Alfonso keluar dari ruang kerja Irina satu jam kemudian. Senyumnya mengembang karena akhirnya dia berhasil juga membujuk Irina. Irina tak keberatan jika makam ibunya dipindahkan ke Los Angeles, untuk ditempatkan bersebelahan dengan makam Kakek dan Ayahnya kelak. Sekarang rasanya ia tak sabar bertemu Siena untuk menyampaikan kabar baik ini.
Alfonso berjalan ke arah kafe tempat Siena menunggu. Siena tidak terlihat. Langkahnya langsung terhenti di tempat, saat menyadari siapa yang dilihatnya sedang duduk di depan salah satu meja kafe. Gloria?
"Hai, Alfonso…." Gloria tersenyum lebar menyapanya.
Seketika perasaan Alfonso menjadi tidak nyaman. "Apa yang kamu lakukan di sini? Di mana Siena?" tanyanya dengan gusar.
"Kenapa kamu selalu tak ramah padaku?"
"Jangan bicara basa-basi lagi! Bagaimana kamu
Mata Alfonso beradu pandang dengan mata Gloria. Alfonso sadar mereka berdua sama-sama keras kepala. Jika dia menggunakan cara kasar, Gloria mungkin akan tambah tutup mulut, dan dia tak akan mendapatkan informasi apa pun."Aku harap kamu jaga kesehatanmu, Gloria. Menurut dokter, kamu harus banyak istirahat dan hindari kecapekan." Alfonso berusaha menjaga suaranya setenang mungkin. "Kamu datang sendirian ke Melbourne ini?""Memangnya mau sama siapa lagi? Aku sendirian sejak kamu tinggalkan aku, Alfonso…." Gloria sengaja memancing rasa bersalah Alfonso.Alfonso duduk di pinggir tempat tidur Gloria, matanya terus menatap penuh perhatian. "Kenapa kamu begitu nekat, Gloria? Bukankah kamu sedang hamil? Tak seharusnya kamu lakukan perjalanan jauh, sendirian lagi…. Kamu bisa bahayakan janinmu."Mendengar suara lembut Alfonso,
Alfonso mengangkat ponselnya, panggilan masuk dari James, asistennya. Saat ini, dia dan Gloria sedang menuju ke bandara untuk naik pesawat kembali ke Los Angeles."Bagaimana, James?""Tuan, saya minta maaf. Tapi pesawat saya ke Los Angeles ditunda sampai besok pagi karena cuaca buruk. Di New York sedang turun salju," suara James terdengar buru-buru.Alfonso memejamkan matanya, berusaha menahan emosinya. Jika pesawat James ditunda sampai besok pagi, kemungkinan besar James tak bisa menemukan Siena karena pesawat yang ditumpangi Siena sudah mendarat lebih dulu."Oke, James, tak apa-apa. Segeralah berangkat besok. Aku butuh kamu. Akan kukabari lagi nanti," tanggap Alfonso. Lalu ia mematikan teleponnya.Sial! Segala sesuatu tak berjalan sesuai harapannya! Alfonso menundukkan kepala, menutupi wajah den
"Masuklah, Siena…."Siena melangkah masuk ke dalam unit apartemen Brian. Dia tidak asing dengan tempat tinggal Brian, karena dia sudah pernah beberapa kali berkunjung ke sini bersama Imelda dan teman-teman mereka yang lainnya. Lagipula apartemen Brian letaknya tidak jauh dari bekas apartemennya dulu."Kamu boleh pakai apa saja yang ada di sini. Tempat tidur, kamar mandi, semuanya, anggap saja rumah sendiri," lanjut Brian. "Tunggu sebentar, biar kubelikan kamu makanan. Kamu suka ramen yang dijual dekat apartemenku ini 'kan?""Oh, Brian, kamu masih ingat saja kesukaanku….""Tentu saja. Aku selalu ingat," ucap Brian sambil tersenyum.Senyum Brian menghangatkan hati Siena. "Terima kasih, Brian.""Mandilah dan istirahat, Siena." Kemudian Brian keluar men
Perlahan Brian membaringkan tubuh Siena di atas sofa. Dalam kondisi tertidur pun, Siena tetap tampak begitu memesona bagi Brian. Ia mengulurkan tangannya, membelai pipi Siena yang halus."Andai saja kamu tahu, sudah berapa lama aku menahan hasratku padamu, Siena…," gumam Brian. Matanya tak lepas memandang dan mengagumi wajah Siena yang secantik malaikat."Aku yang lebih dulu kenal kamu, dekat denganmu. Kenapa kamu harus pilih Alfonso, pria kurang ajar itu? Maaf kalau aku harus gunakan cara ini. Tapi beda dengan Alfonso, aku tak akan pernah sakiti kamu, Siena…. Yang kuinginkan cuma memilikimu. Setelah kamu jadi milikku, selamanya aku tak akan pernah lepaskan kamu lagi."Brian menundukkan wajahnya, mencium bibir Siena. Ia sudah menahan keinginannya terlalu lama untuk memiliki Siena, menyentuh, mencium, dan melampiaskan hasratnya yang terdalam. Sekarang k
