Marsha kembali kerumahnya. Tidak ada satu orang pun disana, hanya dirinya sendiri. Orang tuanya belum pulang dari bekerja, dan kakaknya pun Marsha tidak peduli dengan orang itu.
Marsha masuk kedalam kamarnya, pikirannya masih tertuju pada penawaran yang Albert dan Joe tawarkan. Dia masih memikirkan, apakah dia akan diperbolehkan orang tuanya atau malah tidak diperbolehkan.
Karena merasa badanya lengket, Marsha memilih untuk mandi dan berganti pakaian. Sebelum malam nanti, dia harus masak untuk makan malam. Jadi dia lebih memilih untuk membersihkan diri dan beristirahat sejenak.
Marsha memejamkan matanya kala air mengalir dari atas kepalanya. Dia memejamkan mata menikmati sensasi dingin yang mengguyur tubuhnya. Namun, saat dia memejamkan matanya dia melihat bayangan Albert dalam otaknya.
Senyuman miring Albert, serta tatapan intens dari pria itu
membuat Marsha seketika membuka matanya dan menggeleng untuk menghapus bayangan Albert dalam otaknya. Menurutnya Albert sedikit menakutkan, seperti ada sisi gelap dalam diri pria tersebut.Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Marsha memilih untuk membuka ponselnya. Tidak ada yang spesial, hanya ada chat dari grup semasa dia masih sekolah dan juga grup yang dia buat dengan kedua temannya.
Dia sedikit kecewa, karena Arion tidak membalas chatnya. Mungkin Marsha gila, karena menyukai kekasih orang dan berharap kepada kekasih orang. Namun dipikirannya tertulis bahwa, selama apapun hubungan jika tidak jodoh akan kandas juga. Itulah yang membuat Marsha tetap mencoba untuk mendekati Arion.
Rasa takut jika suatu saat nanti kekasih Arion tau bahwa dia mendekati Arion masih tetap ada. Tetapi rasanya Marsha tidak terlalu peduli, dia hanya menjalani perannya sebelum akhirnya dia harus rela pergi dan tidak lagi berharap pada Arion.
"Aku kangen kamu Arion," Ujar Marsha sembari merebahkan tubuhnya di ranjang.
Marsha teringat lagi dengan Albert. Dia masih tidak bisa menghapus bayangan Albert yang menatapnya intens dengan senyuman miring di bibirnya. Dia kembali berfikir, haruskah dia menolak penawaran itu atau malah memilih untuk menerima penawaran itu.
Marsha ingin sekali memejamkan matanya, namun dia teringat jika dia harus masak untuk makan malam. Dia tidak mau jika ibunya marah dan memukulnya lagi dengan sapu. Dengan berat hati dia turun dari ranjangnya dan keluar dari kamarnya untuk memasak.
••••••••
Albert baru saja selesai dari melihat wilayah pabrik yang akan ia bangun. Semua bahan material sudah disiapkan, tahap selanjutnya adalah membangun pabrik. Jika saja Joe tidak mengajaknya untuk melihat wilayah itu, dia akan memilih kembali kekamar dan tidur.
Karena kebiasaan Albert yang sering bermain dengan banyak wanita, dia tidak bisa tidur jika dia tidak melakukan hal mesum dengan seorang wanita. Karena semalaman dipastikan inti tubuhnya akan tetap mengeras dan itu membuatnya tersiksa. Bisa saja dia bermain solo, tetapi dia tidak akan melakukan itu.
Albert membersihkan dirinya, dia masih mengingat ekspresi Marsha yang terlihat risih saat bertatapan dengannya. Albert menyeringai, dia seolah baru menemukan mangsa baru dalam hidupnya.
"Aku rasa aku harus mencari tau lebih detail tentang gadis itu," Ujar Albert pada dirinya sendiri.
Albert memakai bathrobe dan duduk diatas ranjang kamar. Dia membuka tab nya dan membuka email yang masuk dari beberapa kolega miliknya. Tidak ada yang serius hanya membahas kerjasama antar perusahaan.
