Share

Bagian 4

Rara POV.

Malam ini pukul 07:00 malam aku dan keluargaku berada di rumah Wijaya yang besar dengan halaman yang luas. Setelah kejadian satu minggu yang lalu baik aku maupun papa sama sama tidak berbicara. Om Tante Wijaya, Alvin, dan kita sekeluarga berkumpul di taman rumah Wijaya.

"Bagaimana ini? Kapan acara pertunangan anak kita dilaksanakan?" Papa yang membuka keheningan.

"Kapan saja, secepatnya juga boleh ya kan Vin, Ra?" Kata Om Wijaya yang seenaknya saja menjawab tanpa memikirkan ku.

"Terserah kalian, Alvin ngikut aja" Jawab Alvin enteng.

Hey Alvin kita belum saling kenal lebih dalam gerutku dalam hati. Aku hanya senyum menanggapi pertanyaan tadi. Entah kenapa hatiku terasa berat.

"Ya sudah kalau gitu biarkan Alvin dan Rara saling mengenal" Tambah Mama.

Yang langsung membuatku jengkel setengah mati. Hpku tiba tiba bordering berkali – kali  dan aku segera mengangkatnya.

"Baik suster saya akan segera kesana tolong pantau dia terus" Ucapku.

"Ma, pa, om, tante maaf saya harus pamit terlebih dahulu karena ada pasien yang harus saya tangani" Aku langsung lari tanpa menunggu jawaban dari mereka.

Alvin POV.

Saat Rara pergi, mataku langsung membuntuti punggung Rara.

"Antar dia Vin" Perintah Tante Rossa  Mama Rara dan akupun langsung berlari menuju garasi mengambil mobilku.

"Ra ayo naik, kelamaan kalau harus nunggu ojol" Kataku.

Tanpa banyak mikir Rara langsung mengiyakan tawaranku, mungkin karena ada nyawa anak kecil yang harus dia selamatkan. Di dalam mobil hanya ada keheningan, tidak ada pembicaraan.

"Ra apa yang terjadi? Kenapa kamu keliatan sangat panik? Tenang dulu Ra" Tanyaku memecah keheningan.

"Pasienku kritis dan harus segera ditangani. Dia anak yatim piatu yang mengidap penyakit kanker otak stadium 4" Jelas Rara. Mukanya sangat cemas.

Butuh waktu kurang lebih 20 menit untuk kita sampai di rumah sakit. Rara langsung berlari menuju ruang inap anak itu, aku membuntuti Rara yang sangat tergesa gesa.  20 menit kemudian Rara keluar dan menangis.

"Hey Ra kenapa nangis?" Tanyaku khawatir.

"Dita meninggal Vin, aku gagal. Padahal aku sudah menjanjikan kesembuhan untuknya" Tangis Rara pecah. Dan langsung aku tarik ke dalam pelukanku, untuk menenangkannya.

"Ra dengerin aku, kematian itu sudah takdir Tuhan bukan kamu yang salah. Ini sudah jalannya"

"Makasih Vin, aku mau ngurus Dita dulu kamu bisa tunggu di ruanganku ya" Rara langsung berjalan entah kemana.

Aku masuk ke ruangan kerja Rara, harum strawberry mint besih rapi dan ada satu foto lelaki berbaju loreng bersama dengan Rara saat momen Praspa. Ini pasti Arga yang Om Wibowo maksud. Arga sangat tampan tinggi ah sepertinya aku kalah ganteng. Memang benar Rara masih belum melupakan Arga.

Rara POV.

Hari ini hari Minggu, setelah ke pemakamannya Dita pagi ini aku selalu terbayang saat Alvin memelukku entah kenapa disaat berada dipelukan Alvin rasanya sangan nyaman, sama seperti saat Arga memelukku dulu. Sial, aku baru ingat kalau hari ini ada acara makan siang sama keluarga Wijaya. Entah mau bahas soal apalagi ini. Langsung kutancapkan gas dan segera menuju ke Restaurant yang sudah di Whatssap papa tadi pagi. Sesampainya di restaurant, aku langsung ke meja yang sudah di pesan sebelumya, hm sepertinya ada yang kurang.

"Maaf terlambat" Kataku dengan sopan, kemana Alvin?

"Duduk dulu Ra, Alvin masih ada di perjalanan dia tadi ada urusan sebentar di Yon." Ucap Tante Reta ramah, aku hanya mengangguk. 5 menit kemudian Alvin datang.

"Oke sudah kumpul semua, bagaimana kalau besok kita adakan pertunangan kalian?" Ucap papa tiba – tiba, memang benar Papa sudah tidak sayang aku lagi.

"Apa? Besok Pa? Tapi pa ga harus secepat ini. Rara belum memikirkannya pa. Lagi pula aku sama Alvin belum mengenal satu sama lain" Mataku berkaca kaca dan langsung pergi dari sana dan tak ku hiraukan mama dan papa memanggil namaku. Tujuanku adalah makam Arga. Arga tolong bantu aku.

Alvin POV.

Aku terkejut melihat Rara yang langsung pergi dan menangis.

"Kejar Rara Vin, dia pasti pergi ke makam Arga" Perintah Om Wibowo, tanpa basa basi lagi segera aku susul Rara ke makam Arga. Sesampainya di makam Arga mataku langsung tertuju ke gadis yang menangis sesenggukan disana, rasanya sakit liat Rara seperti itu.

"Ra?" Panggilku pelan.

"Ngapain kesini Vin?"

"Ayo pulang Ra, sebentar lagi hujan loh" Ajakku.

"Kamu aja, aku masih mau disini" Tolak Rara.

"Ra, aku tau apa yang kamu rasakan, aku juga tau apa yang sudah terjadi" Ucapku sambil mendekati Rara.

"Gaada yang paham sama apa yang aku rasakan. Pasti tau dari Papa kan?" Jawabnya ketus.

"Ra, beri aku ruang untuk masuk ke hatimu, nasib, jodoh, rezeki, kematian itu sudah ada yang ngatur. Gasemua akan bernasib sama seperti Arga. Lihat aku Ra, aku gajanji akan selalu buat kamu bahagia, tapi aku akan berusaha untuk itu." Ucapku sedikit memohon.

"Vin kenapa kamu nerima perjodohan ini?" Tanyanya.

"Karena aku yakin kamu yang terbaik untuk aku, kamu percaya cinta pandangan pertama kan?"

"Ya aku percaya, Arga cinta pertamaku Vin" Ujar Rara yang kembali menangis.

"Terima saja perjodohan ini Ra, aku yakin kalau kita ga berjodoh pasti banyak cara Tuhan untuk menjauhkan kita, tapi kalau kita jodoh sejauh apapun kamu pergi kamu bakal balik ke aku Ra. Percaya itu." Saat aku mengatakan itu, hujan turun dengan derasnya. Lagi lagi aku memeluk Rara membiarkan dia menangis.

"Oke aku akan coba terima perjodohan ini Vin, tapi aku takut kehilangan lagi" Ucap Rara pelan.

“Tapi, aku ga janji untuk bisa mencintai kamu sepenuhnya. Karena setengahnya sudah dibawa mati sama Arga. Apa kamu bisa nerima itu semua? Aku rasa kamu gabisa” Lanjutnya.

“Ra, semua butuh waktu. Pikirin nani ya? Aku bakal terima kalau emang seperti itu, setidaknya setengahnya lagi kamu bisa ngasih itu ke aku, itupun kalau kamu bisa. Aku gabakal maksa Ra.”

“Vin makasih ya? Tapi susah buat ikhlasin ini semua, berat banget buat aku. 7 tahun aku sama Arga Vin”

"Ra ikhlasin Arga, dia akan tersiksa ngeliat kamu selalu seperti ini. Aku janji akan menjagamu sebisaku walaupun nantinya kamu bukan jodohku" Rara hanya diam, menangis, dan menatap batu nisan Arga.

"Pulang yuk Ra, kita udah basah nanti kamu sakit" Ajakku karena melihat Rara yang mulai pucat. Tanpa menjawab Rara langsung berdiri dan hendak pulang memakai mobilnya sendiri.

"Sama aku Ra, biar mobilmu bawahanku yang bawa" Rara langsung mengangguk.Sesampainya di rumah Rara, Rara tertidur pulas. Terlihat letih lesu banyak fikiran sangat cantik. Tak tega kubangunkan, kugendong Rara masuk kedalam rumahnya. Aku janji akan selalu menjaga dan memberi kebahagiaan untukmu yang sudah pernah hilang Ra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status