Share

Janda bersuami

Bab 8 Janda Bersuami

Senjata andalan Tomi selain Danis tentu saja rahasia masa lalu Mala. Hanya dia dan Mala yang tahu mengenai peristiwa kelam lima tahun lalu. 

Lima tahun lalu, di suatu malam. 

Mala yang tinggal sendirian di rumah selepas orang tuanya meninggal terbangun di tengah malam. Dia yang tengah tertidur lelap merasa kesulitan untuk bernafas. 

Saat netra berwarna coklat milik Mala terbuka, sosok pria dengan penutup wajah tengah berkuasa atas tubuhnya. 

Sebelum sempat berteriak, pria itu terlebih dulu membekap Mala. Malam itu, malam terkelam di hidup Mala. Seorang gadis yatim piatu harus hancur di usia tujuh belas tahun. 

Setelah puas menghancurkan Mala, pria itu pergi begitu saja. 

Mala terus menangis di sudut kamar, tangannya menggenggam erat sebuah benda. Kalung emas —berliontin jangkar— milik si pria yang tanpa sengaja Mala tarik saat melakukan perlawanan. 

“Dek … Dek!” Suara panggilan diikuti ketukan dari luar mengejutkan Mala.

Dengan tertatih Mala keluar dari kamar. Keadaan Mala sangat kacau malam itu. Namun, sebelum keluar Mala terlebih dulu menyimpan kalung milik lelaki biadab yang telah tega menghancurkannya.

“Astagfirullah, Dek!” pekik pria yang berada di ambang pintu. Pria itu terkejut saat mendapati Mala dalam keadaan berantakan.

“To … long,” ucap Mala terbata. Sedetik kemudian pandangan Mala mulai gelap.

Aroma minyak kayu putih membuat Mala terbangun. Dia memegangi kepalanya yang masih terasa pusing. Mengingat kejadian pilu yang baru saja dialaminya, Mala menangis.

“Sebenarnya apa yang terjadi, Dek. Kenapa pintu rumah dibiarkan terbuka. Itu sangat berbahaya. Apalagi kamu perempuan. Tinggal sendirian, lagi,” cerca Tomi.

Tenggorokan Mala tercekat, air matanya kembali luruh. “Tadi ada ….” Mala tidak kuasa melanjutkan ucapannya.

“Mala … Mala mau mati saja.” Mala menekuk kedua lututnya, lalu membenamkan wajah.

“Memangnya apa yang terjadi? Cerita sama Mas Tomi.” Tomi mengusap punggung Mala. “Siapa tahu, Mas bisa bantu,” imbuh pemuda dua puluh lima tahun itu.

“Pria itu. Di … dia. Mala kotor Mas.” Karena kalut Mala berhambur memeluk Tomi.

Memaknai arti ‘kotor’ yang diucapkan Mala, Tomi paham. Akhirnya, Tomi menawarkan bantuan untuk Mala. Pria itu akan menemani Mala hingga pagi menjelang. 

Selang beberapa hari setelah kejadian. Tomi menawarkan sesuatu kepada Mala. Dia ingin menikahi Mala dengan alasan untuk menutupi aib gadis malang itu. Pun sebagai penjaga untuk si gadis agar kejadian yang sama tidak terulang.

Tentu tawaran itu disambut dengan tangan terbuka oleh Mala. Apalagi saat Tomi berjanji akan merahasiakan kejadian tempo hari dari semua orang.

Bukan hal mudah bagi Tomi meyakinkan ibunya untuk menerima Mala. Namun, kasih sayang Bu Farida yang begitu besar terhadap Tomi, membuat wanita itu mau tidak mau harus menerima Mala sebagai menantu.

Entah sihir apa yang digunakan Mala pada putra tunggalnya. Tomi begitu tergila-gila pada Mala selama bertahun-tahun. Padahal, banyak wanita mapan dan dari keluarga terpandang menginginkan Tomi sebagai suami. Eh, putranya justru berkeras menginginkan Mala –anak yatim piatu— dari keluarga sederhana.

Ingatan masa lalu Mala berakhir saat Tomi membuka resleting jaket yang Mala kenakan. Tatapan Mala kosong, dia bagai manekin hidup saat suaminya melepas jaket dan rok panjang yang dikenakan. Air matanya berhenti mengalir, meski hatinya begitu sakit.

Wanita mana yang tidak sakit hati. Suami yang seharusnya menjadi pelindung dan penjaga marwahnya justru melemparkannya ke dalam lumpur hitam pekat.

Tubuh indah Mala terlihat sempurna. Tangan Tomi lihai menata kembali rambut Mala yang berantakan menggunakan jarinya. “Cantik sekali istriku,” puji Tomi. Senyum kemenangan terbit di bibir tebalnya.

Mala memalingkan wajahnya, rasanya tidak sudi menatap wajah suaminya.

Tahu istrinya sedang marah, Tomi menangkup wajah ayu yang terlihat kuyu karena terus menangis. “Ingat! di sini kamu sepupu jauhku. Dan … statusmu adalah janda beranak satu,” ucap Tomi.

Netra Mala membeliak lebar. Ucapan Tomi bagai petir di tengah badai bagi Mala. Bukannya menangis, sudut bibir Mala justru terangkat. Janda … kata suaminya tadi. Lalu, siapa pria yang berdiri di depannya ini. Makhluk astral yang berstatus sebagai suami. 

Kalau dipikir-pikir lebih baik Mala bersuamikan makhluk astral daripada iblis berwujud manusia seperti Tomi.

Pria yang Mala anggap pahlawan lima tahun lalu, nyatanya adalah petaka yang dia biarkan masuk dalam hidupnya.

“Janda beranak satu. Baiklah, Mala akan selalu mengingatnya.” Mala berbalik, langkahnya tertuju pada ruangan yang beberapa menit lalu ia tinggalkan.

Dengan penuh keyakinan Mala mendorong pintu di depannya. Bara yang duduk dengan bersilang kaki tersenyum, melihat kehadiran Mala. 

“Kapan saya bisa mulai bekerja, Bos?” ucap Mala.

Bara menekan ujung puntung nikotin yang berada ditangannya. Dia bangkit dari duduknya lalu menghampiri Mala. Memindai tubuh wanita dengan dress warna hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

“Benar yang dikatakan sepupumu. Kamu memang grade A,” tutur Bara. Dia yakin tidak butuh waktu lama bagi Mala untuk menjadi primadona di “Happy Karaoke”.

Puluhan tahun pria berusia setengah abad itu terjun ke dunia malam, dia tahu betul selera pasar. 

Ada sesuatu yang menggelitik hati Bara, netra sayu berwarna coklat. Mengingatkannya pada seseorang, tapi itu tidak mungkin. Dia sudah lama pergi. Bahkan hingga sekarang Bara tidak bisa menemukannya.

“Jo, panggil Nina ke sini.”

 Pria bertubuh gempal yang sedari tadi di samping Bara beranjak dari posisinya. “Baik, Bos.”

Tomi memberanikan diri masuk ke dalam bersamaan dengan pria yang dipanggil Jo alias Paijo tadi keluar. 

“Adikmu sudah setuju bekerja di sini. Sekarang pulanglah!” 

Ucapan Bara membuat langkah Tomi terhenti. “Pulang, Bos?” Tomi mengulang ucapan Bara.

“Kamu tidak tuli, ‘kan?” ketus Bara.

“Tapi … Bos. Sepupu saya?”

“Sepertinya dia justru merasa tidak nyaman bila kamu berada di sini.” Bara mengarahkan pandangannya pada Mala yang memalingkan wajah, enggan menatap Tomi. “Biar nanti dia menghubungimu setelah selesai bekerja,” imbuh Bara.

“Saya tidak bawa ponsel,” ucap Mala cepat.

Bara memijat pelipisnya, di jaman seperti ini masih ada orang yang meninggalkan ponsel mereka di rumah. Apalagi seorang wanita. “Baiklah, aku yang nanti akan menghubungimu Tom. Sekarang pergilah.” Bara mengusir Tomi dengan gerakan tangan.

Tidak ada pilihan lain, Tomi menurut. Dia meninggalkan istrinya di sini, sendiri. Ini hari pertama istrinya bekerja di tempat yang ….

Tomi menjambak rambutnya, dia memilih menunggu Mala di tempat parkir. Tidak tega meninggalkan Mala sendirian.

Sementara di ruangan Bara. Lelaki bertubuh tegap meski tidak muda lagi itu terus memperhatikan gerak-gerik Mala. Perempuan muda di depannya terus meremas kedua tangannya. Wajahnya kuyu, matanya masih merah. Namun, sedikit pun tidak melunturkan kecantikannya. 

Wanita bergaun merah sebatas paha dengan belahan dada rendah menghampiri Bara. “Barang baru, Bos?”

“Hem, benahi polesan wajahnya. Ajari dia melayani tamu.”

Mala yang sedari tadi menunduk, seketika mengangkat wajahnya. Mendengar kalimat “Melayani tamu?!” beo Mala.

“Ayo ikut aku!” Wanita ber-dress merah meraih tangan Mala membawanya keluar dari ruangan Bara.

“Kenalkan, aku Nina,” ucap wanita yang kini tengah memoles wajah Mala.

“Aku Mala,” jawab Mala dengan suara sedikit serak.

“Nama yang cantik, secantik orangnya.” Nina meraih dagu Mala lalu tersenyum melihat hasil polesannya yang membuat kecantikan Mala bertambah berkali-kali lipat.

“Bolehkah, aku bertanya sesuatu Nina?”

“Tentu.” Nina merapikan alat rias yang baru saja digunakan.

“Apa kita juga harus bermalam dengan tamu?”

Pertanyaan Mala membuat Nina menghentikan gerakan tangannya. Nina berbalik kemudian menatap Mala dengan seulas senyum.

“Kita ….”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status