Rara POV.
Malam ini pukul 07:00 malam aku dan keluargaku berada di rumah Wijaya yang besar dengan halaman yang luas. Setelah kejadian satu minggu yang lalu baik aku maupun papa sama sama tidak berbicara. Om Tante Wijaya, Alvin, dan kita sekeluarga berkumpul di taman rumah Wijaya.
"Bagaimana ini? Kapan acara pertunangan anak kita dilaksanakan?" Papa yang membuka keheningan.
"Kapan saja, secepatnya juga boleh ya kan Vin, Ra?" Kata Om Wijaya yang seenaknya saja menjawab tanpa memikirkan ku.
"Terserah kalian, Alvin ngikut aja" Jawab Alvin enteng.
Hey Alvin kita belum saling kenal lebih dalam gerutku dalam hati. Aku hanya senyum menanggapi pertanyaan tadi. Entah kenapa hatiku terasa berat.
"Ya sudah kalau gitu biarkan Alvin dan Rara saling mengenal" Tambah Mama.
Yang langsung membuatku jengkel setengah mati. Hpku tiba tiba bordering berkali – kali dan aku segera mengangkatnya.
"Baik suster saya akan segera kesana tolong pantau dia terus" Ucapku.
"Ma, pa, om, tante maaf saya harus pamit terlebih dahulu karena ada pasien yang harus saya tangani" Aku langsung lari tanpa menunggu jawaban dari mereka.
Alvin POV.
Saat Rara pergi, mataku langsung membuntuti punggung Rara.
"Antar dia Vin" Perintah Tante Rossa Mama Rara dan akupun langsung berlari menuju garasi mengambil mobilku.
"Ra ayo naik, kelamaan kalau harus nunggu ojol" Kataku.
Tanpa banyak mikir Rara langsung mengiyakan tawaranku, mungkin karena ada nyawa anak kecil yang harus dia selamatkan. Di dalam mobil hanya ada keheningan, tidak ada pembicaraan.
"Ra apa yang terjadi? Kenapa kamu keliatan sangat panik? Tenang dulu Ra" Tanyaku memecah keheningan.
"Pasienku kritis dan harus segera ditangani. Dia anak yatim piatu yang mengidap penyakit kanker otak stadium 4" Jelas Rara. Mukanya sangat cemas.
Butuh waktu kurang lebih 20 menit untuk kita sampai di rumah sakit. Rara langsung berlari menuju ruang inap anak itu, aku membuntuti Rara yang sangat tergesa gesa. 20 menit kemudian Rara keluar dan menangis.
"Hey Ra kenapa nangis?" Tanyaku khawatir.
"Dita meninggal Vin, aku gagal. Padahal aku sudah menjanjikan kesembuhan untuknya" Tangis Rara pecah. Dan langsung aku tarik ke dalam pelukanku, untuk menenangkannya.
"Ra dengerin aku, kematian itu sudah takdir Tuhan bukan kamu yang salah. Ini sudah jalannya"
"Makasih Vin, aku mau ngurus Dita dulu kamu bisa tunggu di ruanganku ya" Rara langsung berjalan entah kemana.
Aku masuk ke ruangan kerja Rara, harum strawberry mint besih rapi dan ada satu foto lelaki berbaju loreng bersama dengan Rara saat momen Praspa. Ini pasti Arga yang Om Wibowo maksud. Arga sangat tampan tinggi ah sepertinya aku kalah ganteng. Memang benar Rara masih belum melupakan Arga.
Rara POV.
Hari ini hari Minggu, setelah ke pemakamannya Dita pagi ini aku selalu terbayang saat Alvin memelukku entah kenapa disaat berada dipelukan Alvin rasanya sangan nyaman, sama seperti saat Arga memelukku dulu. Sial, aku baru ingat kalau hari ini ada acara makan siang sama keluarga Wijaya. Entah mau bahas soal apalagi ini. Langsung kutancapkan gas dan segera menuju ke Restaurant yang sudah di Whatssap papa tadi pagi. Sesampainya di restaurant, aku langsung ke meja yang sudah di pesan sebelumya, hm sepertinya ada yang kurang.
"Maaf terlambat" Kataku dengan sopan, kemana Alvin?
"Duduk dulu Ra, Alvin masih ada di perjalanan dia tadi ada urusan sebentar di Yon." Ucap Tante Reta ramah, aku hanya mengangguk. 5 menit kemudian Alvin datang.
"Oke sudah kumpul semua, bagaimana kalau besok kita adakan pertunangan kalian?" Ucap papa tiba – tiba, memang benar Papa sudah tidak sayang aku lagi.
"Apa? Besok Pa? Tapi pa ga harus secepat ini. Rara belum memikirkannya pa. Lagi pula aku sama Alvin belum mengenal satu sama lain" Mataku berkaca kaca dan langsung pergi dari sana dan tak ku hiraukan mama dan papa memanggil namaku. Tujuanku adalah makam Arga. Arga tolong bantu aku.
Alvin POV.
Aku terkejut melihat Rara yang langsung pergi dan menangis.
