Share

Happy Karaoke

“Urusan penting apa memangnya?” Farida berbicara sambil menikmati teh buatan Mala.

“Em … pokoknya penting, Bu. Ayolah Bu semalam saja nitip Danis.” Pandangan Tomi yang memelas membuat Farida luluh. 

“Iya, iya.”

“Terima kasih. Ibu memang terbaik.” Dua jempol Tomi terangkat.

“Sip, rencana berjalan mulus,” batin Tomi.

“Ibu mau pulang dulu. Tadi Ibu ke sini niatnya mau ketemu Danis. Eh, dianya tidur ternyata.” Meski Farida tidak menyukai Mala, tetapi dia sangat menyayangi Danis cucunya. “Kalau kalian mau keluar, antarkan saja Danis ke rumah Ibu,” imbuh Farida.

“Iya, Bu,” ucap Tomi.

 Mala duduk di tepi ranjang memandang putranya yang tertidur lelap. Diusapnya rambut Danis perlahan-lahan. “Kenapa perasaan Bunda tidak enak, ya, Nak?”

Usapan lembut sang bunda membuat Danis menggeliat. Ada seulas senyum yang terukir di bibirnya. Mala menunduk lalu mencium pucuk kepala Danis. 

Waktu menunjukkan jam delapan malam. Mala dan Tomi makan malam bersama.

 “La, nanti Mas mau ajak kamu ke suatu tempat.”

Mala menghentikan suapannya. “Kemana Mas?”

“Ada lah pokoknya kamu ikut saja! Nanti Danis biar di rumah ibu.”

“Danis tidak ikut, Mas?” Mala mengerutkan keningnya.

“Tidak. Karena mungkin saja kita akan pulang larut.” Tomi terus menyuap makanan tanpa menatap Mala.

Mala memperhatikan suaminya. Mereka akan pergi tanpa Danis, memangnya mereka akan pergi kemana? Tanya Mala dalam hati.

“Bunda!” Danis mendekati Ayah dan Bundanya, tangannya mengucek mata yang masih agak mengantuk. 

Suara Danis membuat Mala bangkit dari duduknya lalu menghampiri sang putra. “Duh anak Bunda sudah bangun rupanya.” Mala menggendong Danis, mendudukkannya di pangkuan. “Danis mam, ya, Bunda suapin.”

Bocah dengan muka bantal itu mengangguk.

“Nanti Danis ke rumah nenek, ya,” ucap Tomi.

“Asyik,” jawab Danis riang.

Setelah makan malam selesai, Tomi langsung mengantar Danis ke rumah neneknya. 

“Aku antar Danis ke rumah ibu, dulu . Kamu siap-siap. Jangan lupa pakai dress yang kubelikan,” ucap Tomi.

“Iya, Mas,” pipi Mala bersemu merah. 

Ternyata dugaan Mala benar. Suaminya sengaja membelikan dress minim untuk dipakai di malam hari. Memoles wajah dengan makeup yang dibeli tadi, Mala terlihat sangat cantik. Dia berkaca di depan cermin, memutar badan. Mala menutup wajahnya yang bersemu merah. Malam ini, bahkan dirinya sendiri mengakui bila dia sangat cantik.

“Pantas saja pemuda tadi mengira Danis adikku.” Bibir Mala tersenyum lebar. 

Derit pintu yang terbuka membuat Mala gugup. Ya, meskipun Tomi adalah suaminya tetap saja dia merasa gugup bila harus berpenampilan seksi.

Duduk di tepi ranjang jemari Mala meremas sprei. Pandangannya tertuju pada lantai yang dipijak.

“Sudah siap?” Suara Tomi membuat Mala mendongak. 

“Su … sudah, Mas,” ucap Mala malu-malu.

Terpesona, hal yang pertama Tomi rasakan saat melihat penampilan sang istri. Rambut yang biasanya lurus dibuat curly, wajah yang biasanya polos berubah cantik dengan polesan makeup. Perona merah membuat bibir Mala sangat menggoda.

Melangkah perlahan, Tomi mulai mengikis jarak. Duduk di samping wanita yang telah ia nikahi hampir lima tahun, Tomi merasa ada yang berdesir. Tangan kokoh pria itu terulur membelai pipi Mala. 

Mendapat belaian dari suaminya, Mala memejamkan mata. Dapat dia rasakan nafas hangat Tomi menyapu wajah ayunya. 

Akan tetapi, saat jarak keduanya semakin dekat, ponsel Tomi berbunyi. 

“Sial,” umpat Tomi. Pria itu meraup wajahnya kasar.

Mala membuka mata, dahinya mengernyit. Telepon dari siapa memangnya? Hingga Tomi harus menjauh saat menerima panggilan tersebut. 

Tirai kamar tersingkap, pria berambut ikal itu langsung membuka lemari pakaian. Sementara, Mala hanya memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Tomi dengan alis bertaut.

“Pakai ini!” Rok plisket panjang berwarna coklat dan jaket denim Tomi berikan pada Mala.

“Kita mau kemana, Mas?” tanya Mala.

“Jangan banyak tanya Mala. Cepat pakai, kita sudah terlambat,” pekik Tomi.

Beranjak dari duduknya, Mala berniat berganti pakaian. 

“Mau kemana?!” teriak Tomi yang membuat Mala tersentak.

Suaminya kembali ke sifat asli, kasar. “Mau ganti baju.”

Sorot mata Tomi berubah nyalang. “Nggak usah ganti baju. Tinggal pakai ini!” Karena tidak sabar Tomi memakaikan Mala rok plisket panjang dan jaket. “Sekarang pakai sepatu hak tinggimu,” titah Tomi selanjutnya.

“Kita sebenarnya mau kemana, sih, Mas?” Lagi-lagi Mala bertanya. Sepatu berhak sudah menghiasi kaki jenjangnya.

“Sudah jangan banyak tanya. Nanti kamu tau sendiri.” Tomi menarik tangan istrinya dengan kasar.

Gara-gara terpesona dengan kecantikan istrinya, Tomi sampai lupa pada tujuan awal. Beruntung orang yang diajak kerjasama tidak jadi membatalkan perjanjian yang telah disepakati.

Mengendarai motor dengan kencang, berkali-kali Mala berpegangan pada Tomi karena takut terjatuh.

Motor berhenti, Mala melepas helm yang dipakai lalu mengedarkan pandangan. Banyak mobil dan motor berjajar rapi. Plang besar yang menyala terang bertuliskan ‘Happy Karaoke’ membuat hati Mala kacau. 

“Ayo masuk?” Tomi menarik tangan istrinya. 

Penolakan dilakukan Mala. Dia diam di tempat tak bergerak sama sekali meskipun Tomi terus menarik tangannya.

“Aku tidak mau ke sana, Mas,” tolak Mala. Sekuat tenaga wanita itu berusaha melepaskan cengkraman tangan Tomi. 

Akan tetapi, tenaga Mala jelas kalah dari Tomi. Cengkraman Tomi justru semakin erat, dia menyeret istrinya. Tidak peduli istrinya terus meronta.

Meski belum pernah pergi ke tempat seperti ini, Mala tahu tempat ini tidak baik untuknya.

Firasatnya benar, ada maksud terselubung dibalik perlakuan manis suaminya. Buktinya Tomi membawanya ke tempat hiburan malam.

Baru saja menapakkan kaki, Mala dan Tomi sudah disambut oleh pria bertubuh gempal. “Bos sudah menunggu sedari tadi,” ucap si pria.

Air mata Mala terus bercucuran, segala pikiran buruk sudah memenuhi kepalanya.

Pasangan suami istri itu diajak ke sebuah ruangan bernuansa gelap, seorang pria berpakaian necis menyambut keduanya.

“Barang yang bagus.” Seulas senyum terbit di sudut bibir kala melihat kecantikan Mala. “Buka jaketnya!” Perintah pria yang bernama Bara. Pemilik ‘Happy Karaoke'.

Tomi menyenggol lengan istrinya. “Cepat buka.” Tomi mendelik pada Mala.

Mendapat perintah dari Tomi, Mala justru memegang erat jaketnya. “Aku tidak mau, Mas?” Mala menggeleng, air matanya mengalir deras. 

Bara mundur beberapa langkah kemudian duduk di sebuah meja dengan bersedekap dada. “Kamu berbohong?” Tatapan Bara menghunus, tepat di netra Tomi. “Katamu dia …,” Bara menunjuk Mala, “yang minta bekerja di sini. Tapi, sepertinya dia justru ketakutan.”

Tatapan Bara yang begitu dingin membuat Tomi ketakutan, belum lagi pria gempal yang sedari tadi ada di dekat Bara yang juga ikut menatapnya. Membuat Tomi mengeluarkan peluh meski di ruangan bersuhu dingin.

“Saya tidak bohong, Bos. Dia memang ingin bekerja di sini,” ucap Tomi.

Mendengar ucapan suaminya, Mala berteriak, “Apa maksudmu, Mas?!”

“Diamlah, Mala,” bisik Tomi penuh penekanan di telinga Mala.

“Beri saya waktu lima menit untuk bicara dengannya, Bos,” pinta Tomi. Tatapannya begitu mengiba pada Bara.

“Lima menit,” ucap Bara.

Lengan Mala terasa sakit saat Tomi mencengkramnya lalu menariknya keluar ruangan. “Ikut aku!”

Keduanya keluar dari ruangan Bara.

“Kamu berniat menjualku, Mas!” pekik Mala. “Tega kamu, Mas!” Mala mengusap pipinya yang basah. 

“Aku tidak menjualmu, Mala,” elak Tomi.

Mala berdecih. “Membawaku ke sini dengan pakaian yang biasa dipakai pelacur. Kalau tidak untuk dijual. Untuk apa hah …?”

Tomi menjambak rambutnya. “Kamu di sini hanya bekerja, La … bekerja.”

“Pekerjaan apa … mlacur. Aku tidak Sudi!” Mala mendorong tubuh Tomi lalu melangkah pergi.

“Baiklah kalau kamu tidak mau. Relakan saja rumah peninggalan orang tuamu itu untuk disita rentenir.” 

Langkah Mala terhenti, sudut bibir Tomi terangkat. Pria itu mendekati istrinya untuk membisikkan sesuatu. “Bagus, lagipula ini tidak sebanding dengan pengorbananku yang rela menikahi wanita kotor sepertimu,” cibir Tomi.

Pasrah, hanya itu yang bisa Mala lakukan setiap kali Tomi mengungkit masa lalunya. 

Demi Tuhan, Mala benci pria berpenutup wajah yang sudah menghancurkannya lima tahun lalu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status