Beranda / Romansa / DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH / CHAPTER 20. DARAH DI ANTARA DUA JALAN

Share

CHAPTER 20. DARAH DI ANTARA DUA JALAN

Penulis: Selena Vyera
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-24 20:00:44

Ada nyawa yang diselamatkan bukan karena cinta—tapi karena pilihan yang lebih berbahaya dari kematian itu sendiri.

Beberapa kilometer dari rute konvoi, Kevin Xavier duduk sendirian di dalam mobil hitam tanpa plat.

Mesin mati. Lampu dimatikan. Hanya suara detak jam di dasbor yang terdengar.

Dari kejauhan, suara ban kendaraan Morgan menggema—formasi konvoi khas yang ia kenali bahkan dalam gelap.

Ia tahu Helena dalam konvoi itu karena sejak malam negosiasi kacau, sejak Helena berani berdiri melawan Ronald, Kevin bisa mencium aroma bahaya yang belum sempat meledak—dan ia yakin Ronald tak akan membiarkan konvoi itu lewat tanpa meninggalkan luka.

Ronald tak pernah melepaskan sesuatu yang melukai egonya... apalagi seorang Morgan.

Kevin menyandarkan kepala ke sandaran kursi, matanya tak lepas dari layar kecil di tangannya—perangkat pelacak frekuensi thermal.

Ia menanamnya dua hari lalu d
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 82. DINGIN SEBELUM API

    Sudah beberapa hari sejak malam berdarah di Velvenne.Luka-luka mereka belum sepenuhnya sembuh, tapi waktu di Blackstone tak pernah memberi ruang untuk pemulihan total.Dunia bawah tanah terus bergerak—dan mereka harus tetap berada di dalam pusaran itu.Kevin Xavier duduk bersandar di sisi barat ruang taktis. Bahunya masih dibalut. Luka dari eksekutor Tristan sudah mulai menutup, tapi nyerinya menetap seperti dendam.David Morgan berdiri di depan layar digital besar. Jasnya hitam pekat, membungkus perban yang menutupi luka dalam di perutnya. Wajahnya masih pucat. Tapi sorot matanya tetap setajam bayangan yang tak mau menghilang.Dendy Alexander masuk paling akhir. Jaket panjangnya bersih, tapi sisi kanan dada masih menunjukkan sedikit kekakuan—sisa dari luka malam itu.Tak satu pun dari mereka membahas darah yang belum kering sempurna. Tapi atmosfer ruangan cukup tebal untuk membuat siapa pun sulit b

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 81. JEDA DI ANTARA DUA PELURU

    Pintu ruang pemulihan itu tidak terbuka lebar. Tapi cukup untuk mengubah suhu udara di dalam. Kevin Xavier masih terbaring dan Helena Morgan memeluknya di sisi nya. Dan saat suara langkah berat mendekat, ia tidak berpaling ke arah pintu. Ia tetap menatap Helena. Seolah hanya dia yang bisa meredam napasnya yang sejak tadi tidak pernah benar-benar tenang. Dan di ambang pintu—dengan bahu lebar dan aura yang terlalu senyap untuk dianggap biasa—berdiri Dendy Alexander. Tidak bicara. Tidak tersenyum. Hanya tatapan gelap yang menyeberang ruangan, menembus batas antara waktu, luka, dan dua pria yang sama-sama tak ingin kalah. Helena menoleh perlahan. Napasnya tidak panik. Tidak juga gentar. Tapi jantungnya tahu: ruang ini tidak lagi netral. Dendy mengangguk tipis. "Aku tidak ingin mengganggu," suaranya dalam, tenang, seperti selalu.

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 80. PELUKAN YANG TAK PERNAH SEMBUH

    Malam itu, Helena duduk di sisi ranjang, masih menggenggam jemari Kevin yang baru saja tadi bergerak. Kevin membuka matanya lebih lebar. Napasnya masih berat, tapi tatapannya mulai jelas. “Kau benar-benar di sini,” gumam Kevin parau, seperti mengucapkan nama Tuhan dengan rasa takut dan rindu. Helena tak menjawab. Ia hanya menunduk, lalu meletakkan dahinya di dada Kevin yang hangat. “Aku takut kau tidak akan kembali lagi,” bisik Helena. Kevin berusaha mengangkat tangannya, meski lemah, lalu menyentuh belakang kepala Helena dengan gerakan pelan. “Kalau kau tidak datang,” bisiknya, “kukira aku akan pergi... selamanya.” Helena menarik wajahnya perlahan. Mereka saling menatap. Terlalu dekat. Terlalu terbuka. “Jangan pernah ucapkan itu lagi,” suara Helena parau. “Kalau kau pergi selamanya, aku...”

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 79. JEDA SEBELUM TUSUKAN

    Cahaya pagi belum benar-benar menembus jendela kaca buram ruang rawat utama Blackstone.Aroma antiseptik masih kental, menyatu dengan bau darah dan waktu yang tak bergerak.David Morgan terbaring di atas ranjang. Kedua matanya terbuka, menatap langit-langit.Nafasnya pelan, tapi stabil. Jemarinya sudah bisa mengepal, walau belum penuh tenaga.Dendy berdiri di sisi ranjang, membelakangi jendela. Diam. Tegap. Seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkan David—bahkan saat maut nyaris mengambil alih.David mengedip sekali. Lalu memutar kepala perlahan menatap mata sahabatnya.“Sylvania, Bicara apa?”Diam mengeras sejenak.Dendy menghela napas pelan. “Sudah kutemui.”“Dia muncul sebagai ‘penyintas’ dari reruntuhan Xavier. Bawa folder penuh peta, jalur suplai dari barat laut, dan klaim pasukan cadangan yang dulu pernah kulatih.”David mengernyit. “Dia tawarkan aliansi?”“Bukan aliansi. Di

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 78. LUKA BERBIBIR RACUN

    Gudang tua di Velmora Selatan berdiri sunyi dalam kabut dan bau oli yang pekat.Di dalamnya, satu meja panjang dari baja berdiri di tengah ruangan.Dendy Alexander melangkah masuk.Langkahnya tenang, presisi. Tanpa pengawal. Tanpa suara.Sylvania berdiri di ujung meja.Gaun gelapnya menyatu dengan bayangan.Bibir merahnya melengkung seperti ancaman manis.Rambutnya digelung rapi, lehernya terbuka, seperti menawarkan kelemahan. Tengkuk tertatto lambang resmi keluarga Xavier.“Dendy,” sapa Sylvania lembut.“Kau datang juga.”Dendy tak menjawab.Ia menarik kursi, duduk. Meja baja menjadi jarak dingin di antara mereka.“Langsung saja.”katanya datar.Sylvania tersenyum kecil.Tangannya bergerak membuka folder berisi peta digital.“Jika David jatuh, semuanya runtuh. Kau tahu itu. Aku punya jalur suplai. Aku punya pasukan. Dan aku punya… kelemahan yang mere

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 77. DINDING YANG MENGINTIP API

    Lorong-lorong Blackstone tak pernah benar-benar tidur.Tapi malam ini, langkah Helena terasa seperti bunyi pengkhianatan yang disembunyikan dalam bisikan.Ia melangkah diam-diam keluar dari ruang rawat David.Pintu ia tutup setengah, cukup agar suara derit tak terdengar oleh siapa pun.Cahaya redup dari lampu dinding menyentuh sisi wajahnya, tapi tak bisa menembus kegelapan yang tumbuh di dadanya.Langkahnya pelan menuruni tangga darurat menuju lantai empat. Nafasnya pelan, tapi dada bergolak.Ruang taktis Blackstone menyala dari balik kaca mat dobel baja. Panel kontrol aktif.Proyeksi peta menyala biru pucat di dinding. Di tengah ruangan, Dendy berdiri membelakangi pintu.Helena bersembunyi di balik dinding setengah terbuka.Ia tak tahu kenapa ia di sini. Mungkin ingin tahu. Mungkin ingin memastikan.Atau mungkin—ia ingin membuktikan bahwa rasa curiganya bukan luka kosong."...Kalau d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status