Share

Surat Ancaman Kedua

Author: DEAR GREEN
last update Last Updated: 2023-02-10 13:14:59

“Aaaa … Elena, stop! Aaakk!”

Leherku terasa sakit, napasku mulai sesak. Sekuat tenaga, aku berontak untuk lepas dari cekikannya. “Haaaa!!!”

Ternyata itu hanya mimpi. Tubuhku berkeringat dan napasku terengah. “Argh! Mimpi si*lan!”

Aku pun bangun dari tempat tidur untuk merenggangkan otot-ototku. Tak lama, terdengar suara ketukan pintu. Tak menungguku membukanya, Detektif Toni langsung membuka pintu kamarku seenaknya. Ia memperhatikan seisi kamar yang berserakan dan kotor akibat ulahku merayakan kebebasan tadi malam.

“Aku tidak bisa tidur tadi malam.” Aku berdusta. Tidurku semalam benar-benar nyenyak. Hanya mimpi si*alan itu saja yang mengacaukan ketenanganku. Bahkan, saking nyenyaknya, aku sampai tidak mengontrol posisi badanku yang mengakibatkan ototku jadi kaku.

“Hmm. Saya paham,” ucapnya sambil mengangguk.

Setelah membersihkan diri, aku dan detektif Toni ngobrol di ruang tamu.

“Saya ingin memberi tahu, bahwa kemungkinan besar darah dalam ruang tamu itu memang milik istri anda,” ungkapnya.

Aku menunduk lemah. Meski pun aku merasa bebas, dari lubuk hati paling dalam, aku sedikit merasa miris bahwa kematian Elena harus setragis ini.

“Saya melihat ada banyak cangkir dan gelas, tapi kenapa dia menggunakan gelas pasangan khusus yang digunakan ketika bersama anda? Apa ada orang lain yang hubungannya juga akrab dengan istri anda?”

“Kalau masalah itu, aku sendiri tidak yakin,” ucapku sambil terus berpikir.

Ting Tong … Ting Tong.

Bel rumahku berbunyi. Aku melirik ke arah detektif Toni.

“Anda harus bersikap seperti biasa,” perintahnya.

Aku pun mengangguk kemudian berdiri dan perlahan menghampiri ke layar monitor pintu rumah. Ternyata pasangan tetangga sebelah yang datang. Aku pun langsung keluar, membuka pagar lalu menyapa mereka berdua.

“Ada apa?”

“Begini, apa terjadi sesuatu?” tanya wanita tua itu.

Meski sempat bingung dengan pertanyaan yang diutarakannya, aku menahan ekspresi kagetku dengan baik. “Terjadi apa? Gak ada terjadi apa-apa.” Seperti kata Detektif Toni, aku harus tenang.

“Kalau ada waktu luang, datanglah ke rumah kami untuk makan Bersama. Belakang ini aku senang memasak seafood saus padang dengan porsi banyak, kalau hanya kami berdua yang makan porsinya terlalu sedikit,” tawarnya.

“Istriku memang begitu, sering sekali dia memasak dengan porsi banyak,” imbuh suami mudanya.

Aku tersenyum, mencoba menghargai ajakan baik mereka. “Baiklah, kapan-kapan jika ada waktu akan kami sempatkan. Apa ada sesuatu lagi?”

Dua orang itu kemudian menatap sebuah amplop dan menyerahkannya ke hadapanku. “Oh, ini. Sepertinya surat ini salah kirim ke rumahku.”

“Terima kasih. Aku akan membacanya di dalam.” Aku mengambil surat itu. Ada kode A31 di sudut kanan bawah amplop tersebut. Jantungku berdegup kencang.

‘Kode yang sama dengan surat yang kemarin.’

“Kalau butuh bantuan lain, katakan saja!” tawar pria muda bertubuh atletis itu.

Aku tak menghiraukan apa yang diucapkannya. Seketika aku panik, tanganku sedikit gemetar memegang amplop itu.

“Bukankah tetangga lebih baik dari pada saudara?” cerocos wanita tua itu sambil tersenyum dan memutar badan untuk segera pulang.