Setelah Siena berganti pakaian, dia keluar dari kamar dan makan siang bersama Damien. Damien sengaja meninggalkan pekerjaannya di kantor untuk menemani Siena.Akhirnya Siena mendengar cerita lengkap dari Damien tentang semua peristiwa yang terjadi tadi pagi, termasuk detektif swasta yang disewa Carlo untuk menjaganya."Aku berutang budi padamu dan Detektif Williams. Terima kasih sudah tolong aku, Damien" ucap Siena, tapi dia tetap tak bisa menyembunyikan kepedihan di wajahnya."Banyak yang terjadi, tapi semuanya cuma menambah luka di hati," sambung Siena dengan nada datar.Damien belum pernah melihat Siena bersusah hati seperti itu, seolah gadis itu sedang memikul beban berat. Dia tak tahan melihat wajah sedih Siena."Ceritalah padaku, Siena. Biarkan aku bantu kamu."Perlahan
"Apa maksudnya semua ini?!" raung Alfonso dengan suara kasar.Ia membanting map dokumen itu di atas meja kerja Damien. Lalu dengan gerakan yang sangat cepat, ia mencengkeram sepasang kerah kemeja Damien."Aku ingin ketemu Siena! Aku tak butuh semua surat wasiat sialan ini! Beritahu aku di mana Siena!" bentak Alfonso.Matanya berkilat-kilat menakutkan, wajahnya berhadapan sangat dekat dengan Damien. Aura kesombongan dan mendominasinya muncul lagi saat emosinya sedang buruk."Kamu tahu tak ada gunanya gunakan kekerasan, Alfonso. Apa kamu pikir itu bisa bawa Siena kembali padamu? Siena sendiri yang mau pergi darimu. Harusnya kamu yang lebih tahu alasan dia pergi. Kamu bisa saja pukul aku untuk lampiaskan amarahmu. Setelah itu, pastikan kamu punya pengacara yang cukup hebat untuk lawan tuntutanku," suara Damien terdengar luar biasa ten
Suara Alfonso bagaikan terus bergema di kepala Gloria. Benarkah yang dikatakan Alfonso? Akhirnya Alfonso bersedia bertanggung jawab atas anak dalam kandungannya ini? Gloria rasanya ingin menjerit-jerit kegirangan dan melompat-lompat. Siasatnya akhirnya berhasil!"Be-benarkah itu, Alfonso…? Kamu mau… bertanggung jawab?" Gloria setengah berbisik."Ya, Gloria. Aku tak bisa biarkan anak yang tak berdosa ini menderita. Dia tak bersalah, dan dia berhak untuk dapatkan hidup yang bahagia. Jadi kamu tak usah khawatir lagi. Jaga kandunganmu baik-baik mulai sekarang," suara Alfonso tetap terdengar lembut.Wajah Gloria seketika bersinar cerah, senyumnya mengembang. Ia langsung merangkul leher Alfonso dan terisak haru."Terima kasih, Honey Bear, terima kasih! Kamu memang paling baik. Sampai kapan pun, cuma kamu pujaan hatiku!"
"Dua gelas tequila, Brian!""Ini, Rick." Brian meletakkan dua gelas kaca berisi tequila di atas meja counter.Pria yang dipanggil Rick itu menyerahkan dua gelas tequila pada pengunjung barnya yang duduk persis di depan counter, dua orang wanita berambut pirang dan berpakaian seksi."Wow, Rick…. Kamu punya karyawan baru?" tanya salah satu wanita yang berambut pendek, sambil menatap Brian dengan penuh minat."Dia imut ya," komentar wanita satu lagi yang berambut panjang, mengedipkan sebelah matanya pada temannya. Mereka terkikik berdua.Rick melirik sekilas ke arah Brian dan tersenyum. "Dia Brian, sepupuku dari Amerika. Ibuku dan ibunya bersaudara," katanya pada kedua wanita itu."Hah, sepupu? Yang benar Rick? Tapi dia imut, manis, dan kelihatan lembut. Seda