Share

BAB 6. Dari Balik Jendela Kaca

"Laura tolonglah jangan begini, kamu tak mengerti apa-apa, kamu tidak tahu apa yang akan kamu alami jika tetap melakukan apa yang kamu katakan. Seorang bayi perlu ayah, seorang bayi perlu biaya. Berikan aku cara untuk sedikit membayar kesalahan ini." 

"Om Bian ingin membayarnya dengan apa? Dengan uang? Dengan mempermalukan Laura lebih banyak lagi? Status apa yang bisa om Bian beri untuk bayi Laura? Ayah pura-pura? Tidak ada bukan? " Laura menatap pada Bian dengan nyalang. Dia tak pernah berani melakukan ini, tetapi hari ini dia bahkan merasa sanggup untuk melukai laki-laki yang telah membuatnya terjebak dalam derita ini. 

"Bukan seperti itu..." Bian meringis dengan putus asa. 

"Mulai hari ini, jangan temui Laura lagi. Jangan lagi om Bian." Laura menghapus air mata yang memenuhi wajahnya dengan kasar. 

Keriangan khas gadis remajanya yang sering membuat Bian terpesona itu hilang entah kemana. 

"Laura!" 

"Pergilah om Bian! Pergilah, Laura tak mencintai om Bian, Laura membenci om Bian!" Teriakan Laura yang menjadi histeris, dan lemparan kapstok ke arah Bian benar-benar membuat Bian gugup bukan main. Laura bersungguh-sungguh mengusirnya. Dia harus segera pergi, sebelum keributan yang di buat oleh Laura mengundang perhatian karyawan binatu lain. 

"Pergi om Bian, sebelum aku berteriak keras-keras!" Ancaman Laura bukan nain-main, gafis itu terlihat seolah begitu membencinya, tak ingin melihatnya lagi. 

Perlahan Bian mundur, menatap Laura sebentar dan menghela nafas dalam-dalam sebelum kemudian keluar lewat pintu samping. Dia menyadari tak mungkin bisa bernegosiasi dengan gadis yang sedang begitu marah padanya itu. 

Laura terduduk sesenggukan sendiri, dia menutup wajahnya dengan sebuah kain yang melambai-lambai di depan wajahnya. Hatinya hancur, dia bingung dan ketakutan sendiri tetapi dia tetap bersikeras bahwa bayi yang ada di dalam rahimnya sekarang adalah miliknya.

Seseorang berdiri kaku seperti patung menatap dari balik celah jendela kaca nako, dia mendengar semuanya. Bahkan dari awal laki-laki berpakaian necis dan rapi itu datang untuk menemui Laura. 

Dia adalah Tristan, keponakan pemilik Laundri di mana Laura bekerja menjadi buruh di situ, dia seorang karyawan ojek online yang sedang mengantar pakaian kotor seorang customer ke binatu itu. 

Laki-laki berperawakan tinggi kurus hitam manis itu, hampir tak bernafas mendengar semua perdebatan tadi. Kedua tangannya mengepal di samping kiri kanan badannya. Dia sama sekali tak menyangka gadis yang diam-diam diperhatikan olehnya selama ini, hamil seorang anak dari laki-laki beristri. 

"Laura..." Desisnya dengan hati yang kecewa, dia merasa begitu sedih dengan apa yang di dengarnya. Dia cukup mengenal Laura dan sudah di anggapnya sebagai adik sendiri. Kenyataan itu menampar perasaannya.

***

"PLAK!!!" Sebuah tamparan mendera pipi Laura, dengan begitu kerasnya. 

Tamparan itu dilayangkan oleh ibunya, dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih menjepit sebatang rokok di antara jemari tengah dan telunjuknya. Asap rokok itu mengepul tipis menyusup sampai ke hidung Laura yang tertunduk sambil memegang pipinya. 

"Katakan sekali lagi!" Perintahnya dengan murka. 

"A...aku hamil, bu..." 

"Shittt!!!"Sumpah serapah keluar dari mulut ibunya. Tapi sempat-sempatnya dia mengisap rokok di tangannya, seolah sedang ingin mengisap kemarahannya itu sampai ubun-ubunnya.

"Anak bodoh! Kenapa kamu begitu bodoh, hah!" Teriakan itu menggema sampai gendang telinga Laura terasa pekak. 

"Kamu hamil anak siapa? Siapa setan yang menghamilimu?" Ibu Laura terlihat begitu murka, bau alkohol menguar dari mulutnya. 

Ya, sejak ayah tirinya meninggal ibunya depresi berat, dia hanya berada dalam rumah menghabiskan berbungkus-bungkus rokok dan minuman murahan yang di dapatnya dari sebuah bar kecil di komplek tempat mereka menyewa sebuah rumah kontrakan kecil. 

Komplek tempat dimana keluarga mereka tinggal, adalah perkampungan kumuh di mana para preman bahkan para wanita tuna susila berkumpul. 

Kenapa mereka memilih mengontrak di situ, karena hanya di situlah terdapat rumah petak yang di kontrakkan dengan murah. 

Laura hanya bekerja di sebuah Binatu Laundri, upahnya tak seberapa, hanya cukup untuk membayar sewa rumah yang biayanya murah. Untuk makan, kadang kala Laura bertahan hanya dari tips-tips yang di berikan para customer Laundry jika dia dengan suka rela mengantarkan baju mereka.

Ibunya hanya hidup dalam dunianya, di mana dia bisa melupakan jika suami yang di cintainya telah meninggal dunia. 

"Aku...aku tidak tahu..." Jawab Laura dengan ketakutan. 

"PLAK!! PLAK!!!" 

Tamparan berikutnya lebih keras, bahkan kini dari sela bibir Laura meleleh segaris darah segar. 

"Kamu tidak tahu? Bagaimana bisa kamu tidak tahu laki-laki yang menyetubuhimu? menghamilimu??? apa kamu sudah gila, hah!!!" Ibu Laura seperti orang gila dia mendorong tubuh ramping Laura ke tembok dengan amarah yang luar biasa.

Laura tak menjawab, dia bertahan si dinding tembok bilik dengan gemetar. Dia tahu tangisannya tak akan menyelamatkannya dari kemurkaan sang ibu. 

"Apa kamu sekarang menjadi bisu, lacur??" 

Umpatan itu membuat Laura memejam matanya kuat-kuat, dia tak menjawab apapun. Hari ini ibunya mendapatinya muntah-muntah di belakang karena mual. Dan Laura tak bisa mengelak ketika ibunya menuduhnya mungkin sedang hamil. Laura hanya mengangguk saja karena cepat atau lambat perutnya akan membesar dan ibunya akan tetap mengetahuinya juga. 

"Laura, kamu tahu?" Mata ibu Laura terpicing dengan tajam, telunjuknya hampir menyentuh hidung bangir Laura yang basah karena air matanya sendiri. 

"Kamu tahu, ayahmu meninggalkan kita karena perempuan lacur di saat kamu berusia sangat kecil! Dan sekarang kamu ingin menjadi perempuan pelacur juga, hah?!" Ibu Laura mencengkeram pipi Laura dengan keras. 

Laura hanya memejam matanya kuat-kuat, dia meringis menahan sakit tetapi tak berani menatap mata ibunya yang merah seperti darah itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status