Setelah memastikan mereka telah pergi, aku segera berlari masuk ke dalam rumah, dan menyerahkan amplop surat itu pada Detektif Toni. Dia melihat ada kode A31 pada amplop dan menatapku seolah mengerti.

Aku dan timnya Detektif Toni duduk melingkar di sofa ruang tamu untuk membuka surat itu bersama. Perlahan aku keluarkan kertas di dalamnya.

[Kamu sudah lapor polisi, dan memutuskan untuk tidak memberikan tebusan itu? Baguslah. Kalau begitu aku akan membunuh istrimu!]

Terdapat bercak darah pada kertas itu.

Deg!

Aku bingung dan panik, entah kenapa hatiku berubah. Aku yang awalnya sangat ingin membunuh Elena, tapi ketika mendapatkan surat seperti ini, entah kenapa dadaku terasa sesak.

Aku memeriksa kembali isi amplop itu, ternyata ada kuku istriku yang penuh darah. Aku terkesiap, mulutku menganga lebar. “I-itu kuku istriku.” Suaraku gemetar mengucapkannya.

“Tenang, jangan pesimis dulu, kalau dia sudah membunuh istrimu, dia tidak akan mengancammu lagi.” Detektif Toni menenangkanku.

“Bagaimana kalau dia sudah membunuh istriku?” Aku membalas tatapan Detektif Toni dengan rasa putus asa.

Aku menelpon ke restoran untuk memberitahukan kepada karyawanku kalau aku tidak bisa datang dan meminta yang lain untuk menggantikanku meracik kopi. Aku berharap Jessica pun mendengar kabar ini.

Setelahnya, aku bersama tim detektif memeriksa CCTV di sekitar komplek rumahku. Kami tidak melihat ada yang aneh. Istriku melakukan kegiatan seperti Ibu Rumah Tangga pada umumnya.

“Gak ada yang aneh, semuanya terlihat biasa saja,” ucap Detektif Rian.

Aku menarik napas berat mendengar ucapannya.

“Sepertinya pelaku sangat hafal dengan situasi sekitar sini karena dia tak terlihat dalam CCTV sama sekali,” imbuh Detektif Toni.

Detektif Rian kemudian berujar. “Kalau gitu kita tanya sama CCTV berjalan saja.”

Detektif Toni lalu beranjak meninggalkanku. Ia sepertinya akan menginterogasi tetanggaku, wanita tua yang bernama Rika. Samar-samar, aku mendengar Detektif Toni bertanya hal dasar mengenai hubungan kami dengan para tetangga. Namun, ketika Detektif Toni bertanya lebih lanjut, reaksi Rika membuat kami semua mengerutkan dahinya bingung.

“Ah, lebih baik jangan menggali kehidupan pasangan suami istri orang lain terlalu dalam, bisa terluka jika ada kesalahan.”

Wanita itu kemudian berlari kecil meninggalkan Detektif Toni dan rekannya yang kebingungan dengan maksud ucapanya. Aku pun kembali masuk ke rumah, sedangkan kedua detektif itu kembali ke kantor.

Sementara itu di situs sosial media milik Elena, ada seseorang yang berkomentar menggunakan foto ancaman yang baru aku terima hari ini. Nama akunnya A31.

[Suami yang membuang istrinya sendiri] seketika itu sejagat dunia maya pun heboh. Aku yakin itu ulah si penculik.

Tak membutuhkan waktu lama, rumahku sudah dipenuhi oleh reporter dan wartawan, mereka berbondong-bondong menunggu informasi dariku, sedangkan para netizen sejagat raya sudah mencaci makiku akibat ulah orang tak bertanggung jawab itu.

Aku mondar mandir di dalam kamar, kepalaku pusing.

“Kenapa masalahnya jadi begini?”

Tiba-tiba Kakak ku menelepon. Dia langsung nyerocos gak karuan mendengar berita adik iparnya diculik.

Keluargaku memang sangat menyayangi Elena, mereka pasti sangat khawatir mendengar berita ini, terutama keponakanku, Sheza. Dia sudah menganggap Elena seperti ibunya sendiri.

