Share

Bab. 9 Membayar Hutang

"Kenakan cepat! Ibu akan menunggumu di kamar ibu. Secepatnya!" Ibu Laura tersenyum misterius, dia terlihat puas dengan apa yang di lakukannya. 

Laura masih berdiri, terpana sambil memegang dress yang ada di tangannya itu. 

"Kamu yang memakaikan sendiri? atau ibu yang akan memaksamu memakainya?" Mata ibunya terlihat nyalang, dia terlihat sangat tidak sabar sekarang. 

"A..aku..aku akan memakainya sendiri." Sahut Laura dengan takut-takut. Ibunya mengangguk puas mendengarnya. 

"Lakukan cepat! dan langsung temui ibu di kamar ibu!"  

"BRAK!" Pintu itu ditutup dengan kasar, teriakannya menggema, selanjutnya hanya terdengar langkah kaki yang diseret-seret dari balik pintu, langkah kaki itu menjauh. 

Laura mengalihkan perhatiannya kembali pada dress di tangannya itu, entah kapan ibunya membelinya. 

Dia tak pernah mengenakan pakaian se seksi ini tetapi dia tahu dari kemarahan ibunya itu, tak ada alasan untuknya tidak memakainya. 

Dengan gemetar dia melepas kancing kemeja yang di pakainya dan berganti dengan dress itu. Seketika dirinya merinding ketika sekilas dia melihat ke arah cermin, tubuh yang setengah meringkuk dalam warna marun itu sangat jelas adalah dirinya. Dan dia merasa begitu murahan!

Beberapa menit dia mematung, sebelum dia mendengar teriakan sang ibu dari balik pintu.

"Laura, keluarlah jika sudah selesai. Jangan membuat ibu menunggu lama." Kalimat ibunya itu membuatnya tersadar, dia memang harus keluar. 

Semenjak dirinya hamil, ibunya memperlakukannya dengan sangat kasar. Dia menunjukkan rasa marah dan kesalnya dengan tanpa di tahannya lagi. Laura bisa menerimanya tetapi dia tentu saja merasa sakit diperlakukan dengan begitu rupa. 

Ibunya mungkin depresi berat, tapi tidak pantas dia diperlakukan seperti sampah setiap kali, memgingat dirinya adalah anak kandungnya sendiri. 

"Hm..." suara ibunya terdengar dalam saat dia keluar dan sang ibu dengan tangan kiri berkacak di pinggang dan rokok di tangan kanannya, menatap Laura seperti serigala. 

Laura menutup bagian dadanya yang terasa seakan ingin keluar itu karena begitu rendahnya bagian dada gaun itu. Sebagian pahanya yang putih berada di luar, sementara punggungnya setengah telanjang. 

Angin malam lewat ventilasi masuk begitu saja, membuat kulit Laura meremang. 

"kamu terlihat cocok dengan baju murahan itu." ibunya terkekeh,tanpa perasaan sama sekali.

"Ibu..." sekarang Laura merasa ibunya sangat keterluan padanya, rasa sesak menyerang ulu hatinya, ibunya seolah begitu membenci dirinya. 

"Jika kamu bisa tidur dengan sembarang orang, artinya kamu sama sekali tidak memperdulikan kehormatan dan harga dirimu. Terlalu murah jika kamu mengobralkan tubuhmu itu secara gratis jika kamu memang bercita-cita menjadi seorang pelacur setidaknya beri harga yang pantas." Kalimat demi kalimat itu terlontar dari mulut ibunya, mata perempuan yang dulu begitu menyayanginya itu saat masa kanak-kanaknya telah hilang lenyap entah kemana pancaran kasih sayangnya. Yang tersisa hanyalah, rasa marah dan jijik terhadap dirinya. 

"Maafkan Laura ibu." Laura mendesis, sambil mengatupkan bibirnya, giginya bertaut kuat menahan luapan kesedihan atas semua kata-kata ibunya yang demikian menyakitkan.

"Bagaimana bisa kamu meminta maaf kepada ibu jika kamu telah mempermalukan ibu begini? Apa yang di katakan orang ketika kamu nanti melahirkan seorang anak haram tanpa ayah?" Ibunya mendekat, Laura memejamkan matanya kuat-kuat. Dia bersiap untuk menerima pukulan ibunya lagi. 

"Tapi memang kamu cantik, nak. Siapa sih yang tidak ingin menidurimu melihat wajahmu yang pura-pura polos ini?" Suara ibunya begitu dekat dengan telinganya, lalu perlahan jemarinya merayap di atas rambut Laura.

Tubuh Laura bergidik, laura mengira ibunya akan mendorong kepalanya dseperti kemarin, tapi tidak, ibunya hanya merapikan rambutnya untuk di seka kebelakang telinganya. 

"Kita sudah kadung malu, hidup kitapun sudah tak bernilai apa-apa lagi di mata semua orang. Bagaimana jika sekarang jangan hanya menjejakkan kaki ke kubangan tetapi masuk saja ke dalam lumpur?" Suara ibunya setengah berbisik. 

Laura membuka matanya, membeliak karena terkejut dengan pernyataan sang ibu. 

"A...apa maksud ibu?" Tanya Laura dengan tegang. 

"Sebagai anak, tak ada bakti yang benar-benar bisa kamu berikan lewat jalan yang benar. Untuk kembali menjadi lurus rasanya seperti berharap dunia terbalik. Kamu bersikeras untuk melahirkan bayi yang bahkan kamu tak tahu rupa ayahnya ini! Baiklah, ibu tak lagi melarangmu, lakukan saja sesukamu!" Ibu Laura melemparkan sisa potongan rokoknya ke lantai, lalu menginjaknya dengan sandal jepit buluknya. 

"Jika kamu anak yang tahu membalas budi bagaimana jika sekarang kamu memulainya dengan membayar hutang ibu?"

"Hutang? hutang apa?" Laura tercengang.

"Ibu berhutang sejumlah uang dengan security di tempat ibu bekerja dan ibu kesulitan membayarnya." Ibu Laura menghela nafasnya, dia terlihat tidak seberapi tadi. 

"Hutang ibu berapa? aku punya sedikit tabungan, seratus tujuh puluh lima ribu rupiah sisa gajiku bulan kemarin. Jika ibu ingin memakainya aku akan memberikannya kepada ibu. 

"Hhh...kamu kira duit seitu bisa membayar pinjaman ibu? Ibu berhutang tiga juta lima ratus!"

"Tiii...tiga juta li...lima ratus?" Laura ternganga, itu uang yang sangat besar menurutnya. Bahkan gajinya selama tiga bulan tak akan cukup untuk membayarnya. 

"Ibu tahu kamu tak punya uang sebanyak itu." ibunya menyeringai dengan mimik kejam. 

"Tetapi kamu bisa membayarnya dengan cara lain." Lanjutnya setengah mendesis.

"Cara lain?"

Mata merah ibu Laura yang setengah mabuk itu menyunggingkan senyum aneh. 

"Ya, cara lain."

Laura diam tak menyahut, dia menunggu apa yang ingin di katakan ibunya lebih lanjut. 

"Ibu mempunyai sejumlah utang kepada seorang teman. Dan kamu bisa membayarnya hanya dengan hanya satu jam." 

"Ikut aku sekarang!"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
luluk
jahat bnget ibunya
goodnovel comment avatar
ss heni
suka alur ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status