"Aku berada di zona nyaman dan tidak pernah mengalami kesulitan yang berarti. Hingga, rasa jenuh itu muncul, Lus. Dari sanalah semua ini terjadi. Aku salah, dan menyesal." Sebuah pengakuan yang menghantam kenyataan, membuat hati Lusi hancur berkeping-keping. Suami yang dikira setia dan menyayangi, ternyata tidak lebih dari pengkhianat sejati. Raka telah melukai pernikahan sakral dengan Lusi selama 12 tahun. Dia tega berselingkuh dengan Mila, sahabat Lusi sendiri. Iri dan dengki sudah menguasai hati Mila, membuatnya berani merebut suami sahabat sendiri. Dia pikir bisa merebut segalanya dari Lusi, hanya saja Mila salah kira. Karena, Raka bukanlah siapa-siapa tanpa Lusi. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Apa yang akan Lusi lakukan pada sepasang pengkhianat itu? Lalu, mungkinkah Mila dan Raka bahagia?
Lihat lebih banyak"Lus, kenalkan. Dia calon suamiku."
Alis Lusi bertaut kencang ketika mendengar Mila memperkenalkan seorang pria di hadapan sebagai calon suaminya. Daging merah di dalam dadanya berdenyut keras mendapati sosok pria yang sedang berdiri mematung di sana.
Suara Lusi pun terasa tersekat di tenggorokan. Matanya berubah nanar melihat pria yang hanya diam memandangnya dengan tatapan yang tak dapat ia artikan. Sungguh, ini bagaikan mimpi buruk bagi Lusi.
Pijakan Lusi di atas bumi ini seperti berputar dan suara Mila seakan makin menjauh dari pendengaran wanita itu.
'Tuhan, jika ini hanya mimpi buruk, tolong biarkan aku terjaga.' Lusi membatin dengan perasaan yang penuh kegundahan.
"Kamu kenal dia, kan?" tanya Mila. "Dia Mas Raka, suamimu," ucapnya sembari tersenyum. Ia melontarkan kalimat itu tanpa rasa bersalah.
Jelas saja Lusi kenal dengan pria itu!
Dulu, Lusi akan ikut senang jika Mila tersenyum seperti itu. Karena, dia adalah sahabatnya. Ya, orang yang Lusi sayangi setelah keluarganya.
Akan tetapi, apa ini?
Kenapa Mila menyuruhnya datang dan malah memperkenalkan Raka sebagai calon suaminya? Mungkinkah ini hanya prank, seperti yang sering dia lakukan saat hari ulang tahun Lusi? Pertanyaan itu berputar-putar di benak Lusi.
Akan tetapi sekali lagi, hari ini bukan hari bertambahnya umur Lusi. Lantas, apa arti ini semua? Wanita itu berusaha menarik kedua sudut bibirnya ke atas melihat kedua orang di hadapannya bergiliran. Dipandanginya Raka yang masih terdiam dengan tatapan sama.
Apa yang pria itu pikirkan sampai melihat Lusi dengan sorot mata ambigu seperti itu?
"Jangan bercanda deh, Mil," ujar Lusi. "Kamu mau buat prank apa lagi? Mas Raka itu suamiku. Mana mungkin dia jadi suamimu?" Ia berusaha mengontrol keadaan. Berharap semua yang diucapkan Mila benar-benar hanya sebuah lelucon.
Namun, wajah Mila berubah serius dan tatapannya begitu tajam. Hingga terlihat seringaian yang membuat tubuh Lusi tiba-tiba bergidik.
"Mungkin saja, Lus. Karena, aku sedang hamil anaknya. Kami akan segera melangsungkan pernikahan."
Senyum Lusi langsung luntur mendengar kata hamil yang Mila ucapkan. Dada wanita itu seketika saja terasa sesak melihat Mila menggelayut mesra di lengan suaminya. Air mata yang tak pernah diundang seketika saja hadir, hingga tanpa sadar telah mengalir, membasahi pipinya.
"Ka-kalian ...." Tangan Lusi bergetar menunjuk dua orang itu.
Kepala wanita itu terasa berputar-putar dengan dada yang kian sesak.
Ini nyata.
Sebuah kejadian yang tak pernah terlintas di benak Lusi. Bahkan terbayang di dalam mimpi sekali pun tidak pernah!
