Tanpa pikir panjang, Dina berlari ke luar rumah. Helai rambut mulai berlepasan dari ikatannya. Keringatnya pun sudah bercucuran. Dia berhenti tatkala menyaksikan keramaian di kolam renang. Tidak tega dia apabila teriakan minta tolongnya akan merusak pesta Olivia.
Sekonyong-konyong, dia melihat Leonardo di pinggir booth foto sedang berbincang-bincang dengan salah satu tamu Olivia. Dina mengepalkan tangan dan mendatangi laki-laki itu.
“Dina?” Gelagapan laki-laki itu menyapanya.
Dina memberikan kode lambaian tangan agar pria itu mendatanginya.
Meskipun menatapnya balik, tapi laki-laki itu tidak segera melakukan apa yang dia mau. “Ini chef hari ini.”
Urgensi hal yang harus dia sampaikan kepada Leo mengakibatkan Dina lupa berbasa-basi dengan teman mengobrol laki-laki itu. Tidak mau berlama-lama, dia mengunci pergelangan tangan Leo dan menariknya tergesa-gesa. Dina hanya dapat berharap semua orang sibuk den
Entah sudah berapa lama Dina berjalan mondar-mandir di depan ruang kerja Leonardo. Tapi, laki-laki itu tidak kunjung muncul.“Sedang apa, hayooo?”Bahu Dina terlonjak kaget berpapasan dengan Olivia. Sejenak dia lupa kalau adik Leo itu menempati salah satu kamar di sayap kanan mansion Keluarga Armadjati. Oleh karena itu, ada banyak kesempatan mereka akan sering saling berjumpa.“Omong-omong, makasih ya. Semua suka lho. Pada bungkus.”Tarikan bibir Dina melebar sampai ke cuping telinga. Penghargaan tertinggi dari pelanggan yang menikmati masakannya adalah jika mereka meminta porsi tambahan apalagi kalau dibawa pulang. Mereka ingin orang-orang tersayang di rumah turut menikmati kelezatan makanan tersebut.“Tadi ada yang tanya kontak kamu. Tapi, jangan dulu ya. Harus saya yang pertama pakai kamu.”Sekonyong-konyong, pucuk kepala Leonardo menampakkan wujudnya dari tangga. Dina menggoyang-goyangkan jari, menging
Cahaya kamar tidur masih terang begitu Dina memasukinya. Mbok Surti telah memejamkan mata dan badannya tertutup selimut sampai ke leher. Namun, dia tahu pasti kalau Mbok Surti belum tidur. Pasalnya, sandal kamar masih bertengger di kaki pembantu senior itu. “Mbok…. Maaf,” lirih Dina berkata. “Karena aku, Mbok yang harus meladeni Wendy sekarang.” Tidak ada reaksi apa-apa. Dina melanjutkan, “Aku sakit hati Mbok diperlakukan seperti itu. Padahal, Mbok jauh lebih lama berada di sini ketimbang kedatangan Wendy, kan?” Hening lagi. Hanya suara halus mesin pendingin udara yang mengisi ruangan tersebut. “Aku tahu Mbok belum tidur. Itu sandal bulu belum dilepas.” Kaki yang tidak tertutup selimut langsung ditarik ke atas. Setelahnya, dengan cepat selimut tersingkap dan Mbok Surti bangun untuk duduk. “Nona Wendy nggak salah, Nduk.” “Aku lihat sendiri lho, Mbok. Nggak usah disembunyikan, deh. Lagian, cuma ada kita berdua di sini.” “
Dina menyesap lemon tea lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling dapur. Meja konter yang bersih, kulkas yang mengilap, dan peralatan yang tertata rapi di tempatnya masing-masing. Inilah definisi surga bagi mereka yang bergerak di industri kuliner.Pekerjaannya pagi itu sudah selesai. Dina telah mengantarkan kopi dan sepiring risoles untuk tuannya, Leonardo. Olivia masih tidur dan berpesan tidak ingin diganggu sampai waktunya makan siang. Dia juga telah menikmati nasi goreng bersama Mbok Surti ketika subuh tadi, sebelum rekan kerjanya itu berangkat membeli bahan-bahan untuk keperluan Olivia. Akhirnya, Dina dapat mencicipi rasanya menjadi karyawan yang mengurusi dapur sesuai ilmu yang dia pelajari. Memang bukan cita-citanya menjadi pembantu di rumah orang kaya. Tapi, kesempatan mengembangkan keterampilannya bisa datang dari mana saja, termasuk di tempat ini. Oleh karena itu, Dina ucapkan syukur dalam hati.Dina meletakkan cangkir bekas minumannya ke dalam bak cuci. Ti
Jengkol, makanan yang meskipun populer di Indonesia tapi belum tentu banyak disukai. Rata-rata alasannya karena baunya yang menyengat, terutama efek setelah memakannya yaitu ketika kita membuang sisa makanan itu dari tubuh.Olivia mengangkat mangkuk yang berisi jengkol. “Nggak sebau yang dibilang orang-orang.”“Tadi direbus dulu,” jelas Dina sambil menata wadah agar berada dalam jangkauan tangan saat proses memasak tiba nanti.“Kamu memang the best,” puji Olivia lalu mengeluarkan ponsel. Dia mengarahkan kamera depan dan memencet tombol.Dina terlambat menyadari kalau Olivia sedang merekam sekitarnya. Dia buru-buru menyingkir dari kamera.“That’s right, guys. Aku akan masak makanan Indonesia. Masak apa? Eits, rahasia. Tungguin videonya, ya.” Olivia menyusuri pesan dari pengikutnya di siaran langsung tersebut. “Dina?” tanya gadis itu tiba-tiba.“Ya,&rdquo