"Gadis itu, aku harus mendapatkannya. Tidak perduli jika dia menolak, aku akan tetap memaksanya," Ujar Albert pada dirinya sendiri.
•••••••••
Malam pun tiba. Kini Marsha duduk bersama kedua orangtuanya untuk menikmati makan malam. Sejak tadi Marsha tidak tenang, dia berfikir haruskah dia membicarakan hal itu sekarang. Atau nanti saja setelah makan malam selesai.
Karena kegugupannya itu membuatnya tanpa sadar mengetukkan sendok pada piringnya dan membuat ibunya terganggu. Marsha terkaget ketika teriakan ibunya, dia hanya menunduk dan mengucap maaf pada ibunya.
"Tidak bisakah kau tenang! Berisik sekali!" Bentak Margareth pada Marsha yang sekarang menunduk.
"Ma—maaf ma."
"Apa yang kamu pikirkan! Menganggu Sekali . Saya tidak selera lagi untuk makan karena kamu berisik!" Margareth semakin marah dan membanting sendoknya ke piring.
"Sudahlah Margareth jangan memperbesar masalah," Kata Admaja yang daritadi diam menikmati makanannya.
"Belain terus anak kamu!" Marah Margareth pada Admaja.
"Maaf ma, Marsha minta maaf sudah mengganggu mama," Ujar Marsha semakin menunduk dan menahan tangis.
Makan malam pun sudah selesai. Saat kedua orangtuanya ingin meninggalkan ruang makan, dengan cepat Marsha menahan. Dia menghentikan orangtuanya yang akan meninggalkan meja makan.
"Ma—pa—Marsha mau bicara," Ujar Marsha takut.
"Mau bicara apa kamu!" Bentak Margareth.
"Marsha dapat tawaran pekerjaan, tetapi Marsha harus merantau karena kantor tempat bekerja hanya ada di Jakarta. Sedangkan pusat kantornya berada di Amerika. Apa boleh Marsha merantau?" Tanya Marsha pada kedua orangtuanya.
"Memangnya kamu punya uang buat pergi ke Jakarta," Ujar Margareth sinis.
"Marsha punya uang tabungan kok ma, insyaallah cukup buat hidup di Jakarta," Ujar Marsha pada Margareth.
"Saya terserah denganmu. Tetapi saya menyetuji jika kamu ingin pergi merantau," Ujar Admaja pada Marsha.
"Pergi saja , Jangan lupa untuk transfer jika nanti kamu gajian. Dan jangan pulang jika tidak membawa uang," Ujar Margareth membuat Marsha sedih.
"I—iya ma. Marsha akan pulang membawa uang nanti," Ujar Marsha sedih.
•••••••••
"Tuan Albert!" Panggil joe pada Albert yang tertidur.
Albert menggeliat, membuat selimut yang dia gunakan turun hingga membuat tubuhnya yang polos terlihat jelas oleh Joe. Ia memalingkan wajahnya melihat inti tubuh Albert yang berdiri. Dia menggelengkan kepalanya, tidak habis fikir dengan ke frontalan Albert.
"Ada apa Joe?" Tanya Albert yang masih mengumpulkan nyawanya.
"Tutupi dulu pedang mu itu tuan," Sindir Joe pada Albert.
Albert segera melihat tubuhnya sendiri, dia tidak menyadari jika selimut yang dia gunakan telah turun dan memperlihatkan seluruh tubuhnya.
"Oke, maaf . Saya harap kamu tidak terangsang melihat pedangku," Kekeh Albert pada Joe.
"Saya tidak gay tuan!" Sinis Joe pada Albert.
"Baiklah. Apa yang ingin kamu sampaikan?" Tanya Albert pada Joe.
"Gadis itu, dia menerima tawaran kita," Jelas Joe pada Albert.
Albert tersenyum misterius, "baguslah. Saya rasa saya akan membawanya ke Amerika,"ujar Albert membuat Joe terkejut.
