Share

Bab 5 : Mengambil Sebuah Keputusan

“Sean, menurutku kamu tidak rugi.”

Zie berucap lagi, berusaha membuat pria di depannya ini untuk tidak memikirkan atau merasa bertanggungjawab dengan apa yang terjadi di antara mereka.

“Apa kamu memang seperti ini, Zie? Sejak dulu?” Sean membalas ucapan Zie kemudian menarik sudut bibir.

“A-a-pa?” Zie kehilangan kata sejenak sebelum berhasil menguasai pikirannya kembali. “Ah … ya, aku memang begini.”

“Apapun yang kamu pikirkan tentangku, pikirkan saja terus seperti itu. Aku tahu bahwa aku sama sekali tidak baik di matamu,” gumam Zie di dalam hati.

“Baiklah! aku hanya ingin mendengar ini darimu. Jadi mari kita tutupi semua yang terjadi hari itu. Anggap saja hanya sebuah mimpi buruk yang tidak perlu diingat kembali,” ucap Sean. 

Pria itu berdiri lalu merogoh kantung celana. Sean mengeluarkan sejumlah uang lalu meninggalkannya di meja.

“Nikmati makanmu! Aku masih banyak urusan.” 

Setelah berucap seperti itu, Sean pergi meninggalkan Zie seorang diri di restoran. Mata gadis itu mulai berair. Zie nampak mengangguk kecil untuk mengendalikan rasa nyeri yang tiba-tiba menyergap di dada. Ia sama sekali tidak tahu apa kesalahan yang telah diperbuatnya sampai Sean begitu dingin. 

Sejak dia menyatakan cinta dan ditolak, Zie memang memilih untuk menghindari sepupu sahabatnya itu. Bukan tanpa alasan, selain malu dia juga tidak ingin terlihat seperti gadis gatal yang tak tahu diri di depan Sean.

Zie menghapus buliran kristal bening yang membasahi pipi, apa yang dia takutkan selama ini malah terjadi. Sean pasti akan semakin membencinya karena ini. Zie masih duduk diam di kursi, hingga memilih bangkit dan meraih antingnya yang tergeletak di tengah meja, saat pelayan datang mengantarkan makanan ke mejanya dan Sean tadi.

“Pria jahat itu, dia bahkan melupakan bahwa aku datang bersamanya ke sini tadi,” gumam Zie sambil berjalan keluar untuk mencari taksi.

***

Sepanjang perjalanan kembali ke LPA, Zie membuang tatapan ke luar jendela. Ia melihat baliho bergambar dirinya terpampang di beberapa titik di jalan. Sopir taksi yang sadar bahwa dia adalah Ananta Queenzie sang calon walikota idaman seluruh pemuda negeri pun terus mengamati dari kaca spion tengah. Pria paruh baya itu memilih mencoba membuka percakapan di antara mereka. 

“Bagaimana perasaan Anda melihat wajah sendiri terpampang di setiap jalan yang dilewati?”

“Aneh, Pak,” jawab Zie.

“Aneh bagaimana?” Sopir taksi itu tersenyum. Ia merasa senang karena Zie mau meresponnya. 

“Menjadi seorang pemimpin adalah cita-cita saya sejak kecil, tapi saya juga masih tidak menyangka bisa sampai di titik ini, ” jawab Zie yang masih memandang ke luar jendela.

“Anda hebat sekali, semua kandidat wali kota pasti dikawal saat pergi ke mana-mana, tapi Anda bisa dengan santai pergi ke restoran dan naik taksi seorang diri,” puji sang sopir.

“Biarlah Tuhan dan masyarakat yang mengawal saya, Pak.”

Sopir itu tersenyum mendengar kalimat Zie yang dirasa meneduhkan hati, dia mengangguk-angguk lalu kembali fokus ke jalan untuk mengantarkan penumpangnya itu sampai ke tujuan.

Semua orang di negara ini tahu, sebagai calon wali kota yang akan maju melalui jalur independent, Zie mendapat banyak cinta dan perhatian dari masyarakat. Bahkan saat dia terlihat bersama Sean di restoran tadi, pihak restoran langsung menolak reservasi berikutnya sampai Zie pergi dari sana.

“Tidak ada yang mengambil gambar ‘kan?” tanya seorang pria dengan kemeja putih dan jas hitam ke pelayan restoran yang tadi didatangi oleh Zie dan Sean.

“Tidak ada, Pak!” jawab pelayan dengan sopan. Mereka bercerita kalau Zie dan pria tadi sama sekali belum menyentuh makanan.

Pria berjas itu nampak curiga, hingga berpikir mungkinkah ada hubungan spesial di antara Zie dan pria yang tak lain adalah Sean.

***

Setelah menemui Zie, Sean memilih kembali ke kantor. Semua orang yang bekerja di perusahaan milik keluarga Tyaga itu, sama sekali tidak ada yang berani meragukan kemampuan Sean sebagai putra pertama sang pemilik. Pria yang digadang-gadang akan menggantikan posisi papanya itu, memang terkenal pekerja keras dan bertangan dingin. Beberapa prestasi sudah T Group dapat setelah Sean menjadi pucuk pimpinannya. Hal ini membuat posisi keluarga Tyaga menjadi di urutan nomor satu sebagai keluarga terkaya di negara ini.

Sean diam tapi mengumpat beberapa kali di dalam hati. Ia menduga Zie pasti salah sangka terhadapnya. Sean yakin wanita itu pasti berpikir dirinya menuruni sifat sang papa yang pernah menjadi seorang casanova. Padahal, apa yang dia perbuat dengan Zie malam itu adalah hal yang juga baru pertama kali dia lakukan di dalam hidup.

“Sial! aku bahkan tidak ingat bagaimana rasanya, dan bagaimana bisa,” umpat Sean. Ia menyanggah kepala, menunduk dengan ke dua siku tertumpu pada meja.

Cukup lama Sean diam seperti itu, sampai dia menegakkan badan dan berkata pada dirinya sendiri,” Ok, dia bilang akan melupakan kejadian itu. Jadi aku akan percaya. Dan seperti ucapanku, semua itu hanya mimpi buruk. Sean, lupakan!”

***

Sementara itu, Zie memilih mengurung diri di dalam kamar setelah sampai rumah. Gadis itu menatap layar ponsel dengan wajah cemas, entah apa yang ada di dalam benak Zie sampai dia dengan sadar mencari artikel tentang makanan yang bisa menggugurkan kandungan. 

Zie menalan saliva lalu menyentuh permukaan perutnya yang masih rata. Di bawah artikel yang dia baca, ada sebuah tulisan besar layaknya iklan yang berbunyi-

‘Anda terlambat datang bulan, konsultasikan pada kami’.

Zie terlalu pandai untuk tidak tahu apa arti dari tulisan itu. Ia pun mencoba mengirim pesan berisi pertanyaan bagaimana jika sudah terlambat haid, apa yang harus dilakukan.

[ Datang saja langsung ke kami ]

Nomor yang dihubungi Zie membalas sambil mengirimkan sebuah alamat bertuliskan klinik. Tangan gadis itu gemetaran, kini dia mendapat bukti nyata kalau klinik aborsi seperti ini memang eksis di negaranya. Zie menggenggam erat ponsel di tangan, dia berniat mendatangi klinik itu untuk mengakhiri kegundahan hati.

“Masa depan, karir dan kehormatan keluarga berada di tanganku. Aku tidak bisa melepaskan semua ini hanya karena kebodohan atas tindakanku sendiri. Sean juga sangat membenciku, aku tidak mungkin datang dan berkata padanya kalau aku sedang hamil anaknya. Ya, Zie ini benar. Lakukan dan kembali jalani hidup dengan normal.”

Sisi hati Zie yang dirundung pikiran jahat menyarankan hal semacam itu. Sedangkan sisi yang lain memintanya untuk bertanggungjawab dengan apa yang sudah terjadi.

“Zie, kamu bekerja melindungi anak di LPA. Bagaimana bisa kamu malah ingin membunuh calon anakmu sendiri? dia tidak berdosa, kenapa kamu punya pikiran sejahat itu. Bertanggungjawab Zie, kamu bukan remaja belasan tahun. Kamu bahkan ingin menjadi seorang wali kota. Apa kamu tidak malu? Kamu ingin melindungi orang lain tapi membunuh bayimu?”

Zie membuang ponselnya lantas menutup muka dengan ke dua tangan. Ia lagi-lagi menangis karena bingung harus berbuat apa. Untuk beberapa menit gadis itu terus melakukan hal yang sama, hingga akhirnya memutuskan.

“Aku harus melakukan hal itu, harus!” 

Komen (13)
goodnovel comment avatar
Ria Rifantiani
calon anakmu gak berdosa zie
goodnovel comment avatar
~kho~
apakah sean ingin reka ulang adegan, biar ingat rasanya sprt apa...wkwkw
goodnovel comment avatar
Sari 💚
astaga Sean, meski Zie menganggap mu cassanova, tapi masa iya sedikitpun kamu ga niat bertanggung jawab. udah tau ada noda darah, berarti itu masih pertama buat Zie
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status