ItsAyu adalah akun media sosial milik Ayu Mawardi, kakak angkatan di kampusnya dulu. Dia kenal benar dengannya karena Dina pernah magang di suatu hotel di Bandung dan kakak kelasnya itu adalah karyawan tetap di sana.“Baunya memang begini?”Dina tersadar dari benaknya yang mengembara ke masa perkuliahannya dulu. Dia menoleh kepada Olivia yang masih mengaduk semur. Sambil mendekati gadis itu, Dina berkata, “Airnya udah menyusut.” Dia lalu mengambil garpu dan menusuk jengkol pelan. “Dan lembut. Bisa diangkat, Mbak.”“Okay. Nyalain kamera, Din.” Olivia menepuk-nepuk wajahnya dengan tisu sebelum menempelkan spons bedak untuk memulas ulang riasan wajahnya.Dari monitor, Dina cukup terpana menyaksikan gerakan Olivia yang luwes mengaduk semur dan menjelaskan kalau masakan itu telah matang. Gadis itu tidak terlihat canggung sewaktu memindahkan semur jengkol ke piring saji. Olivia adalah tipe orang
Di tengah-tengah perkembangan media sosial yang pesat, cara seseorang mencitrakan dirinya adalah penting. Kita berharap akan diidentifikasikan orang lain sebagai apa; sahabat dekat, kakak yang tahu segalanya, mama online tempat curhat, tetangga seksi, cewek alim, atau bahkan selebritas idola yang super eksklusif.Olivia sendiri memilih identitas sebagai cewek dewasa muda yang menikmati hidup. Jadi, konten yang dia pilih seringkali menampilkan kegiatannya bersenang-senang; wisata, makan-makan, belanja, dan mengikuti tren gaya hidup terkini. Beruntung gadis itu dianugerahi wajah bule yang dipuja-puja oleh banyak warga Indonesia sehingga dengan cepat dia mengumpulkan follower yang kerap mengikuti unggahannya di media sosial.Akan tetapi, kesuksesannya sebagai influencer bukanlah semata-mata karena menunggu durian runtuh. Kecerdasannya dalam melihat peluang sangat berperan di sini. Olivia memanfaatkan kecintaan dan rasa bangga berlebihan penontonnya terha
Kesibukan Dina ketika bertuankan Bastian dan sekarang Leo sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda. Pagi-pagi dia sudah bangun dan bersih-bersih. Dina mencuci piring bekas makan malam Keluarga Armadjati. Kepada Wendy, dia akan menunggu perintah perempuan itu. Jadi, tugasnya baru diberikan sewaktu istri Bastian itu bangun. Di bawah komando Leo, dia diizinkan bereksperimen memasak dengan memanfaatkan bahan yang tersedia di dapur. Oleh sebab itu, sekarang dia ada di dapur untuk menyiapkan sarapan bagi majikannya. Getuk yang sudah dia campur air pandan berwarna semburat kehijauan dalam wadah berbentuk kotak. Kemudian, Dina menyimpannya ke dalam kulkas. Tidak perlu lama-lama, hanya untuk mendinginkan sebelum menyajikannya untuk Leo nanti. Dia tersenyum-senyum membayangkan ekspresi senang laki-laki itu jika melihat jajanan pasar favoritnya itu tersedia di meja. Dina melirik ke meja kecil yang terletak di dapur. Senyumnya kembali melebar. Tadi malam, di sanalah Leo menikmati s
“There you are.”Kedatangan Olivia membuat Wendy minggir. Dia takut dengan perempuan itu. Orang-orang bilang Bastian menyeramkan, tapi Wendy lebih salah tingkah jika berhadap-hadapan dengan kakak Bastian itu.“Hai, Liv,” sapa Wendy yang tidak berbuah tanggapan sama sekali. Dia mengedikkan bahu mendapati perempuan berambut cokelat itu mendekati Dina.Tidak lama kemudian, kedatangan Leonardo mengejutkannya. Namun, melihat raut wajah pria itu yang menegangkan, dia membatalkan niat bermanja-manja dengan kakak iparnya itu. Dia duduk saja dan mengamati semuanya.Wendy mencibir begitu Dina berpura-pura tenang menawarkan makanan. Pembantu satu itu memang pintar memanipulasi keadaan. Dia sudah mencurigai sejak wanita itu datang ke rumah ini. Rok seragamnya terlalu pendek. Dia yakin Dina sengaja menggunting bagian bawahnya. Belum lagi ukurannya yang kekecilan sehingga menunjukkan lekuk-lekuk tubuh pembantu itu dengan jelas. Wajar sa