"Maksud tuan , anda ingin memperkerjakan nya di kantor pusat?" Tanya Joe meminta penjelasan.
"Tetapi apa itu tidak melanggar kesepakatan tuan, sebelumnya kita hanya menawarkan dia untuk bekerja di kantor yang ada di Jakarta ."
"Kamu bisa mengurus nya Joe. Mintalah surat penting atau data diri gadis itu. Dan segera buatkan paspor untuknya," Perintah Albert pada Joe.
Joe tampak tidak yakin, namun dia menuruti apa yang dikatakan oleh bosnya nya itu. "Baik tuan akan saya lakukan," Ujar Joe dan meninggalkan kamar Albert.
Albert tersenyum, senyuman miring yang membuat siapapun merasa takut jika melihatnya. "sebentar lagi , kamu akan jadi milikku Gadis kecil," Ujar Albert serta tertawa.
happy reading....Marsha menutup pintu kamar kosnya dengan cepat, lalu ia kunci dan berakhir ia duduk di depan pintunya dengan badan yang sedikit bergetar karena ketakutan. Ia sedikit was-was dengan orang yang mengikutinya. itu bukan perasaannya saja, tetapi memang ia diikuti sedari ia pulang dari pabrik. ia menelungkupkan kepalanya di sela kakinya, meredakan kepanikan yang ada dalam dirinya juga dan memejamkan matanya untuk sekedar memberikan rasa aman pada dirinya. Ia sudah berusaha keras untuk menghindar dari sesuatu yang membahayakannya, tetapi mengapa sekarang rasanya ia kembali pada masa dimana ia merasa hancur. "Aku takut," ujarnya, lalu mulai meneteskan air matanya. hatinya terasa sakit, otaknya bergemuruh menyusun banyaknya kejadian yang ia alami. giginya bergemelatuk merasakan ketakutan yang amat menyesakkan dirinya. Ia mohon pada Tuhannya, agar hidupnya bisa lebih tenang tanpa adanya cobaan yang dapat membunuhnya. Tetapi sekarang apakah masih bisa? Setelah pesan-pesan y
happy reading...Seorang pria menatap layar komputer yang tengah menampilkan data perusahaan yang ia kelola. Sesekali ia bersenandung untuk meramaikan ruangannya tersebut. Sepertinya perusahaan cabang miliknya di Jakarta sudah terselesaikan segala permasalahannya. Harusnya ia tidak berada di Indonesia sekarang. Namun, apalah daya. Ia harus mendapatkan gadisnya sebelum ia kembali ke Amerika. Tampaknya California sekarang merindukan kehadiran gadisnya itu. Sebenarnya ia marah semalaman, karena gadisnya tidak membalas sama sekali pesan yang ia kirimkan. Bahkan teleponnya pun tidak ia jawab juga. Andaikan gadisnya tersebut ada dihadapannya, mungkin Albert dengan keras akan memberikan gadis itu hukuman. Namun sayang sekali, gadis itu jauh dari hadapannya. Jadi, ia hanya melampiaskannya pada gelas kaca yang ia banting hingga pecah menjadi kepingan. Ia harus secepatnya menaklukkan gadisnya. Dia sudah tidak tahan untuk meremukkan badan gadis itu karena telah berani lari darinya. Ia akan m
Mata gadis itu terbuka, ia terbangun dari tidurnya setelah suara ayam berkokok. Ia melihat jam yang berada di ponselnya, pukul 04.00. ia mencoba untuk berdiri, namun kepalanya terasa pusing hingga ia memutuskan untuk duduk sebentar. Entah berapa lama dirinya menangis kemarin, bahkan ia lupa untuk sekedar mandi. Kini, mata cantik miliknya berubah menjadi mata yang sembab dan sedikit merah. Untuk pesan kemarin, apakah Albert akan benar menemuinya? Dia berharap penuh agar pria itu tidak datang dan mengusik hidupnya. Sudah cukup hancur dirinya kala itu. Ketika kesucian direnggut paksa lalu dengan seenaknya pria itu mengklaim jika dirinya adalah milik pria itu. Ia menggelengkan kepalanya, segera mungkin dirinya harus mencari perlindungan jika nanti pria itu berhasil menemukannya. Namun ia harus tertampar oleh fakta, bahwa dirinya tidak lagi mempunyai tempat pulang untuk berlindung. Ia hanya seorang diri setelah keluar dari keluarganya. Bahkan teman masa sekolahnya dulu pun belum tentu
Albert mengepalkan tangannya erat. Ia masih duduk pada kursi kerjanya, dengan tampilan yang tampak kacau pria itu sepertinya tengah menahan amarah. Entah apa yang membuatnya tampak sangat marah.Pintu diketuk dari luar, hanya berselang satu detik Joe masuk ke dalam ruangannya. Pria itu datang dengan beberapa berkas pekerjaan, padahal hari sudah mulai gelap."Ini berkas yang harus kau baca ulang tuan," ujarnya pada Albert yang menatapnya dengan tatapan dingin."Mengapa banyak sekali," katanya sembari melihat tumpukan berkas yang baru saja tiba di depan matanya itu.Joe menatap kesal atasnya tersebut, "jika kau tidak ingin mendapatkan pekerjaan yang banyak, harusnya kau tidak perlu memperluas bisnis mu tuan." Sindirnya pada Albert.Pria yang masih duduk pada kursi kerjanya itu berdecih, memang benar apa yang dikatakan Joe. Namun, jika dirinya tidak memperluas bisnis dan membangun kerjasama, ia tidak akan menghasilkan uang. Namun, sepertinya bisnis bersih yang ia jalankan ini pun tidak a
Happy reading...Seorang pria menatap lurus pada jalanan kota yang tampak macet. Ia berdiri sembari melihat pemandangan tersebut dibalik jendela tempat ia menginap. Deon, pria itu tengah berada di Indonesia sekarang. Tepatnya, dia sedang berada di Jakarta untuk urusan bisnis. Sebenarnya, ia tidak harus terjun langsung untuk datang ke Indonesia. Tetapi, ia rasa dia membutuhkan refreshing untuk melegakan tubuh serta otaknya."Robert!" Panggilnya pada asisten pribadinya tersebut."Iya tuan, ada yang bisa saya bantu?" Tanya pria itu sembari berdiri dari duduknya."Kau tahu bukan tentang Marsha , gadis yang aku temui kala itu saat di perusahaan milik Albert?"Robert tampak berpikir, kemudian ia mengangguk. "Ya, saya tahu tuan. Memangnya kenapa?""Cari tahu, dia tinggal dimana. Aku rasa, aku menginginkan gadis itu."
Hari Sabtu adalah hari yang paling Marsha nantikan setiap harinya. Karena dirinya libur setelah 5 hari bekerja , membuatnya memiliki waktu untuk sekedar bermalas-malasan. Walaupun masih terganggu oleh penghuni kos sebelah , ia tidak menegur sama sekali. Biar saja mereka melakukan apapun yang dia lakukan. Toh dirinya juga tidak kenal dengan mereka.Sebenarnya , hari Kamis lalu ada sebuah insiden di kos tersebut. Dimana kejadian adanya labrakan antara istri sah kepada pelakor yang merusak rumah tangga istri sah tersebut. Dan lagi, pelakor tersebut termasuk pekerja pabrik yang Marsha sendiri tidak kenal dia siapa. Karena mereka bekerja pada pabrik yang berbeda.Hanya satu dibenak Marsha kala itu, mengapa para suami berselingkuh ? Apa kurangnya sang istri, hingga dengan gampangnya mereka berselingkuh dan tidak memikirkan apa kedepannya yang terjadi. Dan mengapa yang menjadi selingkuhan adalah gadis yang baru kemarin lulus dari SM