Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Disinilah mereka sekarang, masih di dalam kelas.
"Oke, jadi waktu aku di masa lalu kak Rita lebih tepatnya kejadian saat kak Rita meninggal..." kata Disa tergantung.
"Ternyata sebelum meninggal kak Rita di jebak sama tiga lelaki" lanjut Disa sambil menatap ke lantai.
"Terus" kata Fia dengan nada serius.
"Di jebak?" kata Yara sambil menatap ke arah Disa tak percaya.
"Iya tapi aku gak tau kelanjutannya kayak gimana" kata Disa dengan nada suara sedih.
"Terus" kata Fia lagi dengan datar.
"Waktu aku pindah tempat aku panik dan cari keberadaan kak Rita yang ternyata kak Rita sudah tak bernyawa dengan tubuh yang berlumuran darah" kata Disa mulai kembali cerita.
"Tiga laki-laki tadi?" tanya Fia dengan heran.
"Gak tau" jawab Disa sambil mengangkat bahu tak tahu.
"Huff" hembusan nafas dari Fia.
'Cukup rumit, kemungkinan dia di lecehkan dan bunuh diri?' batin Fia setelah berpikir dengan cermat.
Fia memikirkan apa yang tadi Disa katakan. Dia sedikit aneh dengan apa yang di ceritakan oleh Disa.
"Menurut kalian kak Rita meninggal kenapa?" tanya Disa sambil menatap Yara dan Fia bergantian.
"Lu liat kak Rita dimana saat itu?" tanya Yara kepada Disa.
"Di tengah jalan" kata Disa dengan tak paham.
"Mungkin bunuh diri? Bisa jadikan, kata Disa kak Rita di jebak bisa aja dia di.." kata Yara dengan nada tak yakin.
"Mungkin aja sih" kata Disa sambil mengaruk kepalanya canggung.
"Masuk akal sih" kata Fia tiba-tiba.
"Tuh Fia aja tau" kata Yara sambil nunjuk ke arah Fia.
"Tapi gue masih bingung..." kata Fia sambil melihat ke teman-temannya dengan serius.
"Apa?" tanya Disa dengan raut wajah heran.
"Coba kalian pikir baik-baik" kata Fia sambil menatap mereka serius.
"Kejadian itu jam berapa?" tanya Fia mulai serius.
"Terus laki-laki yang ngelakuin itu kemana?" tanya Fia lagi.
"Kalau di pikir-pikir jalan depan sekolah itu lumayan sepi loh, walau itu jalan raya" kata Fia memberi penjelasan.
"Bahkan angka kecelakaan di depan sekolah kita itu jarang bahkan sampek gak ada" kata Fia dengan serius.
"Iya juga" kata Disa sambil menganggukan kepala.
"Itu 'kan sekarang, gak tau dulu" balas Yara sambil menatap ke arah Fia sambil mengangkat bahu tak tahu.
"Gue tanya sama lu, dulu sama sekarang lebih canggih mana? Sekarangkan? Orang dulu aja yang punya motor cuma segelintir orang apalagi mobil satu kelurahan cuma satu orang yang punya" jelas Fia dengan raut wajah kesal.
"Emang kejadiannya tahun berapa sih?" tanya Yara kepada Disa.
"Di tahun 2000-an kalau gak salah tapi aku kurang tahu" kata Disa sambil mengingat-ingat.
"Apalagi tahun 2000-an" kata Fia dengan raut wajah malas.
"Hehe, sorry" kata Yara dengan tawa tak jelasnya.
Saat sedang asik-asiknya ngobrol, tiba-tiba ada yang muncul di samping Disa.
"Apa itu!" kaget Disa sambil melonpat di atas meja. Yara yang ada di samping Disa pun ikut terkejut bahkan sampek mendorong Fia hingga terjatuh.
"Woy! Santuy dong! Sakit bokong gue tau gak lu!" Kata Fia dengan raut wajah menahan geram.
"Siapa yang ngagetin mau gue sleding hah! Apa mau mati sekali lagi! Main-main sama gue, gue sleding muka lu ancur tuh muka!" kata Fia yang masih memaki dengan posisi masih sama.
'Si Fia kalau kayak gitu kocak baget' batin Disa sambil menahan tawannya.
"Bhahaha" tawa Yara pecah.
"Apa lu ketawa-tawa mau gue sleding hah!" kata Fia sambil menatap Yara horror.
"Sorry sorry kelepasan gue" kata Yara dan menutupi mulutnya dengan tangan agar suara tawanya tak keluar.
"Siapa Dis?" tanya Fia dengan wajah datarnya.
"Hehe, kak Rita" jawab Disa sambil mengaruk tengkuk lehernya, karena merasa gugup akan tatapan yang di berikan oleh Fia untuknya.
"..." Fia menatap Disa dengan datar.
"Maaf atuh, nama juga kaget" kata Disa dengan wajah memelas.
"Kenapa?" tanya Fia ddngan raut wajah serius.
"Gak tau" kata Disa sambil mengangkat bahu tak tahu.
"Tanya dong Dis" kata Yara sambil menatap Disa malas.
"Oh, iya ya" kata Disa sambil mengaruk kepalannya yang tak gatal.
"Ada apa kak?" tanya Disa sambil menatap ke arah Rita.
'Kalian bisa kan bantu aku?' tanya Rita.
"Emm..." gumam Disa sambil menatap ke arah Yara dan Fia bergantian.
"Bisa kak" kata Disa dengan senyum manisnya.
'Makasih' kata sosok Rita setelah itu hilang entah kemana.
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia deng
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d