"Kejar Rara Vin, dia pasti pergi ke makam Arga" Perintah Om Wibowo, tanpa basa basi lagi segera aku susul Rara ke makam Arga. Sesampainya di makam Arga mataku langsung tertuju ke gadis yang menangis sesenggukan disana, rasanya sakit liat Rara seperti itu.
"Ra?" Panggilku pelan.
"Ngapain kesini Vin?"
"Ayo pulang Ra, sebentar lagi hujan loh" Ajakku.
"Kamu aja, aku masih mau disini" Tolak Rara.
"Ra, aku tau apa yang kamu rasakan, aku juga tau apa yang sudah terjadi" Ucapku sambil mendekati Rara.
"Gaada yang paham sama apa yang aku rasakan. Pasti tau dari Papa kan?" Jawabnya ketus.
"Ra, beri aku ruang untuk masuk ke hatimu, nasib, jodoh, rezeki, kematian itu sudah ada yang ngatur. Gasemua akan bernasib sama seperti Arga. Lihat aku Ra, aku gajanji akan selalu buat kamu bahagia, tapi aku akan berusaha untuk itu." Ucapku sedikit memohon.
"Vin kenapa kamu nerima perjodohan ini?" Tanyanya.
"Karena aku yakin kamu yang terbaik untuk aku, kamu percaya cinta pandangan pertama kan?"
"Ya aku percaya, Arga cinta pertamaku Vin" Ujar Rara yang kembali menangis.
"Terima saja perjodohan ini Ra, aku yakin kalau kita ga berjodoh pasti banyak cara Tuhan untuk menjauhkan kita, tapi kalau kita jodoh sejauh apapun kamu pergi kamu bakal balik ke aku Ra. Percaya itu." Saat aku mengatakan itu, hujan turun dengan derasnya. Lagi lagi aku memeluk Rara membiarkan dia menangis.
"Oke aku akan coba terima perjodohan ini Vin, tapi aku takut kehilangan lagi" Ucap Rara pelan.
“Tapi, aku ga janji untuk bisa mencintai kamu sepenuhnya. Karena setengahnya sudah dibawa mati sama Arga. Apa kamu bisa nerima itu semua? Aku rasa kamu gabisa” Lanjutnya.
“Ra, semua butuh waktu. Pikirin nani ya? Aku bakal terima kalau emang seperti itu, setidaknya setengahnya lagi kamu bisa ngasih itu ke aku, itupun kalau kamu bisa. Aku gabakal maksa Ra.”
“Vin makasih ya? Tapi susah buat ikhlasin ini semua, berat banget buat aku. 7 tahun aku sama Arga Vin”
"Ra ikhlasin Arga, dia akan tersiksa ngeliat kamu selalu seperti ini. Aku janji akan menjagamu sebisaku walaupun nantinya kamu bukan jodohku" Rara hanya diam, menangis, dan menatap batu nisan Arga.
"Pulang yuk Ra, kita udah basah nanti kamu sakit" Ajakku karena melihat Rara yang mulai pucat. Tanpa menjawab Rara langsung berdiri dan hendak pulang memakai mobilnya sendiri.
"Sama aku Ra, biar mobilmu bawahanku yang bawa" Rara langsung mengangguk.Sesampainya di rumah Rara, Rara tertidur pulas. Terlihat letih lesu banyak fikiran sangat cantik. Tak tega kubangunkan, kugendong Rara masuk kedalam rumahnya. Aku janji akan selalu menjaga dan memberi kebahagiaan untukmu yang sudah pernah hilang Ra.
Author POVVina dan Vano sudah tidak bisa menahan tangisnya, mereka semua berada di dalam mobil untuk segera ke rumah sakit. Tak lupa Vano juga sudah memberi kabar Dika dan juga Reno, pikiran Alvin sangat kalut dan dia juga tak bisa menahan tangisnya, istri yang sangat ia sayangi pergi meninggalkan Alvin sendiri.“Om biar aku aja ya yang nyetir?” tawar Akbar kepada Alvin.“Gapapa nak, biar om aja.”“Hati – hati pa.”“Iya kak.”Dika dan juga Reno yang mendengar kabar tersebut langsung bergegas menuju rumah sakit. Dalam perjalanan pun, mereka semua sama – sama tak bisa kuasa menahan tangis.“Ngga Ra, kamu ga boleh pergi dulu. Kamu ga boleh nyusulin Arga, ngga Ra.” Gumam Dika yang dapat di dengar 3 orang yang ada di dalam mobil itu.“Mas, tenang dulu. Aku yakin Rara pasti sadar.” Kata Putri menangkan suaminya.“Oh ya, kita ke tempat ke
Author POVPagi ini, Alvin, Vina, Vano, Akbar, dan juga Cinta sudah berada di rumah sakit dan menunggu Rara untuk diperiksa keadaannya oleh dokter. Sesuai permintaan Rara, mereka semua akan pergi ke pantai pagi ini. Setelah selesai Rara di periksa, Rara diizinkan dokter untuk pergi ke pantai dengan syarat tidak boleh banyak beraktivitas dan tidak boleh terlalu lama di pantai.Mereka semua berada di mobil, dengan Alvin yang menyetir dan Rara yang berada di samping Alvin. Awalnya Alvin tak mengizinkan Rara untuk duduk di depan, namun Rara tetaplah Rara si egois yang tak bisa diganggu gugat. Sesampainya di pantai, sama seperti biasanya Rara menaiki kursi roda yang di dorong oleh Alvin. Mereka duduk di bawah pohon kelapa agar tidak terlalu kena sinar matahari, walaupun pagi ini matahati tidak terlalu menyengat.Sambil duduk – duduk, mereka meminum kelapa muda dan berbincang – bincang, bahkan Vano yang tertawa terbahak – bahak atas lelucon yang Akba
Author POVHari ini sudah tiba waktunya Vina wisuda, sama seperti Vano kemarin, Rara kekeh untuk ikut menghadiri acara perpisahan Vina pagi ini. Rara masih tetap berada di kursi roda dengan Vano yang mendorong kursi roda milik Rara dan Alvin yang berada di sampingnya.Sama seperti Vano, Vina meraih juara 1 nilai tertinggi Ujian Nasional se – kota Bandung. Perasaan bangga dan sedih yang dirasakan oleh Alvin dan Rara. Alvin dan Rara sangat bangga terhadap kedua anaknya, mereka berhasil membuktikan kepada Alvin dan Rara bahwa mereka bisa dan mampu untuk meraih cita – citanya. Baik Alvin maupun Rara, mereka sangat yakin bahwa kedua anaknya mampu dan bisa meraih cita – citanya. Mereka juga yakin bahwa kedua ankanya juga akan mencapai kesuksesan bersama – sama.Vina menaiki podium, untuk membari ucapan terimakasih atas prestasi yang ia raih. Senyum mengembang di bibir Vina. Vina bahagia karena didepannya ada orang – orang yang ia cintai,
Author POVHari ini sudah tiba waktunya Vano wisuda, kondisi Rara sama sekali tidak ada perubahan, bahkan sering kali kondisi Rara menurun dan drop. Vano sudah meminta Rara untuk diam di rumah sakit, namun Rara tetap kekeh ingin menghadiri acara perpisahan anaknya itu. Mau tak mau, Alvin, Vina, dan Vano hanya bisa pasrah dan berujung Rara ikut bersama mereka.Rara menaiki kursi roda yang di dorong oleh Vina dan Alvin yang ada di samping mereka, walau dalam keadaan sakit Rara masih bisa tersenyum lebar saat melihat Vano naik ke atas panggung sebagai juara 3 nilai tertinggi Ujian Nasional di Kota Bandung. Rara terlihat sangat bangga kepada anaknya itu. Vano berhasil membuktikan bahwa ia anak yang bisa membanggakan kedua orang tuanya.“Assalamualaikum Wr. Wb pertama – tama saya ucapkan banyak terima kasih kepada Allah SWT, kepada guru – guru saya, dan terutama kepada kedua orang tua saya dan juga kepada kembaran saya. Saya berdiri di sini berkat k
Author POVKini giliran Dika dan juga Putri yang masuk ke ruangan Rara. Lagi – lagi Dika menangis melihat keadaan Rara yang sangat pucat dan lemas di atas kasur rumah sakit. Rara hanya bisa tersenyum melihat Dika dan Putri saat masuk menghampiri Rara.“Dik, masa cowo nangis.” Kata Rara sambil tertawa.“Kamu jangan tertawa ya Ra, bisa – bisanya kamu kaya gini masih bisa ketawa.” Protes Dika.“Ra, gimana keadaanmu? Udah membaik?” tanya Putri khawatir melihat keadaan Rara.“Alhamdulillah, maaf ya bikin kalian semua khawatir.”“Ga usah minta maaf, maafin kita udah gagal jadi sahabat yang baik buat kamu Ra.” Ucap Putri sambil menggenggam tangan Rara.“Ra, pasti di atas sana Arga marah sama aku. Arga nitipin kamu ke aku, dan saat kamu punya penyakit yang kaya gini aku baru tahu. Maafin aku Ra, maafin aku udah gagal jadi sahabat yang baik buat kamu, maafin aku ga p
Author POVSemua orang berada di rumah sakit, semuanya masih setia menunggu Rara siuman. Alvin berusaha menenangkan kedua anaknya, walaupun sebenarnya ia juga sangat merasa sedih dan shock atas kejadian hari ini yang menimpa Rara. Reno yang melihat itu, sangat merasa bersalah. Reno selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini.“Bukan salah lu Ren.” Ucap Dika tiba – tiba sambil memegang pundak Reno.“Coba aja waktu itu gua langsung kasih tau kalian Dik, semua ga bakaan seperti ini. Rara pasti sembuh, ini semua gara – gara gua.”“Ngga Dik, ini permintaan Rara sendiri kan? Ini bukan salah lu, ini jalan yang dipilih Rara.”“Bener mas, ini bukan salahmu. Ini sudah jalan yang dipilih Rara. Dan kamu disini, cuma menghargai jalan yang dipilih oleh Rara.” Ucap istrinya, Nesa.“Gua mau ke Alvin.” Kata Reno.“Yaudah sana.” Ucap Dika, mempersilahkan Reno m