Share

Bab 3

Author: Pipit Aisyafa
last update Last Updated: 2024-05-17 13:15:08

Aku langsung berlari menyusul Riris yang masih meminta ampun karena Mas Azmi belum saja melepaskan tangannya dari telinga Riris.

"Cukup, Mas!" kutampik tangan Mas Azmi agar segera melepaskan tangannya.

Seketika Riris memelukku dengan tangis dan tangan memegangi telinga. Bahkan kulihat sudah sangat merah telinga Riris.

"Jaga dan didik anak itu baik-baik! Makanya jangan dimanja jadi ngelunjak saja!" geram Mas Azmi. Memang apa yang telah dilakukan Riris.

Aku segera membawa Riris masuk, kulewati Ibu Mertua dan Mbak Ratih yang terlihat memiringkan bibirnya. Mungkin tengah mengejek pada Riris. Berbeda dengan Bu Ijah yang terlihat iba.

"Riris bantu ibu saja ya!" ucapku sambil mengelus kepalanya ketika dia sudah mulai agak tenang. Dia menganguk pelan.

Kupapah dia menuju meja, dimana tepung dan semua keperluan kueh sedang kusediakan.

"Nanti Riris bantu ngadon donat ya, Bu?" aku menganguk setuju. Dia kembali ceria dengan senyum mengembang. Sedikit kuselingi dengan candaan. Menempelkan tepung ke pipinya. Kami tersenyum dan tertawa bersama.

"Tadi kenapa Bapak sampai semarah itu? Apa yang Riris lakukan?" tanyaku pelan. Aku ingin memastikan bahwa Riris melakukan kesalahan apa hingga membuat Mas Azmi begitu geram.

"Tadi aku main sama Amanda, dia punya sepeda baru dan aku dikasih pinjam, Bu."

Amanda? Kalau tak salah dia anaknya seorang pengusaha dikomplek tempat Mas Azmi berjaga.

"Kamu main kesana?"

"Iya, Bu. Riris di ajak Amanda ngikut keperumahan setelah bertemu dengan dijalan. Dia habis dari minimarket dan Riris di ajak kesana. Mamanya baik banget loh sama Riris. Riris dibeliin jajanan buanyak setelah itu kita main sepeda disekitar komplek dan mainnya bergantian. Terus bapak lihat dan aku langsung di seret pulang. Kata bapak aku meminjam paksa sepeda baru Amanda. Padahal sungguh, Bu. Aku nggak minjam paksa tapi memang Amanda yang meminjamkannya. Ibu bisa tanya langsung sama Ibunya!"

Tak terasa air mata ini mengalir lagi, aku sangat yakin Mas Azmi hanya mencari alasan karena tak ingin melihat Riris bermain disekitar komplek perumahan dimana Mas Azmi bekerja.

"Aku percaya kok sama Riris. Lain kali mainnya sekitar sini saja ya!" Riris mengangguk, kemudian melanjutkan membantuku untuk menyelesaikan pesanan kueh.

"Nah... Selesai, terima kasih, Sayang. Akhirnya kita.menyelesaikannya juga. Ini lebihnya bisa kamu makan!" aku menyodorkan sepiring donat padanya.

Dia begitu antusias akan mengambilnya ketika tiba-tiba Ibu Mertua datang.

"Wah ini lebihan ya? Ibu mau!" secepat kilat dia mengambil piring berisi donat bahkan yang sudah digengam Riris sekalipun tak luput ia rebut.

"Bu...!" panggilku ketika ibu membawa sepiring donat itu, "Biarlah Riris makan satu saja!"

Bukannya ia memberi dia justru melegos berlalu pergi.

"Ngga papa, Bu. Riris bisa makan besok lagi kalau Ibu bikin." aku mengangguk setuju, ternyata Riris punya hati yang luas. Ah! Kelak engkau akan temukan kebahagianmu, Nak. Tumbuhlah jadi anak yang membanggakan.

****

"Aduh! Kenapa ini mesin cuci. Mogok lagi kah?" gumamku subuh-subuh sebelum ada orang yang bangun. Memang sudah sering sekali ini mesin mogok, mungkin minta dipensiunkan karena memang usianya yang sudah tua.

Akhirnya kupindahkan saja kedalam bak dikamar mandi. Nanti akan aku cuci setelah pulang mengantar pesanan, itu pikirku!

Segera beranjak untuk mengambil jajanan yang sudah kutata rapi sejak semalam. Kukeluar rumah dan langsung menuju jalan, langkahkan kaki cepat agar cepat sampai dan juga cepat pulang.

Setelah selesai mengantar pesanan, matahari sudah muncul di ufuk timur. Bergegas aku berjalan ketika seorang memanggilku dari jauh.

"Mbak Aisyah!" seketika aku hentikan langkah kaki seribuku.

"Iya, Buk." aku menyahut panggilan dari Bu Nila--ibunya Amanda.

"Maaf ya kemarin ada kejadian yang membuat saya merasa tak enak!"

"Maksud Ibu?" tanyaku menyempitkan mata.

"Iya kemarin entah kenapa Pak Azmi marah-marah sama Riris saat bermain dengan sepeda. Sungguh semua itu bukan Riris yang salah. Kami tak pernah membedakan status sosial manusia. Namun sepertinya Pak Azmi tak memperbolehkan Riris bermain dengan Manda, padahal Manda sangat senang bermain dengan Riris, terlebih Riris bakat sekali mengambar dan menari!"

Aku tercengang, sejak kapan Riris pandai menari? Benarkah apa yang dikatakan Bu Nila?

"Nggak papa kok, Bu. Memang begitu sikap Mas Azmi. Dia takut Riris merusak sesuatu yang kami tak bisa membelinya." aku tersenyum.

"Saya harap Riris nggak kapok bermain dengan Amanda. Saya justru senang kalau Manda dan Riris main bersama. Ini ada jajanan untuk Riris. Sampaikan salam untuknya ya!" aku menerima satu kantong plastik dan mengucapkan terima kasih setelah itu pamit pulang.

Aku masuk kerumah, yang pertama kutuju adalah kamar Riris. Kamar kecil yang berada dipojokkan. Namun ternyata sudah tak ada Riris disana. Aku memanggilnya beberapa kali tapi tak ada sahutan.

"Yang bersih, gosok itu bagian kerahnya!" dari arah kamar mandi dapat kudengar teriakan Ibu Mertua. Siapa yang sedang disuruh mencuci? Jangan-jangan... Segera aku berlari kekamar mandi.

Ya Allahhh...!

===!!!===

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 30

    Aku terpaku pada sosok yang tergeletak di atas tempat tidur umum rumah sakit. Dada ini bergemuruh, antara benci marah dan trauma juga jijik. Jijik jika ingat tubuh ini selalu ia gauli dengan bengis."Kamu!" kali ini tanganku yang tengah memegang gunting mengeras. Siap mengangkat benda tajam itu dan menghujam ke hati. Orang tak punya hati nurani lebih baik kuambil hatinya. Percuma punya hati namun tak berfungsi."Aisyah! Aaaa ... " tiba-tiba manusia biadab itu bangun dan kaget. Hingga ia berteriak.Saat gunting sudah sampai pada ujung tertinggi aku ayunkan, tiba-tiba tanganku diraih paksa."Lepaskan!" rintihku."Keluar dari jasad Aisyah, Bel!" kali ini Mas Yusuf berkata sambil memlintir tanganku."Lepaskan! Aku sangat tak suka dengan manusia jenis sepertinya!"Kulihat manusia biadab itu sudah kembali memejamkan mata. Apa dia pingsan ketika melihatku ingin membunuhnya."Keluar atau aku keluarkan!" Mas Yusuf kembali dengan tegas berkata."Innalilahi wainnailahi roji'un ... " seorang dokt

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 29

    Sepanjang jalan pikiranku kalut, apa yang terjadi pada Mas Yusuf, kenapa dia sampai dirumah sakit? Berbagai pertanyaan bergelut dalam otakku. Kakek juga terlihat panik.Sampai dilobi rumah sakit aku segera berjalan ke IGD sesuai apa yang disampaikan oleh Mas Yusuf. Langkahku sedikit tergesa karena jujur aku sangat panik. Mungkin akan kembali tenang setelah melihat keadaanya.Didepan IGD tepat saat dokter keluar, aku langsung menghampirinya."Bagaimana keadaan Mas Yusuf, Dok?" tanyaku langsung. Dokter tak menjawab hanya terlihat sedikit bingung. Kemudian tak lama ada seorang memanggilku."Aisyah, Kakek!" aku langsung membalikan badan dan menghadap kearah sumber suara."Mas Yusuf!" Mas Yusuf menghampiri kami dengan sedikit memegangi perut, wajahnya nampak beberapa luka lebam jalanpun tertatih. Aku heran jika Mas Yusuf disini terus siapa didalam?"Kamu ngga papa, Mas?" tanyaku yang langsung menubruknya karena dia berjalan sedikit oleng. "Bagaimana kondisinya, Dok?" kali ini Mas Yusuf be

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 28

    Kuusap kedua netra mataku yang basah, berucap istighfar agar diberi ketenangan hati."Astagfirullah!" Kembali kutatap Mas Yusuf. Dia masih pada posisinya. Aku bingung harus bagaimana."Mas!" Kucoba memegang pundaknya. Tanpa respon."Mas!" Kali ini nada suaraku sedikit kutinggikan."Eh iya, Syah," ucapnya tanpa menoleh ke arahku. Tangannya sibuk mengusap matanya. Dia menangiskah?"Mas kenapa? Apa kecewa dengan masa laluku?" tanyaku hati-hati.Tanpa menjawab dia justru tersenyum,"jangan berfikir begitu, setiap manusia memiliki masa lalu. Justru Mas sangat sedih dan terpukul dengan nasib yang menimpamu, Syah. Sekarang yang terpenting jangan sampai masa lalu itu terulang ataupun justru kembali mengusik kehidupanmu yang sekarang. Kamu sembuh dari traumatis cukup lama jadi Mas tak ingin kamu kembali pada keadaan dulu!" Mas Yusuf mengusap lembut kepalaku.Aku tersenyum, dalam hati bersyukur bisa bersama orang yang nyatanya mengerti tentang perasaan dan kondisiku. Semoga dia memang benar jodo

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 27

    Aku terbangun pagi ini, rasanya kenapa aku merasa sangat lelah sekali, bahkan aku tak ingat kapan memejamkan mata. Bergegas mandi dengan mengguyur seluruh badanku. Saat tengah menyampo rambut aku teringat bahwa semalam aku pergi bersama Mas Yusuf kejadian demi kejadian aku ingat sampai aku juga teringat ketika ada telfon yang ternyata dari Om Aceng. Dia mengingatkan pada kejadian tempo dulu yang membuat aku traumatis berat. Kini tubuhku seketika menggigil namun aku segera mengucap istighfar, agar di beri ketenangan hati. Alhamdulillah...akhirnya aku dapat mengontrol perasaanku. Namun, apa yang terjadi semalam? Apa aku?Pasti semalam Mas Yusuf dan kakek begitu mencemaskanku. Harus kujawab apa kalau mereka bertanya tentang apa penyebab aku hilang kendali dan ketakutan luar biasa.Segera aku menguyur tubuhku dan langsung bergegas untuk keluar kamar mandi. Aura masuk dan langsung tersenyum kearahku."Ibu, nanti aku mau ke Mall sama Kakek, Ibu mau ikut?" tanyanya."Nggak, Aura. Kamu pergi

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 26

    PoV YusufAku melihat Aisyah pucat pasi. Kukira dia akan senang dan kita bisa melihat kota dari atas sana. Nyatanya salah, ternyata Aisyah phobia ketinggian. Hampir saja aku membuatnya pingsan. Aku jadi merasa sangat bersalah. Kutenangkan dia, kuberi minum agar jantungnya kembali memompa dengan normal. duh! kok aku jadi seceroboh itu.Hp Aisyah berdering ketika kita akan melangkah untuk sekedar jalan-jalan saja. Aku kapok mengajak Aisyah menaiki wahana. Lebih baik sekarang aku bertanya dulu, jangan gegabah. 'Ah! Ada yang jual bunga. Lebih baik aku membelinya. Sedikit romantis kan ngga papa.'Kubergegas membeli satu tangkai bunga mawar merah. setelah membayar aku bergegas menuju Aisyah yang masih menelfon. Kusodorkan bunga padanya. Betapa aku kaget melihat raut wajah Aisyah yang lebih pucat dari yang tadi. Kenapa dia? Phobia bunga juga?"Kamu kenapa, Syah?" tanyaku yang langsung membuang bunga itu.Bibirnya bergetar hebat, raut ketakutan terpampang jelas pada wajahnya. Dia...dia kenap

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 25

    Aku yang akan sempat lari menuju kamar Kakek berubah haluan kembali ke depan."Tolong panggil kan dokter!" Perintahku pada salah satu penjaga keamanan.Aku melihat kedepan, disana suasana sudah terasa tak kondusif. Bahkan para tamu sedikit terlihat panik."Ada apa dengan Riris?" tanyaku."Ini, Non. Tadi tamu yang pulang lebih awal karena di usir Non. Memaksa Riris ikut dengannya kemudian kami merebutnya hingga akhirnya terjadi baku hantam."Aku yakin yang dimaksud pasti Mas Azmi. Apa maunya dia? Apa dia ingin menculik Riris?"Terus kenapa Riris berteriak?""Tadi saat terjadi tarik menarik dia terjatuh, Non."Aku segera menuju dimana Riris tengah diobati."Habis ini bawa Aura masuk! Kemudian perketat penjagaan. Aku mau lihat kondisi kakek dulu."Sungguh, semua kenapa jadi kacau seperti ini. Kakek pingsan dan tak tau sebabnya sekarang Mas Azmi pun tak menyerah. Andai boleh memilih, lebih baik hidup sederhana namun aman, dari pada seperti ini. Hidup serba ada tapi rasanya banyak sekali m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status