Enggak usah, Nak. Nanti Bi Inah aja yang nyuci,” balas wanita itu. Lagi-lagi tanpa menoleh ke arah anaknya.“Ma, Empa sekarang sudah terbiasa mandiri. Di pesantren Empa nyuci piring dan baju sendiri kok. Jadi Empa bisa, Ma.&r
“Ada hikmah dari kejadian ini. Insya Allah Daffa Albana masih akan bertahan, tapi ada sesuatu yang akan terjadi di dalam hidupnya, saat ini adalah titik balik dari kejadian yang akan menjadi takdir yang harus dijalani olehnya,” kata seorang kakek yang memakai imamah tebal berwarna putih melilit di atas kepala. Imamah tebal terlilit sebanyak tujuh lapis. Terlihat sangat rapi susunan dari kain yang terbentuk.“Tapi... Habib... apa yang harus ana lakukan? Daffa sudah lima hari terbaring tak sadarkan diri,” nyata pria tua yang merupakan guru dari Daffa.Kakek yang duduk bersila di atas tilam berbentuk persegi empat, mengangkat sorban berwarna hijau yang tergantung di lehernya. Menutupi imamah yang dikenakan. Dia berkata, “Tunggu tiba saatnya, akan ada seorang Hamba Allah yang akan membawa penyembuh untuk Daffa.” Kakek yang memiliki wajah yang sangat cerah, tersenyum kepada pria tua yang ada di hadapannya. Sejatinya, kakek yang kini berso
Besilamadalah sebuah perkampungan yang terletak di BumiSumatera Utara.Lebih tepatnya di daerahKabupaten Langkat, Kecamatan Padang Tualang, sekitar 65km dari kotaMedan.Secara etimologis, kata "besilam" berarti pintu kesejahteraan. Kampung ini pertama sekali dibangun oleh Almarhum Tuan Guru SyekhAbdul Wahab Rokanatau yang lebih dikenal dengan sebutan Tuan Guru Babussalam. Ia adalah seorang Ulama dan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah. Di desa ini terdapat makam SyekhAbdul Wahab Rokanyang dikenal juga dengan Syekh Besilam yang merupakan murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi di Jabal Qubais Mekkah.Tampak sekilas, desa Besilam mirip dengan sebuah pesantren yang terpencil, teduh, asri dan damai. terlihat ada Masjid utama dan sebuah bangunan berkubah lengkung di sebelah masjid, sebuah bangunan utama dari kayu hitam yang besar dengan gaya rumah panggung serta beberapa bangunan tambahan lainnya. Selain terdapat makam Syekh Abd
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments