Home / Romansa / DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH / CHAPTER 19. BAYANG PENGKHIANATAN

Share

CHAPTER 19. BAYANG PENGKHIANATAN

Author: Selena Vyera
last update Last Updated: 2025-06-24 19:30:06

Beberapa bidak hanya diam di papan.

Tapi di tangan yang salah... diam pun bisa mematikan.

Velmora Selatan—

Cahaya biru dari layar monitor memantul di wajah Ronald Xavier yang dingin.

Di ruang kontrol bawah tanah Xavier—tersembunyi di balik lorong baja—hanya ada suara gemerisik kabel dan dengungan listrik.

Di hadapannya, rekaman dari ruang negosiasi kembali diputar.

Adegan Helena Morgan menerobos masuk, menendang meja, dan tanpa rasa takut menantang otoritasnya di jantung wilayah Xavier.

Mata Ronald menyipit. Amarahnya membara di balik dingin yang ia pertahankan dengan presisi.

Ia bukan pria yang meledak dalam emosi. Ia menghancurkan dengan strategi. Dengan diam. Dengan presisi.

“Helena Morgan…” bisiknya lirih.

Ia memutar ulang bagian saat David Morgan berdiri menahan Helena, membatalkan negosiasi, lal
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 80. PELUKAN YANG TAK PERNAH SEMBUH

    Malam itu, Helena duduk di sisi ranjang, masih menggenggam jemari Kevin yang baru saja tadi bergerak. Kevin membuka matanya lebih lebar. Napasnya masih berat, tapi tatapannya mulai jelas. “Kau benar-benar di sini,” gumam Kevin parau, seperti mengucapkan nama Tuhan dengan rasa takut dan rindu. Helena tak menjawab. Ia hanya menunduk, lalu meletakkan dahinya di dada Kevin yang hangat. “Aku takut kau tidak akan kembali lagi,” bisik Helena. Kevin berusaha mengangkat tangannya, meski lemah, lalu menyentuh belakang kepala Helena dengan gerakan pelan. “Kalau kau tidak datang,” bisiknya, “kukira aku akan pergi... selamanya.” Helena menarik wajahnya perlahan. Mereka saling menatap. Terlalu dekat. Terlalu terbuka. “Jangan pernah ucapkan itu lagi,” suara Helena parau. “Kalau kau pergi selamanya, aku...”

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 79. JEDA SEBELUM TUSUKAN

    Cahaya pagi belum benar-benar menembus jendela kaca buram ruang rawat utama Blackstone.Aroma antiseptik masih kental, menyatu dengan bau darah dan waktu yang tak bergerak.David Morgan terbaring di atas ranjang. Kedua matanya terbuka, menatap langit-langit.Nafasnya pelan, tapi stabil. Jemarinya sudah bisa mengepal, walau belum penuh tenaga.Dendy berdiri di sisi ranjang, membelakangi jendela. Diam. Tegap. Seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkan David—bahkan saat maut nyaris mengambil alih.David mengedip sekali. Lalu memutar kepala perlahan menatap mata sahabatnya.“Sylvania, Bicara apa?”Diam mengeras sejenak.Dendy menghela napas pelan. “Sudah kutemui.”“Dia muncul sebagai ‘penyintas’ dari reruntuhan Xavier. Bawa folder penuh peta, jalur suplai dari barat laut, dan klaim pasukan cadangan yang dulu pernah kulatih.”David mengernyit. “Dia tawarkan aliansi?”“Bukan aliansi. Di

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 78. LUKA BERBIBIR RACUN

    Gudang tua di Velmora Selatan berdiri sunyi dalam kabut dan bau oli yang pekat.Di dalamnya, satu meja panjang dari baja berdiri di tengah ruangan.Dendy Alexander melangkah masuk.Langkahnya tenang, presisi. Tanpa pengawal. Tanpa suara.Sylvania berdiri di ujung meja.Gaun gelapnya menyatu dengan bayangan.Bibir merahnya melengkung seperti ancaman manis.Rambutnya digelung rapi, lehernya terbuka, seperti menawarkan kelemahan. Tengkuk tertatto lambang resmi keluarga Xavier.“Dendy,” sapa Sylvania lembut.“Kau datang juga.”Dendy tak menjawab.Ia menarik kursi, duduk. Meja baja menjadi jarak dingin di antara mereka.“Langsung saja.”katanya datar.Sylvania tersenyum kecil.Tangannya bergerak membuka folder berisi peta digital.“Jika David jatuh, semuanya runtuh. Kau tahu itu. Aku punya jalur suplai. Aku punya pasukan. Dan aku punya… kelemahan yang mere

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 77. DINDING YANG MENGINTIP API

    Lorong-lorong Blackstone tak pernah benar-benar tidur.Tapi malam ini, langkah Helena terasa seperti bunyi pengkhianatan yang disembunyikan dalam bisikan.Ia melangkah diam-diam keluar dari ruang rawat David.Pintu ia tutup setengah, cukup agar suara derit tak terdengar oleh siapa pun.Cahaya redup dari lampu dinding menyentuh sisi wajahnya, tapi tak bisa menembus kegelapan yang tumbuh di dadanya.Langkahnya pelan menuruni tangga darurat menuju lantai empat. Nafasnya pelan, tapi dada bergolak.Ruang taktis Blackstone menyala dari balik kaca mat dobel baja. Panel kontrol aktif.Proyeksi peta menyala biru pucat di dinding. Di tengah ruangan, Dendy berdiri membelakangi pintu.Helena bersembunyi di balik dinding setengah terbuka.Ia tak tahu kenapa ia di sini. Mungkin ingin tahu. Mungkin ingin memastikan.Atau mungkin—ia ingin membuktikan bahwa rasa curiganya bukan luka kosong."...Kalau d

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 76. CIUMAN LAMA

    Lorong lantai lima belas Blackstone tak berubah. Tapi langkah Helena… tak lagi sama. Cahaya lampu langit-langit memantul di ubin putih, terang tapi tak hangat. Bau disinfektan menempel di hidung. Tapi yang paling menusuk… adalah sepi yang merayap dari balik pintu terbuka itu. Helena berdiri di ambang ruang rawat David. Hening. Langkahnya tertahan. Dunia terasa mengambang. Jari-jarinya yang selama ini sigap membungkus pistol, kini hanya gemetar menahan emosi yang membusuk di tulang. Ia menarik napas, lalu menghembuskannya sepelan mungkin. Suara napas sendiri kadang bisa terdengar seperti pengkhianatan. Masih hidup, bisiknya dalam hati. Kau masih di sini. Langkahnya pelan memasuki ruangan. Seolah jika terlalu cepat… sesuatu akan

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 75. AKU MASIH DISINI

    Bukan darah yang menahannya. Bukan luka.Tapi satu alasan: agar dia tetap bisa bilang… aku masih di sini.Lampu-lampu langit-langit di Lantai 15 Blackstone menyala konstan—terlalu konstan. Dingin. Terang. Tak kenal waktu. Tapi dada Helena… masih gelap.Tak ada suara tangis. Tak ada jeritan. Tapi waktu terasa seperti menahan napas bersamanya.Helena duduk di lantai luar ruang intensif. Punggungnya bersandar ke dinding, lutut dilipat, dagu bertumpu.Jaketnya terlepas entah ke mana. Keringat dingin menggantikan rasa takut.Di balik dinding kaca buram itu—dua pria sedang bertarung. Bukan di medan perang. Tapi di atas meja bedah.David Morgan. Kevin Xavier.Suara mesin EKG terdengar samar. Nada monoton. Nada hidup. Tapi bagi Helena, setiap bunyi seperti cambuk di rongga dadanya.Wolf duduk tak jauh dari Helena. Tegak. Tangannya bertaut di pangkuan. Satu kaki menggoyang pelan, cemas terselubung dalam dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status