Tangis Lusi semakin menjadi. Ada air mata dan emosi yang berlomba untuk dikeluarkan.
'Kenapa dua orang ini tega berkhianat? Kenapa?!"
Segala tanya mulai memenuhi otak Lusi, hingga rasanya emosinya tak bisa terbendung lagi.
Ditatapnya Raka dengan penuh tanda tanya. "Katakan kalau semua ini tidak benar, Mas. Katakan!" sentaknya.
Lusi menjerit di ruangan kerja milik Mila.
Sungguh, dia tak kuasa lagi menahan sakitnya. Ini sebuah musibah yang akan merusak hidupnya dan juga anaknya.
Sahabat yang disayangi dan suami yang selalu dipercayai, keduanya menusuk Lusi dari belakang!
Satu jalang dan pria brengsek itu membuat jantung Lusi terasa tertusuk ribuan belati. Dia merasa seakan mati berdiri melihat mereka tersenyum di atas ketidakberdayaannya.
"Katakan, Mas!" Lagi-lagi Lusi menjerit histeris. Dia tidak peduli lagi dengan tatapan Mila yang terlihat puas mengejeknya.
Lusi hanya butuh jawaban dari Raka. Jika benar apa yang akan terjadi pada rumah tangga mereka.
'Tuhan, apa yang harus aku lakukan?' Lusi membatin. "Mas ...," lirihnya.
"Maafkan aku, Lus. Tapi, aku harus menikahi Mila," ujar Raka yang akhirnya bersuara.
Suara itu terdengar parau, tapi ekspresinya sangat datar.
Lusi menatap pria itu dengan nanar. Hati wanita itu terasa teriris-iris. Sungguh, dia harap semua hanya mimpi buruk.
"Kenapa kamu tega, Mas? Apa kurangnya aku?" tanya Lusi yang sudah tidak bisa lagi membendung air mata.
Terlihat Mila terkekeh sembari menatap Lusi dengan tatapan sinis. Ekspresi yang tidak pernah terlihat selama menjadi sahabat.
"Tidak ada, Lus. Aku hanya ingin menikahi Mila. Aku harap kamu bisa mengerti," jawab suaminya enteng. Kali ini terlihat sorot mata yang meredup, tapi air mukanya masih tetap datar.
Lusi seperti melihat sosok lain dari Raka.
Dia pria yang begitu lembut dan perhatian. Selama menikah dengannya, tak pernah Raka berlaku kasar. Lantas apa alasannya sampai pria itu harus selingkuh dengan sahabat istrinya sendiri?
"Di bagian mana aku harus mengerti hubungan kalian, Mas? Kamu suamiku, dan dia temanku! Harusnya kalian yang paham posisi masing-masing! Kenapa kalian bermain gila di belakangku! Apa salahku?!" bentak Lusi hingga membuat Mila tersentak kaget.
Wanita pengkhianat itu bersembunyi di belakang Raka.
Namun, itu kok membuat Lusi geram. Dia maju dan hendak meraih Mila. Tangannya bergetar dan ingin mencakar wajah polosnya yang ternyata sebuah topeng iblis.
Mila menjerit-jerit dan mengindari Lusi.
Tubuh Lusi itu terhempas kala Raka mendorongnya menjauh dari wanita jalang itu.
"Hentikan, Lusi! Kamu tidak berhak menyakiti Mila!" bentak pria itu hingga membuat air mata Lusi kembali berderai.
Selama pernikahan, baru kali ini Raka membentak Lusi. Hati yang sudah terluka, semakin menganga karena perlakuannya. Kenapa suaminya bisa berubah seperti ini? Di mana janji setia yang sudah dia ikrarkan di depan penghulu dulu?
Lusi bangkit dengan sisa-sisa tenaga. Menatap nyalang ke arah dua manusia yang tak punya hati itu. Dia tidak peduli lagi dengan alasan pengkhianatan ini.
"Bermimpilah kalian!" seru Lusi. "Aku tidak akan pernah mengizinkan kalian untuk menikah," ucapnya serius. Bahkan matanya mendelik pada wanita jalang di hadapannya itu.