“Kakak gak perlu khawatir. Semua sudah diurus polisi.” Aku pun mengakhiri sambungan telepon dengan Kakak ku dari pada kami terus berdebat. Dia memang orang yang keras kepala.

Aku merebahkan tubuhku diatas kasur. Mengabaikan keributan para reporter diluar.

‘Kalau memang benar istriku gak kembali lagi ….’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DI BALIK MENGHILANGNYA ISTRIKU   Sampai Maut Memisahkan (TAMAT)

    POV Bastian.“Aku pulang..” Elena masuk ke dalam toko ayam goreng sekaligus rumah yang selama ini Ibuku dan Kak Vira tinggali. Setelah kejadian itu, dan rumah kami terbakar, aku dan Elena pun menumpang tinggal disini.Hari ini jadwal terapi Elena, syaraf kirinya yang tertusuk mengakibat kaki kirinya lumpuh dan harus menjalani terapi agar bisa berjalan normal kembali. Dia selalu pergi ke rumah sakit sendiri, karena aku sibuk membantu Ibu dan Kak Vira mengurus toko. Istriku itu memang keras kepala, tidak mau merepotkan siapa pun dan merasa bisa menanganinya sendiri.“Kamu sudah berusaha keras, Elena. Bagaimana hasilnya hari ini?” tanya Kak Vira.“Kata dokter sudah mulai bisa berjalan tanpa kruk, apalagi jika aku rajin melakukan pengobatan beberapa hari lagi.” Elena menjawab sambil berjalan susah payah menggunakan kruk. Ibu dan Kak Vira yang sedang meracik bumbu untuk ayam goreng tersenyum senang.“Aku akan ikut membantu,” ujar Elena menghampiri.“Jangan!”“Tidak usah!”Bruk!Elena menab

  • DI BALIK MENGHILANGNYA ISTRIKU   Ujung Pengakhiran

    Toni menyadari bahwa istrinya tengah melamun. Sejak tadi dia menatap bola baseball itu sambil memutar-mutarnya di tangan.“Novelmu itu…” Toni menggantung kalimatnya, membuat Mita mendongak. Pandangannya beralih dari bola kepada suaminya yang sedang berdiri memperhatikannya sambil bersandar di pilar dekat pintu masuk. “Cukup bagus..” sambung Toni sambil menyunggingkan senyum.Senyum yang selama ini tak pernah dilihat oleh Mita. Dia merindukannya sejak lama, dan hari ini suaminya berhasil membuatnya tersenyum juga atas pujiannya itu.Toni masih mempertahankan senyumnya, apalagi melihat Mita tersipu malu. Dia tulus, dia sadar selama ini dia terlalu keras pada Mita. Terlalu pelit dengan perhatian dan setitik senyum dari bibirnya.“Tapi.. bisakah kau mengubah nama penanya? Bukan ibu rumah tangga yang ingin menjadi penulis, tapi ibu rumah tangga yang telah menjadi penulis.”Mendengar itu, bibir Mita yang tadinya melengkung keatas membentuk senyum, mendadak melengkung ke bawah. Dia terharu

  • DI BALIK MENGHILANGNYA ISTRIKU   Saling Membutuhkan

    "Bukankah kamu pernah bilang, pacarmu membutuhkan uang untuk operasi?"Elena masih memaksa dan bersikeras atas kehendaknya. Sedangkan Raffi terhenyak, dia maaih bingung."Aku ingin membantumu," sambung Elena, dengan tatapan mata yang lebih serius. Dia tidak bercanda. Dia ingin dirinya diculik dan Raffi harus membantunya.Atas tawaran yang diberikan Elena, Raffi pun tergiur. Dia mengambil kesempatan ini untuk membantu membiayai pengobatan sang pacar.Aksi pun dimulai. Dengan ragu, Raffi menuruti Elena membawakan kain berwarna putih. Tangannya gemetar, dia tidak bisa melakukannya."Berikan padaku! Biar aku yang melakukannya sendiri!" Elena merebut kain itu lalu menutupkan matanya. Tangannya beralih ke belakang, lalu mengisyaratkan pasa Raffi untuk segera mengikatnya. Sebuah senyuman terbentuk dari bibir Elena remaja. Dia puas, merasa sandiwara ini nantinya akan berhasil mewujudkan keinginannya untuk pergi jauh dari hubungan rumit kedua orang tuanya.'Aku akan mengingatnya, hari ini seb

  • DI BALIK MENGHILANGNYA ISTRIKU   Pilihan yang Menggiurkan

    Elena Valencia Adiyatma..!" Detektif Toni memanggi nama lengkap wanita yang tengah susah payah berjalan menggunakan alat bantu. Elena, semenjak kejadian penculikan dan kebakaran rumah tiga bulan lalu, dia mengalami trauma dan cacat sementara pada kaki kirinya yang menyebabkan dirinya tak mampu berjalan sempurna.Detektif Toni berjalan mendekat, Elena tersenyum menyambut kedatangan pria yang terus berhubungan dengannya, mengamatinya sejak awal pertama kasus sandiwara penculikan dirinya."Detektif Toni..." Elena menyapa.Lalu merea duduk di taman rumah sakit. Elana tak banyak bicara, dia hanya akan menjawab jika ditanya. Beberapa menit suasana hening tanpa adanya pembicaraan."Ada satu pikiran yang selalu ada di otakku," ucap Pak Toni membuka pembicaraan.Elena mengalihkan pandangan pada pria yang berbicara di sebelahnya. "Kamu yang membantu Melisa dan Andre melarikan diri, kan?" Terus terang Toni. Dia memang bukan tipe orang yang suka basa basi.Elena tertawa. "Masalah ini lagi?" Ele

  • DI BALIK MENGHILANGNYA ISTRIKU   Tiga Bulan Kemudian

    "Aku ingin membakar rumah ini.." Elena membakar kain gorden rumahnya untuk mengalihkan perhatian sang Ibu pada waktu itu, namun Kak Raffi, guru les privatnya, mencegah dan segera mematikan api sebelum menyebar terlalu besar.Mulai saat itu, Elena merencanakan sandiwara penculikan bersama Raffi dengan imbalan uang untuk berobat pacarnya yang sedang menderita kanker."Apakah kamu bisa melihat kupu-kupu berusaha keras demi bisa terbang?" Elena bertanya sambil melihag kupu-kupu yang hinggap di jendela bus yang mereka tumpangi.Mereka berdua pergi tanpa tujuan, asalkan pergi saja dari rumah dan menghilang."Tapi menurutku, dia berusaha untuk tidak terbang dan kembali pulang.." Elena melihat hewan itu mirip dengannya.Kebebasan tak pernah dia rasakan. Semua tentang hidupnya diatur oleh orang tuanya. Cita-cita, cinta, dan apapun itu. Sehingga saat itu Elena menberontak, terutama dia melihat Ibunya berselingkuh. Hidupnya ibarat terombang ambing diatas ombak lautan."Tidak ada yang tau sebera

  • DI BALIK MENGHILANGNYA ISTRIKU   Membakar Rasa Sakit

    "Suamiku... akhirnya kamu datang.." Elena tersenyum dengan sisa tenaganya."Aku... aku datang dengan otak bodohku ini.." Bastian menunjuk dirinya sendiri sambil memberikan sebuah kode melalui tangannya.Bastian menunjukkan jari manisnya kemudian mengacungkan ibu jarinya. Memberitahu Elena bahwa dia tersadar keberadaan istrinya ketika melihat cincin pernikahan yang dikenakan Elena.Elena tersenyum puas. Wajahnya semakin pucat tak berdaya."Akhirnya aku yang memenangkan taruhan ini, kan?" Elena menatap Melisa dengan senyuman mengejek.Wanuta berambut sebahu itu masih bertahan dengan korek yang menyala di tangannya."Aku rasa.. kalian berdua sangat ingin saling membunuh. Tidak bisakag menjadi lebib jujur? Kalian hanya takut melukai harga diri kalian, kan?" Melisa menyeringai."Maka tidak berani mengakui jika salah pilih. Makanya kalian seperti ini.." sambungnya sambil terus bergantian menatap Elena dan Bastian."Tapi... memangnya kenapa?" Bastian menyela. "Bukankah semua orang seperti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status