Share

Bab 4

Author: Pipit Aisyafa
last update Last Updated: 2024-05-17 13:15:43

"Biar Ibu saja, Ris!" pintaku pada Riris yang kulihat tengah menggosok baju Mas Azmi. Sedangkan Ibu Mertua masih berkacak pinggang didepannya.

Kalau mencuci dimesin cuci, aku masih memaklumi dan membiarkan Riris melakukannya tapi ini...?

Dengan bersusah payah dia menuruti intruksi yang dia kira adalah neneknya. Orang yang harus di hormati! Itu yang aku ajarkan pada Riris sejak dulu. Untuk menghormati orang yang lebih tua.

"Kamu kenapa si, selalu saja memanjakan anak itu! Bikin ngelunjak dia. Mau kamu nanti hidupnya susah dan dia ngandalin kamu untuk melakukan semuanya! Mau kamu? Hah!"

Aku menghembuskan nafas kasar! Emosiku sudah meluap sampai ubun-ubun.

"Sekarang Aisyah tanya sama Ibu? Apa dulu ibu memperlakukan anak-anak Ibu seperti aku! Hingga sekarang Mbak Ratih lebih ngandelin orang lain dan lebih suka rebahan? Itu pengalaman ibu?" kali ini mulut Ibu mertua bungkam, tak dapat menjawab pertanyaanku. Memang Mbak Ratih sejak dulu, sejak aku menikah tak pernah melihat dia mengerjakan pekerjaan rumah. Dia lebih suka rebahan, apalagi dengan badannya yang seperti gajah bengkak. Mungkin membuatnya enggan untuk melakukan hal-hal berat.

"Ada apa si? Pagi-pagi ribut mulu!" pekik Mas Azmi yang baru bangun tidur.

Aku segera mengantikan Riris mencuci baju, Ibu hanya mencibirkan bibir sambil berlalu meninggalkan kamar mandi.

"Pasti gara-gara dia!" tiba-tiba Mas Azmi menonyol kepala Riris.

"Mas!" pekikku kaget.

Mas Azmi tak mengindahkan ucapanku, dia justru pergi meninggalkan kami tanpa rasa berdosa.

'Sabar ya, Nak!' aku bergumam dalam hati sambil mengelus rambutnya. Kulihat dia tersenyum, seolah senyumnya justru menguatkanku.

"Riris bantu ibu buat bilas saja ya! Biar ibu yang ngucek." dia mengangguk cepat dan segera melakukannya tanpa protes sedikitpun.

Beruntung sekali aku memilikinya, dia adalah anugerah terindah yang telah tuhan kirim untukku. Aku siap jika suatu saat orang tuanya mengambil dariku. Aku ikhlas telah merawat dan mendidiknya dan sadar tak selamanya ia milikku.

"Nah! Selesai juga. Sudah dijemur semua cucian, sekarang tinggal mandi dan habis itu kita makan bersama. Ibu punya jajanan dari mamanya Amanda. Kamu mau?"

Dia mengangguk cepat dan langsung bergegas lari kekamar mandi, mungkin perutnya sudah keroncongan minta diisi.

~~~~

"Aisyah... Aku mau bicara!" Mas Azmi yang baru pulang tanpa mengucap salam langsung saja berkata demikian. Ada apa ini? Aku yakin ada hal yang penting yang akan dibicarakan oleh Mas Azmi.

"Iya, Mas. Ada apa?" tanyaku yang langsung mengekor dibelakang Mas Azmi.

Mas Azmi duduk pinggir ranjang. Aku duduk berjarak 30 cm darinya. Dia duduk dengan gelisah, seolah hal yang akan dia sampaikan itu sesuatu yang sangat mengganggu fikirannya.

"Aisyah... Tadi aku di jalan ketemu dengan Pak Husen dan Bu Shinta." aku mengkerutkan kening mencoba mengingat-ingat nama itu.

"Itu loh, yang rumahnya dipojok gang, rumah berlantai dua dengan warna biru."

"Ohh... Iya, Mas. Yang orang berada itu, yang suka ikut arisan sosialita di perumahan Mas Bekerja. Terus ada apa, Mas?" tanyaku penasaran.

"Gini, Sah. Dia itukan tidak punya anak dan dia kemarin lihat Riris saat sedang bersepeda dengan Amanda." hatiku mulai gelisah, pasti ada hal yang tak beres.

"Dia... Dia... Dia mau mengadopsi Riris, dia bilang kalau kamu mau, mereka mau memberi kita satu rumah dan mobil! Kamu setuju kan?!"

Benar dugaanku, pasti seperti itu. Bukan sekali dua kali Mas Azmi mengungkapkan bahwa Riris ada yang ingin mengadopsi. Sudah lelah aku menolak.

"Nggak, Mas! Pokoknya aku nggak akan serahkan Riris sama siapapun. Dia anakku anak yang kurawat sejak bayi dan aku masih sanggup untuk memenuhi kebutuhannya!"

Mas Azmi langsung berdiri, sorot matanya tajam padaku. Aku sudah yakin dia akan naik pitam.

"Ini semua demi kebaikan Riris sendiri, Sah! Coba pikirkan! Kalau dia dirawat mereka. Riris akan hidup nyaman dan tentunya akan disekolahkan sampai sarjana. Beda kalau hidup dengan kita! Aku nyerah untuk menyekolahkannya bahkan hanya untuk kesekolah menengah!" ternyata Mas Azmi masih berkata dengan nada sedikit lembut. Aku yakin dia menahan gejolak didada.

Aku diam tak tahu harus menjawab apa. Mungkin ada benarnya jika Riris hidup dengan mereka. Namun apa aku siap kehilangannya? Sepertinya aku lebih rela kalau Riris diambil orang tuanya.

"Betul apa ucapan Azmi, Sah! Kalau kamu mau menyerahkan Riris pada Pak Husen kita jadi bisa punya rumah bagus dan mobil! Ah... Ibu pasti sangat beruntung dan setidaknya sekarang Ibu tahu kalau anak itu tak membawa sial!" seongok ucapan Ibu itu bagiku sebuah pisau mengores hati. Dia setuju karena iming-iming rumah dan mobil yang mereka janjikan tanpa memikirkan perasaan orang lain!

"Tapi... Itu artinya aku menjual anakku!" kali ini mataku sudah berkaca-kaca.

"Siapa bilang! Kan mereka yang meminta. Ayolah, Sah! Disini dia juga pemalas. Aku muak lihatnya." Ibu Mertua masih berusaha membujukku.

"Ngapain kamu disini! Nguping ya?" tiba-tiba Mbak Ratih dari pintu berkata. Aku yakin pasti dia berkata pada Riris, seraut wajah gadis kecil itu menampakan pada pintu. Matanya berkaca-kaca. Mungkinkah dia mendengar semua yang sedang kami bicarakan dan sakit hati dengan ucapan mereka.

"Riris?" seketika aku akan mendekat dia justru berjalan mundur dan kemudian berlari kencang keluar. Pasti dia marah padaku! Ya Allahhh... Maafkan hambamu ini.

===!!!===

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 30

    Aku terpaku pada sosok yang tergeletak di atas tempat tidur umum rumah sakit. Dada ini bergemuruh, antara benci marah dan trauma juga jijik. Jijik jika ingat tubuh ini selalu ia gauli dengan bengis."Kamu!" kali ini tanganku yang tengah memegang gunting mengeras. Siap mengangkat benda tajam itu dan menghujam ke hati. Orang tak punya hati nurani lebih baik kuambil hatinya. Percuma punya hati namun tak berfungsi."Aisyah! Aaaa ... " tiba-tiba manusia biadab itu bangun dan kaget. Hingga ia berteriak.Saat gunting sudah sampai pada ujung tertinggi aku ayunkan, tiba-tiba tanganku diraih paksa."Lepaskan!" rintihku."Keluar dari jasad Aisyah, Bel!" kali ini Mas Yusuf berkata sambil memlintir tanganku."Lepaskan! Aku sangat tak suka dengan manusia jenis sepertinya!"Kulihat manusia biadab itu sudah kembali memejamkan mata. Apa dia pingsan ketika melihatku ingin membunuhnya."Keluar atau aku keluarkan!" Mas Yusuf kembali dengan tegas berkata."Innalilahi wainnailahi roji'un ... " seorang dokt

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 29

    Sepanjang jalan pikiranku kalut, apa yang terjadi pada Mas Yusuf, kenapa dia sampai dirumah sakit? Berbagai pertanyaan bergelut dalam otakku. Kakek juga terlihat panik.Sampai dilobi rumah sakit aku segera berjalan ke IGD sesuai apa yang disampaikan oleh Mas Yusuf. Langkahku sedikit tergesa karena jujur aku sangat panik. Mungkin akan kembali tenang setelah melihat keadaanya.Didepan IGD tepat saat dokter keluar, aku langsung menghampirinya."Bagaimana keadaan Mas Yusuf, Dok?" tanyaku langsung. Dokter tak menjawab hanya terlihat sedikit bingung. Kemudian tak lama ada seorang memanggilku."Aisyah, Kakek!" aku langsung membalikan badan dan menghadap kearah sumber suara."Mas Yusuf!" Mas Yusuf menghampiri kami dengan sedikit memegangi perut, wajahnya nampak beberapa luka lebam jalanpun tertatih. Aku heran jika Mas Yusuf disini terus siapa didalam?"Kamu ngga papa, Mas?" tanyaku yang langsung menubruknya karena dia berjalan sedikit oleng. "Bagaimana kondisinya, Dok?" kali ini Mas Yusuf be

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 28

    Kuusap kedua netra mataku yang basah, berucap istighfar agar diberi ketenangan hati."Astagfirullah!" Kembali kutatap Mas Yusuf. Dia masih pada posisinya. Aku bingung harus bagaimana."Mas!" Kucoba memegang pundaknya. Tanpa respon."Mas!" Kali ini nada suaraku sedikit kutinggikan."Eh iya, Syah," ucapnya tanpa menoleh ke arahku. Tangannya sibuk mengusap matanya. Dia menangiskah?"Mas kenapa? Apa kecewa dengan masa laluku?" tanyaku hati-hati.Tanpa menjawab dia justru tersenyum,"jangan berfikir begitu, setiap manusia memiliki masa lalu. Justru Mas sangat sedih dan terpukul dengan nasib yang menimpamu, Syah. Sekarang yang terpenting jangan sampai masa lalu itu terulang ataupun justru kembali mengusik kehidupanmu yang sekarang. Kamu sembuh dari traumatis cukup lama jadi Mas tak ingin kamu kembali pada keadaan dulu!" Mas Yusuf mengusap lembut kepalaku.Aku tersenyum, dalam hati bersyukur bisa bersama orang yang nyatanya mengerti tentang perasaan dan kondisiku. Semoga dia memang benar jodo

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 27

    Aku terbangun pagi ini, rasanya kenapa aku merasa sangat lelah sekali, bahkan aku tak ingat kapan memejamkan mata. Bergegas mandi dengan mengguyur seluruh badanku. Saat tengah menyampo rambut aku teringat bahwa semalam aku pergi bersama Mas Yusuf kejadian demi kejadian aku ingat sampai aku juga teringat ketika ada telfon yang ternyata dari Om Aceng. Dia mengingatkan pada kejadian tempo dulu yang membuat aku traumatis berat. Kini tubuhku seketika menggigil namun aku segera mengucap istighfar, agar di beri ketenangan hati. Alhamdulillah...akhirnya aku dapat mengontrol perasaanku. Namun, apa yang terjadi semalam? Apa aku?Pasti semalam Mas Yusuf dan kakek begitu mencemaskanku. Harus kujawab apa kalau mereka bertanya tentang apa penyebab aku hilang kendali dan ketakutan luar biasa.Segera aku menguyur tubuhku dan langsung bergegas untuk keluar kamar mandi. Aura masuk dan langsung tersenyum kearahku."Ibu, nanti aku mau ke Mall sama Kakek, Ibu mau ikut?" tanyanya."Nggak, Aura. Kamu pergi

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 26

    PoV YusufAku melihat Aisyah pucat pasi. Kukira dia akan senang dan kita bisa melihat kota dari atas sana. Nyatanya salah, ternyata Aisyah phobia ketinggian. Hampir saja aku membuatnya pingsan. Aku jadi merasa sangat bersalah. Kutenangkan dia, kuberi minum agar jantungnya kembali memompa dengan normal. duh! kok aku jadi seceroboh itu.Hp Aisyah berdering ketika kita akan melangkah untuk sekedar jalan-jalan saja. Aku kapok mengajak Aisyah menaiki wahana. Lebih baik sekarang aku bertanya dulu, jangan gegabah. 'Ah! Ada yang jual bunga. Lebih baik aku membelinya. Sedikit romantis kan ngga papa.'Kubergegas membeli satu tangkai bunga mawar merah. setelah membayar aku bergegas menuju Aisyah yang masih menelfon. Kusodorkan bunga padanya. Betapa aku kaget melihat raut wajah Aisyah yang lebih pucat dari yang tadi. Kenapa dia? Phobia bunga juga?"Kamu kenapa, Syah?" tanyaku yang langsung membuang bunga itu.Bibirnya bergetar hebat, raut ketakutan terpampang jelas pada wajahnya. Dia...dia kenap

  • DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN   Bab 25

    Aku yang akan sempat lari menuju kamar Kakek berubah haluan kembali ke depan."Tolong panggil kan dokter!" Perintahku pada salah satu penjaga keamanan.Aku melihat kedepan, disana suasana sudah terasa tak kondusif. Bahkan para tamu sedikit terlihat panik."Ada apa dengan Riris?" tanyaku."Ini, Non. Tadi tamu yang pulang lebih awal karena di usir Non. Memaksa Riris ikut dengannya kemudian kami merebutnya hingga akhirnya terjadi baku hantam."Aku yakin yang dimaksud pasti Mas Azmi. Apa maunya dia? Apa dia ingin menculik Riris?"Terus kenapa Riris berteriak?""Tadi saat terjadi tarik menarik dia terjatuh, Non."Aku segera menuju dimana Riris tengah diobati."Habis ini bawa Aura masuk! Kemudian perketat penjagaan. Aku mau lihat kondisi kakek dulu."Sungguh, semua kenapa jadi kacau seperti ini. Kakek pingsan dan tak tau sebabnya sekarang Mas Azmi pun tak menyerah. Andai boleh memilih, lebih baik hidup sederhana namun aman, dari pada seperti ini. Hidup serba ada tapi rasanya banyak sekali m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status