Bukannya merasa bersalah, Mila malah tertawa dan menatap Lusi dengan tajam. "Mau kamu larang atau tidak, aku akan tetap menikah dengan Mas Raka. Jadi, bersiaplah untuk menjadi kakak maduku," timpalnya dengan percaya diri.
Lusi mengepalkan kedua tangan. Percuma mendebat wanita kotor seperti itu. Sepertinya, yang harus Lusi beri pelajaran terlebih dahulu adalah laki-laki brengsek di hadapan.
Lusi berjalan pelan ke arah Raka. Dia tak bisa menerjemahkan tatapan Raka, tapi dia tidak peduli. Kepercayaan Lusi sudah hancur lebur, yang tersisa hanyalah jejak kesakitan yang menghitam.
Tanpa aba-aba, Lusi mendaratkan tamparan di pipi Raka.
Plak!!!
Suara itu menggema dan begitu keras. Saking kerasnya, tangan Lusi terasa perih dan panas. Sayangnya, itu tak seberapa dengan rasa sakit yang sudah pria itu berikan padanya.
Raka hanya diam tak membalas atau mengatai Lusi. Hanya matanya yang terus memandangi wanita itu dengan sorot aneh.
"Kukira kamu adalah surga, tapi nyatanya hanya neraka yang ditutupi dengan jubah palsu! Aku mencintaimu dengan segenap jiwa, tapi balasanmu adalah jurang kesakitan. Brengsek! Kamu laki-laki biadab!"
"Halo, ada apa?" tanya Maura, wajahnya masih kesal. Nadanya juga ketus, membuat orang yang di seberang sana kaget sampai menjauhkan ponselnya sendiri."Mbak, kenapa sih tiba-tiba saja marah? Aku kan nelepon baik-baik," ucap orang di seberang sana yang ternyata Imel. Maura berusaha untuk menenangkan diri. Lagian salah Imel, tiba-tiba saja menelepon saat dirinya sedang bad mood. "Ya, ya. Sudah cepat katakan, apa lagi? Kalau mau minta uang tambahan, nggak ada, ya. Sesuai dengan kesepakatan kita, 50% : 50%.""Bukan masalah itu, Mbak. Aku malah mau ngasih tahu, kalau kita punya project baru dan ini akan menguntungkan kita kedua," ucap Imel dengan semangat, membuat Maura yang sebelumnya kesal langsung sembringah. Dia sampai terduduk tegak dengan wajah berseri-seri. "Project baru? Sebutkan apa itu? Memang apa yang harus aku lakukan?" tanya Maura dengan semangat pula. "Gini, Mbak. Kata Mas Raka, dia akan kasih upah pada siapa saja yang bisa memberikan informasi tentang siapa David sebena
Aldo menyeringai tajam, sepertinya wanita ini masih juga belum sadar bagaimana posisinya saat ini. Tetapi tampaknya sangat menarik kalau membuat wanita ini kelabakan. "Baiklah, kalau begitu saya akan membebaskan Anda, tapi saya yakin Anda pasti tidak akan bisa memenuhi nominal yang saya inginkan," ucap Aldo membuat Mila kesal.Wanita itu menyilangkan kedua tangan di depan dada, sembari menaikkan dagu. Menandakan kalau dia tidak suka dengan perkataan pria itu. "Jangan sembarangan kamu! Sebutkan nominalnya. Butikku itu sudah terkenal di olshop manapun, jadi berapa uang yang kamu minta, pasti saya akan berikan," timpal Mila dengan percaya diri, karena dia yakin bisa menebus dirinya sendiri jika pria ini meminta uang darinya.Menurutnya tak masalah kehilangan banyak uang, yang penting keselamatan dirinya terjamin. Apalagi Mila takut kalau Raka sampai tahu bagaimana masa lalunya dengan David.Aldo mengangguk-anggukan kepala. Dia menoleh sembari tersenyum kecil."Baiklah, 10 miliar." Sek
Mila terkesiap. Dia tidak menyangka kalau pria ini bisa membaca pikirannya. Wanita hamil itu sampai meneguk saliva dengan susah payah."Anda tahu saya adalah orang yang lebih berpengalaman dalam bidang ini. Jangan pernah coba-coba untuk menipu saya. Apalagi berusaha kabur, kalau Anda tidak percaya silakan telepon Pak David dan pastikan kalau saya memang adalah bawahannya," ujar Aldo dengan percaya diri, tetapi tentu saja Mila tidak melakukan itu.Bahkan sang wanita sudah memblokir dan menghapus nama David dari ponselnya. Mereka hanya bertemu satu malam dan bisa mendapatkan uang sebanyak itu atas belas kasihan David. Bahkan David sudah berbicara kalau dia akan melupakan kejadian itu selamanya dan tidak akan pernah mengungkit-ngungkit lagi, tetapi kenapa semua tidak sesuai dengan perkataan David? Harusnya pria itu menepati janji. Sebagai seorang laki-laki yang dipegang adalah ucapannya, tetapi tidak bagi David. Ini benar-benar memuakkan untuk Mila. Baru saja dia ingin mengendalikan Ra
Melihat diamnya Maura, Winda pun tersenyum senang. Sekarang setidaknya dia sudah punya pembela. Walaupun mungkin Bu Sinta menjadi mertua yang materialistis, tetapi itu lebih baik daripada dia berjuang sendiri dan diperas oleh anak kecil seperti Maura. "Kenapa diam saja? Bingung, kan? Jadi, sekarang jangan datang lagi ke tempatku. Kamu aku pecat! Lagian, kalau kamu memang mau kerja sama orang lain, ikuti aturannya. Jangan semena-mena. Kalau kamu seperti ini, yang ada aku rugi," ujar Winda. Setelah itu sang wanita memilih untuk pergi. Dia memakai mobilnya agar segera sampai di rumah Bu Sinta. Walaupun tak jauh dari sana, tetapi yang penting dia cepat ketemu dengan mertuanya. Kalau berjalan, bisa-bisa Maura menyusul atau mungkin berbuat jahat kepadanya.Winda pergi begitu saja, mobilnya meninggalkan Maura yang berdiri dengan kebingungan.Maura yakin ada yang tidak beres di sini. Pasti Bu Sinta dan wanita itu punya sesuatu sampai mereka bisa bersekongkol. Karena terakhir yang diketahui
Selama perjalanan menuju supermarket Winda, Maura terus saja mengerutuk dalam hati. Dia sudah menyiapkan berbagai cara agar bisa memeras Winda dan juga membuat wanita itu takluk kepadanya.Uang 100 juta untuk sementara akan disimpan sampai dia bisa benar-benar mendapatkan toko Mila. Maura harus bekerja terlebih dahulu. Bila perlu menjabat dengan posisi yang bergengsi. Dia harus mengendalikan kehidupannya dengan baik bagaimanapun caranya. Sementara itu Winda sedang mondar-mandir di depan meja kebesarannya. Dia ingin menelepon Raka dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi sampai Maura mengatakan hal seperti itu. Namun, sang wanita ingat kalau pria itu sudah menyuruh untuk tidak ikut campur apa pun yang terjadi antara Mila dan Raka. Tetapi tetap saja rasa penasaran ini lebih tinggi, lalu tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Kenapa dia tidak memanfaatkan mertuanya? Kalau Bu Sinta yang bertanya langsung pada Raka, pasti pria itu akan memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi.Akhirnya
Sari dan Imel saling pandang. Dia kaget karena tiba-tiba saja dipanggil oleh Raka ke ruangan, apalagi pertanyaan yang dilontarkan oleh pria itu membuat Sari dan juga Imel tidak langsung menjawab. "Apa?" tanya Sari dan Imel bersamaan."Kalian tahu nggak, sih? Sari, kamu kan yang paling lama kerja di sini. Apa kamu tidak tahu siapa David?" tanya Raka dengan serius.Dia harus mencari informasi dari manapun itu, karena hanya keterangan dari orang-orang sekitar yang tahu tentang apa hubungan Mila dengan pria bernama David. "Maaf sebelumnya, Pak. Memang saya yang paling lama di sini, tapi saya juga tidak tahu kalau Bu Mila itu punya hubungan atau tidaknya dengan pria bernama David. Soalnya waktu saya ke sini Bu Mila sudah mendirikan butik ini dan selama itu saya belum pernah melihat Bu Mila dengan pria lain selain Bapak," ucap Sari dengan jujur, karena memang dia tidak pernah melihat Mila bertemu dengan pria lain selain Raka. Bahkan sebelum bersama Raka pun Mila tidak pernah keluar dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen